@sewarsabulan
Bandung, 2023.
Siang itu, cuaca panas menerpa bandung, sial nya mereka harus rolling kelas karena sesuatu hal.
"Capek banget, hari ini harus rolling kelas terus." Ucap Shabi sambil menaiki anak tangga nya, membawa kantong yang begitu berat.
"Asli, kenapa cuman kelas kita aja sih." Ucap Sasa kemudian di hadiahi anggukan oleh Wilna.
Tak sadar, ketika percakapan mereka fikri berada di belakang mereka sambil menepuk shabi dari belakang.
"Tas nya berat banget ya? Sini aku bawa. Bisi kamu makin pendek, haha." Ucap Fikri sambil tertawa, shabi cemberut namun memberikan tas tersebut kepada fikri.
"Aku ngga pendek, cuman kurang tinggi aja." Ucap Shabi sambil berjalan cepat, fikri hanya tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya.
"Bocil." Ucapnya membuat fikri di hadiahi tatapan tajam dari shabi.
"Ih, kok meja aku doang yang ngga ada gantungan tas nya, tukerin sama yang mana ya?" Ucap Shabi lesu sambil melihat kanan kiri, berharap ada meja kosong yang memiliki gantungan, fikri langsung melepas gantungan meja nya memasangkan bagian tersebut kepada shabi.
"Ihhh, makasih banyaaak suka deh." Ucap Shabi sambil tersenyum.
"Sengaja aku pasangin, kamu ribet kalo rewell" Ucap fikri, membuat shabi tersenyum.
"Bucin terus ya, tapi status masih aneh. Well" Ucap Sasa membuat Shabi dan Fikri terdiam.
Memang benar, status mereka tidak jelas. Dekat tapi tak memiliki hubungan yang jelas.
Karena mapel matematika telah selsai, shabi segara membereskan bukunya. Hari ini sangat panas bagi nya dan juga cukup menguras energi nya habis.
"Bi, pulang nya bareng ya?" Ucap fikri kemudian shabi mengangguk.
"Aku mau anter Yanuar dulu, kamu tunggu sini okay?" Lanjut fikri kemudian shabi mengangguk kembali.
"Hati-hati, ya! Cepet balik aku ngantuk" Ucap shabi dan di hadiahi pat-pat oleh fikri.
Setelah fikri pergi, seperti biasa shabi sambil membuka ponselnya untuk sekedar melihat notif, atau membaca bukunya untuk sekedar mengisi waktu menunggu fikri.
Namun, sudah 2 jam berlalu anak itu tak kunjung datang. Jam sudah menunjukan pukul setengah 5 sore, namun fikri masih tak kunjung datang.
"Eh, shabi. Kok belum pulang?" Tanya kak raevan yang baru selsai eskul futsal.
"mmh, belum kak fikri nya lama." Ucap Shabi kemudian kak raevan mengerutkan keningnya tanda bingung.
"Oh, dia ada janji jemput kamu kah? Aku kira engga soalnya tadi dia habis anter Yanuar boncengan sama Davina, gatau kemana." Setelah mendengar pernyataan tersebut, shabi terdiam sebentar kemudian tersenyum kecil kepada raevan.
"Oh, gitu ya kak...ya udah makasih banyak ya kak, aku pulang duluan kalo gitu!" Seru shabi sambil buru-buru membereskan bukunya dan turun kebawah, namun tangannya tertahan oleh raevan.
"Aku tau, ini udah sering bi. Jangan maafin hal yang terus berulang, sakit banget ya?" Ucap Raevan kemudian shabi hanya tersenyum.
"Aku duluan, kak." Ucap Shabi sambil melepaskan tangan Raevan, sebelum raevan selsai berbicara. Shabi berlari, air matanya serasa turun dengan sendiri nya. Sakit seperti ini, rasanya kembali lagi.
Setelah ojek online yang di pesannya datang. Shabi buru-buru naik dengan perasaan kecewa sedih bercampur marah. Ia menangis sepanjang perjalanan, ia sangat kesal apalagi fikri yang tak bisa di hubungi.
Setelah sampai rumah, ia menatap langit kamar nya. Mendengarkan notifnya bunyi saat itu, sangat berisik namun hatinya sudah terlanjur luka.
Fikri, anak itu berusaha menjelaskan sejelas-jelasnya namun shabi sampai kapanpun tak akan bisa menerima kesalahan yang sama.
"Bi, maafin aku. Bisa aku jelasin ini dulu ke kamu? Aku kerumah, ya?" Begitu kira-kira notif yang dapat di tangkap shabi di antara pesan-pesan yang lainnya. Anak itu hanya menangis sambil membalikan ponselnya. Kecewanya sudah terlalu besar, bukan sekali dua kali dia seperti ini.
"Fikri, kenapa kamu selalu maksain hal ini?sakit banget fikri. Sakit." Ucap Shabi sambil memukul dada nya pelan, menangis di kasurnya. Berkali-kali ayah nya mengetuk pintu kamarnya namun shabi enggan menjawab.
"Dek, ada fikri, keluar dulu. Kasian nunggu." Ucap Ayah namun shabi hanya terdiam sambil memeluk bantalnya.
Bukan, bukan penjelasan yang anak itu mau, semua manusia yang di balut rasa kecewa tak akan bisa menerima penjelasan se detail apapun, kecewa memiliki ego.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prihal Bandung Dan Luka Kita - Lee Heeseung
Fanfic" Bandung itu indah, Fikri. Namun tergantung kita melihat bandung dari sisi mana." Ucap Gadis tersebut. "lalu, sekarang kamu melihat Bandung yang seperti apa, Bi? " Ucap anak lelaki di samping nya tersebut dengan penuh tanda tanya. " Hal yang bahagi...