Harapan

448 40 6
                                    

Happy Reading

***

Suara deburan ombak terdengar sangat jelas. Dimas yang sedang berjalan-jalan ditepi pantai, memandangi langit dengan wajah penuh rasa kecewa. Sesekali ombak menghantam pergelangan kakinya.
Matanya terpejam, ia kemudian menghela nafas pandang dan mengusap wajahnya yang penuh beban.

Sudah hampir satu bulan Dimas berada di rumah orang tuanya, tepatnya Di Bandung. Disana ia melanjutkan bisnis tekstil milik ayahnya.

Dari kejauhan datanglah seorang dengan kumis tipis dan rambutnya yang separuh sudah memutih. Itu adalah Pak Awi ayah dari Dimas.
Pak Awi Berjalan mendekat ke arah Dimas.

"Ada apa ini? Anak ayah seharusnya tidak perlu bersedih karena seorang wanita,"

Ayah menepuk bahu Dimas berusaha memberinya semangat baru untuk menjalani hidup kedepannya.

"Ayah, kenapa dunia ini begitu kejam? Semua orang yang hidup di dunia ini mengukir kebahagiaan tapi kenapa duniaku hanya membawa luka!
Setiap matahari pagi terbit aku berharap ada keajaiban yang datang kepadaku, tapi saat matahari terbenam kegelapan kembali datang dalam hidupku. Berat bagiku untuk hidup di kehancuran ini,"

"Ayah mengerti ke gundahanmu nak, memang sakit saat orang yang sangat kita cintai meninggalkan kita tanpa alasan yang pasti!! Tapi ayah tau, putra ayah pasti bisa melewati semua ini, jadilah seperti batu walaupun hujan berusaha menghancurkannya tapi dia tetap menjadi batu yang keras dan kukuh.

"Tenangkan hatimu nak," ayah tersenyum kecil kepada Dimas.

"Terima kasih ayah, setidaknya hatiku sudah sedikit tenang," Dimas memandang ayahnya dengan sayu.

"Ayah duluan, kamu cepat pulang ibumu menunggumu dirumah,"

Ayah melangkah jauh meninggalkan Dimas
disana, dan Dimas kembali melihat ke langit

"Sulit bagiku untuk keluar dari kehancuran ini, aku tidak pernah begitu mencintai seseorang sedalam ini. Dan sedalam ini juga aku telah terluka," ucap Dimas dalam hatinya.

Dimas berjalan menjauhi pantai dan pergi ke tempat parkir mobil. Ia menginjak gas mobil dan segera pulang kerumahnya yang tak jauh dari pantai tersebut.

***

Setelah makan malam Dimas kembali ke dalam kamarnya, disana ia termenung di atas tempat tidurnya dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya
mendengarkan lagu Dj kesukaannya, sambil menatapi bulan purnama yang sangat terang.

Saat pintu kamarnya dibuka oleh ibu pun ia tidak menyadarinya.
Ibu mendekatinya dan menyentuh punggungnya.

Dimas melihat kearah samping dan ternyata ibunya sedang menghampirinya.
Earphone di telinganya pun dilepasnya dan bertanya kepada ibunya,"Ibu!! Ada apa kemari?"

"Ibu hanya ingin melihat keadaan putra ibu, apakah ia baik-baik saja," lirih ibu, merapikan rambut Dimas.

"Aku baik-baik saja Bu!! Tenanglah,"

"Aku ini ibumu, aku tau kamu sedang berbohong kepada ibu!!"

Dimas menghela nafasnya, wajahnya kembali murung dan lesu.

"Ceritalah kepada ibu,"

"Ini soal hati bu, ibu mungkin mengerti tapi tidak bisa memahami dan merasakan yang sekarang ku rasakan!"

"Aku menderita disini sedangkan dia bahagia disana dengan kehidupan barunya,"

"Ibumu ini juga seorang wanita nak!! Ibu yakin Nadia pasti merasakan apa yang kamu rasakan sekarang,"

Ikhlaskan Aku Pergi [END] (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang