Part 16

24 7 7
                                    


'Chit' Arka mengerem mobilnya secara mendadak membuat kepalaku terjerembab dan seketika berdarah.

Aku memekik kesakitan." Lo gimana sih bawa mobil," ucapku.

"Ma-maaf, Kar, gue gak sengaja," jawab Arka panik.

"Aduuh sakit," pekikku.

"Ma-maaf, mana sini gue liat." Arka langsung meraih kepalaku dengan wajah panik.

Saat itu yang kurasakan benar-benar sakit, hingga aku mengeluarkan airmata ku karena tak tahan menahan sakitnya.

"Kita ke rumahsakit, yaa," ajak Arka.

"Engga usah," balasku, sambil mencoba bersikap biasa saja agar Arka tak terlalu panik melihatku.

"Ya-yaudah kita ke apotik aja, gue beli obat merah, ok." Arka segera melajukan mobilnya ke apotik terdekat.

Tak lama kemudian kami tiba di apotek yang letaknya tak jauh dari tempat Arka mengerem mobil secara mendadak tadi.

"Gue beli obat dulu, lo tunggu disini." Aku mengangguk dan Arka pun langsung meninggalkan mobil lalu masuk ke apotek itu.

Dibalik rasa sakit di kepalaku, terlintas di fikiran sebuah pertanyaan. Seperhatian ini kah Arka? Aku tau memang ini salah nya, tapi, rasa panik darinya seakan-akan aku adalah wanita spesial untuknya.
Tak lama kemudian Arka kembali dari apotik dengan obat merah, kapas, dan plaster di tangannya. Dengan segera Arka mengobati luka di kepalaku, refleks aku memekik kesakitan.

"A-aduh sakitt," pekikku, setelah kapas yang sudah dibubuhi obat merah itu menyentuh luka di kepalaku.

"Sakit yaa," kata Arka, masih dengan wajah paniknya.

"Ma-maaf yaa, gue benar² engga sengaja tadi," lanjutnya lagi sambil mengoleskan obat merah itu ke luka di kepalaku.

"Iya gakpapa."

"Gimana? Udah lumayan?" tanyanya.

"Udah kok." Aku mengeluarkan senyum di bibirku, seakan-akan kondisi ku sudah lebih baik.

'Cup' tiba-tiba Arka mengecup pipiku. Refleks aku terdiam memasang wajah kaget.

"Biar cepat sembuh." Arka tersenyum miring.

"Kesempatan dalam kesempitan," kataku kesal.

"Hehe."

Aku diam, masih kaget dengan adegan yang dilakukan Arka tadi. Jujur saja, kecupan tiba-tiba itu membuatku benar-benar panik, hingga tak tau apalagi yang akan ku lakukan setelah itu.

"Jadi, kita balik nunggu di kantor Mama kamu aja?" tanya Arka.

Aku diam.

"Karaa," panggil Arka, lalu melambaikan telapak tangannya didepan mataku.

"Hei, Kara," kejut Arka.

"I-iya sayang," kataku refleks. "Eh anu." Langsung ku bungkam mulutku dengan kedua telapak tangan.

Arka tertawa kecil."Iya sayang, kita mau balik atau gimana?"

"Ih apaan sih," kataku malu-malu.

"Lo ngelamunin gue, yaa?"

"Yang ngelamunin lo itu siapa, sih? Ya engga lah," sangkalku.

"Lo ngelamunin gue juga gakpapa kok, nanti bakal gue pertimbangin lagi," katanya santai.

"Dih, pede amat lo," kataku sambil menaikkan alis ku.

"Ema-"

"Udah diam," potongku lalu meletakkan jari telunjukku di mulutnya. "Ayo jalan."

Arkara [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang