(Sudah Terbit+Tidak Lengkap)
16+ untuk kekerasan dan darah
Berawal dari mayat yang ditemukan di bawah tanaman mawar, menyeret sang ayah masuk ke dalam jeruji besi. Beberapa hari semenjak kejadian menggemparkan di perumahan Chapel Hill, ibu yang sela...
Melempar kertas tidak peduli, Evelyn bersenandung kecil lantas membuka acak laci di depan, tidak ada yang tahu, bisa saja jawabannya datang secara tidak sengaja. Laci pertama kosong begitu pula laci-laci seterusnya. Jadi, untuk apa benda tidak berguna ini ada di sini? Evelyn menendang lemari sampai terdengar bunyi lumayan kuat.
Satu, dua, tiga ... telunjuk Evelyn mengarah ke setiap laci satu persatu tanpa terlewat, setelah sampai pada laci keenam, dia menghitung kembali dari awal.
"Tiga selalu di tengah, dua yang pertama ...." Sigap Evelyn menarik laci tengah tingkat pertama dari atas, membiarkannya terbuka, kemudian laci ketiga dari kiri tingkat pertama ia buka, yang terakhir adalah laci paling awal di kiri masih di tingkat yang sama.
Tidak ada yang terjadi. Evelyn berdecak kesal, sepertinya dia salah memecahkan teka-teki tersebut. Melafalkan kembali kalimat yang menjadi kunci untuk apa yang dia harus lakukan selanjutnya. Buntu! Dia tidak bisa memikirkan cara memecahkan teka-teki tersebut! Menebak pun Evelyn kesusahan.
Bisa-bisanya Edward memberikan Evelyn teka-teki yang sulit, semakin lama dia memikirkan itu semakin panas pula keningnya. Apa karena terus digunakan, otak Evelyn mendidih? Bagaimana jadinya kalau saja otaknya meleleh lalu keluar dari telinga? Tidak! Evelyn melempar kasar boneka kelinci ke pintu. Bisa-bisa dia tak punya otak nanti, tidak ada yang menjualnya kecuali otak hewan sembelih, mungkin?
Tenang! Kata Edward pikiran yang dingin akan menciptakan pemikiran yang bagus. Evelyn menarik mengangkat tangan menarik napas panjang, lalu menurunkan keduanya perlahan bersamaan embusan napas. Terlalu tegang selalu berakibat buruk, ditambah Evelyn agak lapar karena sebelumnya hanya mengisi perut dengan sepotong kecil pai apel.
Evelyn duduk memandang ke arah laci-laci kayu berukir bunga dengan akar-akar yang saling berhubungan, semua ujung akar jika diperhatikan dengan baik selalu berakhir di pegangan laci. Niat betul pengrajin kayu tersebut, dia yakin sekali itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan bahkan untuk seorang profesional sekalipun.
Seandainya laci-laci tersebut tidak terbuka di tingkat yang sama, apa yang terjadi?
Tiga selalu di tengah, Evelyn menarik laci ketiga pada tingkat kedua. Dua yang pertama, laci kedua tingkat pertama menjadi laci yang ditarik selanjutnya dan untuk teka-teki terakhir Evelyn menarik laci pertama tingkatan paling bawah.
Suara benda bergeser terdengar dari belakang, Evelyn langsung berbalik, mulutnya terbuka lebar saat melihat dinding yang semula hanya tembok biasa, bertukar menjadi hal terkeren yang pernah Evelyn lihat.
Berbotol-botol cairan warna-warna yang cantik, belum lagi bola yang terlihat melayang ke sana-sini di dalam toples. Ada pula satu botol yang berbau menyengat dan bergambar seperti logo api.
"Aku tahu ini, namanya itu ...," kata Evelyn saat mengenal salah satu benda itu adalah sesuatu yang sering digunakan saat mengalami luka. Penasaran dia memutar tutup botol dan bersorak riang saat tebakannya tepat. "Obat merah!"
Kebingungan kembali membayangi Evelyn, setelah bersusah-susah memecahkan teka-teki barusan, dia harus apa?
Dewi Fortuna tengah mengunjuinya. Kini jelas sudah! Ternyata untuk membuat 'Ratu' kembali sangatlah sederhana, semua sudah tertera di belakang botol obat merah. Tinggal menyampurkan beberapa bahan lalu menyebarkannya di lantai satu, serta membakar satu jenis bumbu dapur sebagai senjata utama yang akan menjadi pemancing 'Sang Ratu' keluar dari persembunyian.
Evelyn tertawa sepanjang jalan menuju ke bawah. Kembali ke ruangan dengan wadah besar beserta spatula. Setelah ramuannya selesai, permainan akan menjadi lebih menyenangkan! Evelyn tak sabar menunggu.
Bella bersandar di kursi kepayahan, perjuangan menuju rumah sakit bukan perkara main-main, apalagi harus menahan cemas ketika melihat Joe terbaring seperti mayat.
Beruntung belum terlambat, begitu datang para suster dan dokter yang sedang bertugas, sigap memberi pertolongan berupa suntikan obat yang Bella yakini itu antialergi. Joe mulai berangsur-angsur sadar, bengkak di bibir serta bagian lain dan ruam-ruam merah mulai menghilang. Ia tak bisa membayangkan bila tidak segera pergi, mendengarkan saran Evelyn tidak sia-sia.
Wanita itu melihat ke dalam lewat pintu yang tidak tertutup, Joe masih didampingi seorang perawat. Tak masalah jikalau Bella meninggalkan polisi itu di sini? Tentu setelah meninggalkan nomor yang bisa dihubungi pihak rumah sakit andai terjadi sesuatu kepada Joe. Bella pun menitipkan kunci mobil pada pihak rumah sakit, berpikir untuk pulang dengan membawa mobil Joe, memilih memberhentikan taksi yang lewat daripada harus berkemungkinan kecelakaan karena salah membedakan mana pedal rem mana pedal gas.
Hujan turun begitu Bella menaiki taksi. Teringat kondisi Evelyn, apa gadis kecil itu tidak membuat Nyonya Lee kesulitan? Dia bukan anak nakal, terkadang pertanyaan yang dilontarkan Evelyn selalu sulit untuk dijelaskan menggunakan bahasa yang bisa dia pahami.
Edward? Entalah, Bella belum bertemu sejak lelaki itu digiring polisi, selalu saja ada masalah saat Bella ingin sekali saja bertemu pandang, tak apa meski lewat jeruji, itu bukan halangan.
Ada apa dengan hidupnya? Tak sadar Bella menggigit jarinya kuat.
"Nyonya." Sekotak tisu bertengger manis di hadapan Bella. Supir taksi itu seperti sadar penumpang wanita yang dibawanya tengah berduka.
"Terima kasih," balas Bella lemah. Meraih selembar tisu dan membungkus jari yang sempat berdarah barusan, lalu menarik satu lagi untuk air matanya.
Bella belum mendengar kabar dari Lee, tidak biasanya, padahal tidak pernah terlewat satu kali pun Lee menghubungi Bella bila sedang menjaga Evelyn. Merogoh saku roknya, langsung menepuk kasar kening saat menyadari ponselnya tertinggal di kamar. Baru kali ini Bella kesal karena ponsel, sebenarnya tak butuh alat-alat semacam itu, tetapi nyatanya benda canggih itu dibutuhkan Bella ketika keadaan mendesak, lain kali ia akan bawa ponsel meskipun tak digunakan.
"Bisa tolong cepat, Pak, saya buru-buru," pinta Bella, ia harus cepat pulang batinnya terus berteriak akan terjadi sesuatu yang buruk menimpa Evelyn.
Semoga Evelyn tidak bertindak sembarangan, berharap pula Lee berada di sana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Membakar rumah bukan ide buruk, kan, Evelyn?
Part masih panjang ... dan semoga terkejar kurang dari dua minggu. :")