chapter 0.9

319 32 0
                                    

@sewarsabulan

       Setelah kejadian tersebut, shabi telah benar-benar ikhlas untuk itu. Satu tahun berlalu dari hari itu, Sebab setelah kejadian itu shabi menghilang dari pandangan fikri, karena falkultas nya pun berbeda dari shabi. Maka dari itu lebih sulit menemui shabi untuk fikri, kini shabi melangkah menghampiri sosok yang dulu menjadi lukanya tersebut.
      
       "Fikri." Di panggilnya lelaki tersebut, kemudian ia menoleh sambil tersenyum, menghampiri shabi dengan tatapan kebahagiaanya. Bahwa, wanitanya itu menemui diri nya lebih dulu dengan senyum yang indah.
      
       "Kamu kemana aja shabi? Kemana aja Selama satu tahun kita ngga ketemu" Ucap fikri sambil menatap shabi, kemudian shabi menatap mata fikri.
      
       "Ah, iya soal itu—" shabi menghela nafas nya pelan, tapi ia tersenyum bahagia. Sama, sama seperti waktu pertama kali bertemu dengan fikri di bangku sekolah menengah atas.
      
       "—aku, selama satu tahun kebelakang ini sibuk menyiapkan pernikahan ku, dengan—"
      
       "—Haidan. Aku sibuk menyiapkan semuanya sampai gak sempet ngabarin temen ku satu-persatu. Maaf ya, kalo kesannya mendadak. Aku kesini mau kasih kamu undangan pernikahan aku sama Haidan. Mmh aku harap kamu bisa datang, kamu mau melihatku bahagia—kan?" Ucap shabi membuat fikri mematung seketika. Fikri, fikir bahwa hari ini hari bahagia karena ia bertemu kembali dengan shabi setelah satu tahun menghilang, ia fikir shabi akan kembali padanya ternyata salah. Shabi tak kembali padanya, shabi tak akan pernah kembali lagi pada pelukannya. Fikri terdiam tak membalas ucapan shabi.
      
       "Aku, harap kamu datang minggu ini. Fikri, kamu mau liat aku bahagia bukan?" Tanya shabi menepuk pundak fikri, kemudian fikri tersenyum walau tak sengaja air matanya jatuh dari pipinya.
      
       "Ah, iya ...aku mau melihatmu bahagia kan? Walaupun bukan dengan ku." Ucap fikri mengusap air matanya, shabi terlihat khawatir dan kemudian memberikan sapu tangan nya pada fikri. Fikri mengambil undangan tersebut kemudian tersenyum.
      
       "Shabi, mungkin di kehidupan sekarang kita memang tidak di takdirkan bersama, tapi...kalo kita punya kehidupan kedua. Boleh untuk berjanji memiliki takdir yang lebih baik dari ini?takdir yang saling menyatukan kita di antara kesalahpahaman? Takdir yang memang untuk kita?" Ucap Fikri sambil air mata nya terus mengalir. Shabi, mengangguk menatap netra fikri penuh kesedihan.
      
       "Aku harap, di cerita berikutnya kita bahagia. Ya?" Ucap fikri kemudian shabi mengangguk. Hari itu fikri sangat hancur namun diri nya harus menerima takdir, sedang dari dulu ketidakpastianlah yang membuat semuanya hancur berantakan.
      

Prihal Bandung Dan Luka Kita - Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang