sh!t thing eleven; do u even care?

145 26 10
                                    

i'm not superman,
but i'll make sure someday

Ryujin memekik keras, air mata membanjiri kedua pipinya ketika dirasa benda tajam itu menggores pipinya lagi. Nyawanya seperti hendak dipisah dari jasmaninya.

Cring-

Cring-

Cring-

ah, Ryujin benci mendengar gesekan benda metalik itu!

"B-berhenti m-mengasahny..a.."

Kedua mata sipit itu melirik sinis kearah Ryujin, tersenyum bangga ketika berhasil membuat gadis angkuh itu menelan rasa sakit yang ia rasakan.

"Kenapa memangnya? Kau takut, nona Shin? i though you were tough, but you're just a weak girl, at all, you little rascal." ketus pemuda itu nyinyir, bibirnya mengangkat sebelah- sombong betul kalau dilihat.

Ryujin menelan ludah, kenapa Sunwoo lama sekali? Apa Hyunjin sungguhan mengiriminya pesan? Bagaimana kalau dia mati tanpa diketahui?!

Kini, pikiran Ryujin semakin bercabang. Merambah kepada hal-hal negatif yang tak seharusnya ia pikirkan, atau dia bisa gila dalam waktu singkat.

"Kenapa tegang sekali, sih? Sepertinya waktu memutuskanku, kau tampak tegar dan kuat, kau bahkan mengangkat dagumu tinggi-tinggi disaat aku memohon dibawah kakimu. Dunia beneran berputar, ya, Shin Ryujin," celetuk Hyunjin, kini ia bangkit dari duduk tenangnya diatas sofa rapuh yang berderit ketika beban diatasnya sirna sesaat.

Pisau lipat dengan lekukan cantik bermotif naga itu kembali melayang-layang di depan mata Ryujin. Meledeknya, entah keberapa kali.

"Coba lihat, siapa yang kubawa untukmu, sayang? Siapa? Benar! Nona Ryujin, gadis yang ditelantarkan pacarnya sendiri, Kim Sun-"

"Jangan kau coba sebut namanya dengan bibir jahanammu, Hyunjin. Sunwoo tidak akan pernah menelantarkanku, dia hanya sedikit terlambat."

Tatap Ryujin kejam, kedua maniknya yang meremang kini kembali membara penuh ambisi; mengerutkan kening Hyunjin yang hanya menyemburkan tawa hambar lalu meludah kecil tepat disamping Ryujin yang menatapnya jijik.

Hyunjin menatap pisaunya sekali lagi sebelum menekuk benda kecil mematikan tersebut kedalam balutan kain tipis lalu ia masukkan kedalam saku jaket beludrunya. Ryujin menatap setiap inci geraknya, was-was disekujur tubuh gadis itu, tentu saja.

"Terlambat ya.. tapi kurasa dia tidak datang, 'tuh?" bisik Hyunjin ngeri, Ryujin melotot; "apa maksutmu?!" sontak, Hyunjin tertawa renyah.

Bodoh, bodoh, bodoh.

"Jadi kau tidak tahu, ya? Sunwoo mengira kalau reminder ku hanya main-main, he even replied with 'another bullshit'. Kau masih berpikir kalau dia hanya sedikit terlambat, hm?" sarkas Hyunjin, nadanya meniru cara bicara Ryujin yang penuh ambisi tadi.

Mendengar hal itu, Ryujin tergelak. Dia tidak bisa mengelak, dia tahu betul Sunwoo seperti apa. Dia hanya mencoba menutupi semua keburukan kekasihnya dari manusia iblis seperti Hyunjin.

"Mana mungkin..! Sunwoo tidak akan begitu-"

Kata-kata Ryujin terputus begitu saja ketika Hyunjin menyodorkan ponselnya yang berlumuran darah di depan wajahnya, menampakkan private chat antara Hyunjin dan Sunwoo yang tentu saja berhasil membungkam mulut Ryujin.

Hyunjin tersenyum tipis lalu menarik ponsel itu sebelum membantingnya tepat di depan Ryujin. Gadis itu hanya menutup matanya ketika mendengar suara pecahan yang menggema dalam ruang.

Ryujin memang tak pernah mengalami putus harapan. Tidak dengan segala perjuangan yang ia lakukan, entah dalam studi, kisah asmara, maupun kehidupannya sendiri. Ryujin sering kali bertanya-tanya bagaimana rasanya putus asa, merasakan kehidupannya serasa satu dorongan kecil sebelum ia mati.

Tapi sekarang, Ryujin sudah mengetahui jawaban dari pertanyaannya selama ini. Ketika satu momen dimana nyawanya hanya bergantung pada pemuda berkantung mata gelap untuk menolongnya dari nerakanya, yang tak kunjung tiba.

"Sudah pasrah untuk mati, nona muda?" Sindir Hyunjin, bibirnya semakin merekah lebar seiring rasa puas dan bangga menyelimuti dirinya yang kembali arogan. Ryujin hanya diam, tidak melakukan penolakan maupun pembelaan terhadap pertanyaan Hyunjin- oh, tepatnya, pernyataan.

Pernyataan akan kematiannya yang dekat, tanpa bantuan Sunwoo. Perlahan, Ryujin terisak kecil. Dia tak mengharap apapun setelah ini, namun Sunwoo akan tetap menjadi motivasinya untuk terus berharap.

Ryujin sudah biasa dengan kesendirian. Ryujin sudah biasa dengan caci maki orang karena sifatnya yang egois, bahkan Ryujin sudah biasa dengan balas dendam dari orang-orang. Ryujin bisa mengatasinya dengan mudah, sangat mudah. Seperti menjetikkan jarinya saja, semuanya itu bisa lenyap.

Tapi semua itu tak berarti lagi setelah bertemu dengan Sunwoo, pemuda dengan kelakuan yang absurd namun menggemaskan itu. Pemuda dengan sembilah mentari bersamanya, bersukaria seolah hari terakhirnya adalah hari ini. Kedua matanya jernih, membentuk kristal yang merekah ketika bibirnya menyungging senyum jenaka.

Disanalah, Ryujin merasakan deburan ombak disekujur tubuhnya. Hatinya bergejolak luar biasa, bibirnya berkedut dengan sunggingan senyum remang, dan segala cara yang ia gunakan untuk mendapatkan hati Sunwoo.

Detik ini, ia sadar betul; betapa egoisnya dirinya selama ini. Betapa tabiatnya yang ingin nomor satu selalu membuat orang lain tersisih, bahkan membuat orang lain mampu berubah dengan signifikan.

Sunwoo tak lagi membawa sembilah mentari pada dirinya, senyumnya tak seindah langit biru di musim semi, tak lagi bersukaria seolah hari ini adalah hari terakhirnya, kristal yang merekah kinj membeku bagaikan gunung es yang keras dan dingin; Ryujin merubah semuanya yang jadi milik Sunwoo.

"Oh, dia menangis! Kau lihat, Barney?" ujar Hyunjin seraya menodongkan pisaunya kearah Ryujin yang semakin deras melepaskan air matanya; tertawa puas ketika melihat Ryujin melengah.

"Kau hanya perku bersiap merasakan tubuhmu tercabik untuk kali terakhir, Ryujin. Hatimu, jiwamu, pikiranmu, tercabik bagaikan daging rusa pada incaran macan. You're just a fool who fall in love with someone you can't have, you can't be with, and you can't happy with. Sayangnya, aku tak punya belas kasih lagi padamu. Aku hanya punya semangat untuk menjadi pencabut nyawamu sebelum aku menghabisi diriku sendiri, Ryujin-ssi."



Ryujin menangis dan terus menangis, bahkan ketika merasakan benda tajam itu menyentuh kulitnya lagi- mencabik tubuhnya seperti daging tak berarti.

Ryujin sudah terlalu lemah, Ryujin sudah terlalu lelah untuk terus berjuang- mungkin, ini bisa menjadi jalan untuk tak lagi merasa sakit.

[ SH!T THINGS; SHE DID ]

dikiit lagi ^3^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sh!t things; she didTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang