5 arus kehidupan

3.1K 576 28
                                    

Hari ini rumah begitu sepi. Pak Buana, Bu Indah dan Regi sedang bertemu dengan keluarga Elsa untuk membicarakan pernikahan.

Iya, aku tidak menyangka jika akan secepat ini aku kira mereka akan tetap berpacaran dan menikah satu sampai dua tahun lagi sampai Regi menyelesaikan spesialisnya.

Cepat atau lambat sebenarnya Regi juga akan menikah, aku hanya harus menyiapkan hati intuk menerima itu. Bagaimanapun juga kan mereka sudah saling cinta kan?

"Kenapa melamun?" tanya Bunda mengagetkanku.

"Nggak ngelamun, Cuma sepi aja rumah."

Bunda mengangguk, "Tapi bentar lagi juga rame. Regi akan menikah dan punya anakkan?"

Aku mendadak mual mendengar Regi akan memiliki anak dengan Elsa. Bagaimana denganku? Aku rasa, diriku akan menjadi perawan tua dan mengabdikan diri di rumah sakit atau aku jadi dokter milliter saja? Sepertinya lebih baik dibanding harus melihat Regi dan Elsa menggendong anak berdua.

"Jangan bermikir macam-macam, Inara." Ucap Bunda.

Aku melihat Bunda meneliti bagaimana Bunda bisa tau, "Emang apa yang aku pikirkan?"

Bunda mengangkat kedua bahunya, "Yang pasti jangan berpikir macam-macam dan lebih baik lupakan Nak Regi."

Aku membulatkan mata kaget, "Jangan kaget gitu. Emang kenapa kalau Bunda tau?"

Aku berdecak, "Bang Raka ya yang kasih tau?"

Bunda menggeleng, "Bunda sangat kenal anak Bunda, Inara. Ingat Nak Regi akan menikah."

Aku berdecih, "Emangnya aku mau ngapain?"

Bunda mengangkat kedua bahu, "Bunda nggak suka kalo kamu aneh-aneh."

Lalu tiba-tiba suara Ibu Indah terdengar sedikit berteriak membuat Bunda dan aku mau tidak mau menuju Ibu Indah.

"Ya pokoknya mama nggak setuju kalau Inara harus keluar dari rumah ini. Papa harus ngerti dong perasaan Mama pas Elsa ngomong gitu."

Aku hanya melihat Bunda yang melihatku juga. Ketika mendengar suara Ibu Indah membuatku dan Bunda berhenti untuk menghampiri mereka.

"Kecilkan suaramu, Inara dan Ayu bisa saja mendengar."

Aku melihat Bu Indah lebih tenang tetapi bahunya bergetar kecil, "Kalau memang Elsa mau nikah sama Regi, yaudah Mama udah setuju tapi kenapa harus ada syarat Inara harus keluar dari rumah ini?"

Aku menggigit bibir bawahku membuatku bingung harus apa. Elsa memberikan syarat pernikahan?

Suara dehaman terdengar dari belakangku, aku dan Bunda secara reflek berbalik dan melihat Regi berdiri di sana melihat kearahku dan Bunda. Dehaman itu juga yang menyadarkan Pak Buana dan Bu Indah jika aku dan Bunda mendengar percakapan mereka.

Beberapa saat hanya keheningan yang tercipta. Aku sendiri tidak tau harus apa, aku objek utama dari pembicaraan tersebut.

"Inara?"

Aku melihat kearah Bu Indah lalu tersenyum kecil, "Maaf bu. Tadi aku sama Bunda Cuma mau samperin Ibu karena Ibu berteriak. Aku kira Ibu kenapa-napa."

Pak Buana menghembuskan napas kasar lalu menyuruhku dan Bunda duduk di ruang keluarga.

"Kamu juga sudah mendengar, lebih baik bicarakan saja sekarang." Ucap Pak Buana. "Elsa dan Regi akan menikah. Setelah menikah Indah minta mereka untuk tinggal di rumah ini. Tapi, Elsa minta agar kamu tidak tinggal di sini lagi, Inara."

Mereka semua melihat ke arahku. Sedangkan aku? Aku melihat Regi dengan hati yang perih. Entah pengusiran secara blak-blakan ini membuatku merasa seperti hama yang perlu dibasmi.

"Nggak apa-apa, Bu. Inara akan keluar dari rumah ini secepatnya." Ucap Bunda akhirnya membuatku juga melihat kearah Bunda yang tersenyum.

Bisa-bisanya Bunda tersenyum Ketika aku diusir dari rumah ini?

"Inara mau tinggal dimana, Yu? Kamu nggak mikir?" jawab Bu Indah cepat, "Aku udah suruh Regi bujuk Elsa nggak usah kaya gitu."

Bunda menggeleng, "Nggak kenapa-napa, Bu. Inara juga harus belajar tinggal sendiri biar mandiri."

Aku mengangguk lalu melihat ke arah Bu Indah yang sudah mulai terisak, "Saya bakal pindah secepatnya, Bu."

Bu Indah menggeleng, "Kamu tuh udah kaya anak Ibu sendiri. Coba pikir disaat semua anak Ibu pindah nggak tinggal di sini. Siapa yang nemenin Ibu kalau bukan Inara? Siapa yang bantu Ibu? Siapa yang suka nemenin Ibu belanja? Anak Ibu memangnya?" ucap Bu Indah semakin terisak.

Pak Buana hanya mengusap bahu Bu Indah seakan tidak bisa membalas apapun ucapan Bu Indah.

Bunda tersenyum, "Pindah masih di Jakarta, Bu. Siang masih bisa main ke sini atau kita ke sana."

Bunda pindah ke sisi Bu Indah menggantikan Pak Buana mengusap bahu Bu Indah.

"Nggak usah nangis, kamu nikahin anakmu malah dapat anak lagi kan? Kok malah sedih. Anggap aja latihan Inara nikah. Toh, pas Inara nikah bakal pindah juga." Ucap Bunda menenangkan.

"Yauda, Inara sama Raka aja. Jadi ke rumah ini lagi."

Pak Buana tertawa kali ini membuatku melihat ke arah Pak Buana, "Kasian Inara kalau harus menikah dengan Raka. Inara bisa capek hati dong, Ma."

Aku tersenyum, "Aku bisa jadi pasien darah tinggi Bu kalau nikah sama Raka."

Bunda tersenyum lalu mengangguk seakan tau aku menahan air mata yang akan turun. Aku melihat ke arah Regi yang melihatku dan aku tersenyum.

"Pamit dulu ya, Pak Bu."

Aku lalu berjalan meninggalkan mereka dan menghapus air mata yang jatuh dengan deras.

Sesampainya di kamarku, aku menangis tapi entah apa yang aku tangisi. Elsa yang mengusirku atau justru Regi tidak berbuat apa-apa Ketika Elsa meminta itu semua.

Bunda masuk ke dalam kamar dan mengelus punggungku dengan lembut.

"Jangan nangis. Kamu memang akan keluar cepat atau lambat kan?" ucap Bunda.

Aku mengangguk, "Tapi nggak nyangka aku diusir secara halus."

Bunda menepuk bahuku pelan, "Bukan karena Regi nggak membela kamu?"

Aku melepaskan pelukkan Bunda dan merajuk. Bunda tersenyum melihatku sudah bisa merajuk setidaknya mungkin tidak menangis lagi.

"Kalau kamu pindah, Bunda Cuma kepikiran gimana makan kamu di sana."

Aku berdecak, "Sama bunda kepikiran kan nggak ada yang bantu bunda di rumah?"

Bunda tersenyum dan mengangguk.

"Udah nggak sedihkan? Bersihin kolam renang, gih. Udah banyak daunnya."

Aku berdecak, "Bunda mah."

"Orang seperti kita nggak bisa bersedih terlalu lama. Ikutin saja arus kehidupan, Ra." Ucap Bunda, "Habis itu kita cari-cari tempat untuk kamu tinggal ya?"

Aku mengangguk dan memeluk Bunda kembali. Sudah seperempat abad lebih aku tinggal Bersama keluarga ini. Ketika aku harus meninggalkan mereka, bagaimana kehidupanku nanti?

The Cherry On The CakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang