Lampu Hijau dari Papa

907 79 32
                                    

Jika jalanmu untuk mendekatiku terbuka lebar, akankah masih kutemukan binar cinta di matamu? Akankah senyum penuh tekad itu masih untukku? Akankah hati yang pernah terluka parah itu mau berjuang memilihku? Sementara, aku tidak ingin kau terluka..lagi. Luka hatiku? Biarlah kusembuhkan sendiri. Cukup aku yang tahu. NEXT(ASA)

Suara monitor pantau denyut jantung berbunyi konstan di ruang VIP sebuah rumah sakit. Seorang lelaki tampak tergolek tak sadarkan diri di sebuah ranjang. Ada selang yang terhubung di alat pernapasannya. Seseorang tertidur pulas kelelahan di sofa panjang krem yang berada di salah satu pojok ruang. Di sebuah kursi yang berhadapan dengan ranjang pasien, seorang gadis duduk termenung memandangi raut wajah lelaki di depannya. Kantuk dan lelah tergambar di wajahnya yang cantik, wajah yang semakin tirus sekarang.

"Papa, jangan lama-lama pingsannya. Adek khawatir." Gadis tersebut mengusap tangan yang mulai keriput di genggamannya.

"Papa enggak usah merasa bersalah karena Abi memilih Rien. Mereka saling cinta sejak lama sebelum Abi dijodoh-jodohin dengan adek. Percayalah, adek baik-baik saja. Adek tidak akan menyalahkan siapa pun, termasuk Papa. Jadi please, Papa, cepat sembuh," bisiknya lagi dengan harapan sang Papa membuka matanya yang sudah dua hari tertutup rapat. Jemari itu bergerak. Asa tersentak.

"Asa..," panggilnya lemah.

"Pa, Papa sadar? Alhamdulillah. Asa panggilkan dokter ya, Pa." si gadis hendak beranjak.

"Di sini saja, Papa mau bersama adek." Suara lemah Papa mengurungkan langkah Asa.

"Tapi dokter harus memeriksa Papa. Tunggu ya, Adek cuma mencet tombol merah itu saja." Jemari Asa menunjuk sebuah tombol yang terletak di samping monitor di atas kepala tempat tidur. Papanya mengangguk. Asa kembali duduk menatap Papa yang memandangnya dengan rasa bersalah setelah gadis itu memencet tombol panggilan ke petugas jaga.

"Papa, semangat sembuh dong. Kami semua rindu Papa yang lucu dan penyayang." Tangan Asa terkepal menyemangati Papanya yang masih nampak sedih berkepanjangan.

"Ingat, jantung Papa sudah lemah, enggak boleh banyak pikiran." Peringatnya lagi.

"Papa merasa bersalah pada Adek sudah memaksa menerima laki-laki yang tidak mencintaimu. Dia mencintai keponakan Papa, Rien." Kalimat itu lagi. Papa sudah berulang kali mengucapkannya.

"Papa, Asa baik-baik saja. Justeru bersyukur Rien dipertemukan dengan cinta lamanya, begitu pun dengan Abi. Untung mereka bertemu sekarang, kalau sudah jadi suami Asa, bakal lebih ribet urusannya. Percaya deh, Asa anak Papa yang kuat dan cantik." Senyum semangat terurai di bibirnya. Papa Asa mengangguk. Selama ini Asa memang terbukti dan teruji selalu kuat menghadapi deraan masalah yang dihadapinya.

"Malam, Pak, malam Dek Asa. Wah, sepertinya Bapak sudah sehat, wajahnya mulai merah lho." Seorang dokter jaga laki-laki masuk ke ruangan. Asa tersenyum pada dokter Jaya yang perhatian merawat Papanya sejak pertama datang.

"Alhamdulillah, Pak Dokter, Papa Asa sepertinya sudah sehat. Besok mau pulang kan, Pa." Matanya memandang sang Papa jenaka.

"Saya memang mau pulang Nak dokter. Capek saya baring terus.

"Nah, gitu dong, saya periksa dulu ya, Pak." Asa menyingkir agak ke pinggir ketika dokter jaga memeriksa Papanya.

"Detak jantung sudah normal, tekanan darah juga stabil, InsyaAllah besok bisa pulang." Senyum bahagia terukir di bibir tampan dokter jaga. Asa sangat bersyukur mendengarnya.

"Enggak bisa pulang sekarang, dok?" tanya Papa.

"Papa, sekarang jam dua pagi, lho," peringat Asa.

"Sebaiknya Bapak beristirahat dengan baik, saya akan memberikan obat, biar besok semakin sehat."

"Baik nak Dokter. Saya kira siang, hehe." Senyum Papa Asa tersungging lucu. Asa dan dokter tertawa kecil melihatnya. Dokter lalu menyuntikkan obat-obatan tertentu ke selang infus, setelahnya permisi keluar ruangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Azzam dan Asa (Bangun Cinta atau Jatuh Karena Cinta?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang