8 cinta itu apa sih?

3.5K 628 44
                                    

Aku merenggangkan tubuhku akhirnya seminar berakhir. Besok pagi aku akan kembali ke Jakarta.

Selama seminar aku, Regi dan Adit sudah seperti satu kesatuan yang selalu menempel dari duduk ketika seminar, makan pagi, siang dan malam selalu bersama. Tapi, beberapa kali aku kabur agar tidak bersama mereka. Bukan mereka, Regi tepatnya.

Berdekatan dengan Regi terlalu sering bisa membuat otak dan hatiku tidak normal. Sebenarnya kalau boleh jujur, aku senang bisa berdekatan dengan Regi. Siapa yang mau nolak bisa berdekatan dengan orang yang paling kita sukai? Hanya aku sadar terlalu lama dengan Regi membangkitkan harapan yang sudah aku kubur dalam-dalam. Jadi, menghindar adalah jalan satu-satunya yang aku miliki.

Jadwal sekarang adalah bebas sampai besok kita peserta seminar akan kembali ke bandara bersama.

Aku buru-buru pergi dari Regi dan Adit sebelum mereka sadar dan mengajakku pergi entah kemana.

Aku keluar dari ruangan dan pergi menuju MRT Station, sepertinya menjadi turis akan lebih baik daripada harus terjebak dengan mereka berdua kan?

Ketika aku berjalan menuju stasiun, tanganku ditarik oleh seseorang membuatku mau tidak mau berbalik secara tiba-tiba karena tarikannya.

"Kamu mau kemana?" tanya Regi.

Aku mengerutkan kening, "Kamu lari?"

Regi mengambil napas banyak-banyak lalu mengangguk, "Kok kamu kabur?"

Aku berdecak, "Nggak kabur. Cuma berpikir untuk jadi turis aja di sini." Ucapku lalu melepas tangan yang masih digenggam oleh Regi, panas dingin bersentuhan dengan Regi padahal Cuma tangan.

"Kamu mau kemana?"

Aku mengangkat kedua bahuku cuek, "Rencana sih mau ke Garden Bay The Bay. Udah, aku jalan dulu."

Regi mengikutiku sampai aku berhenti dan melihat kearahnya, "Kamu ngapain?"

"Nemenin kamu."

Aku menggelengkan kepala lalu berbalik ke belakang melihat apakah Adit ikut apa tidak. Masalahnya aku kabur pelan-pelan untuk menjauhi mereka. Sama aja bohong kalau mereka malah ikut.

Regi melihat kearahku dan ikut melihat ke belakang, "Nyari siapa?"

Aku masih sibuk melihat ke belakang, "Adit. Dia nggak ikutkan?"

"Kamu ngarep dia ikut?"

Aku menggeleng, "Aku kabur biar nggak dipaksa sama kalian kaya kemarin-kemarin itu. Kalau sekarang mau jadi turis ada kalian ya sama aja bohong. Malah ribet."

Regi mengangguk, "Adit nggak ikut."

Aku meneruskan langkahku, "Kamu yakin mau ikut?"

Regi mengangguk, "Kalau kamu hilang, Mama bisa omelin aku."

Aku berdecak lalu mengikuti Regi yang menuntun jalan. Aku belum pernah ke Singapore sebelumnya sedangkan Regi entah sudah berapa kali.

"Kamu belum pernah kesini, tapi udah berani jalan sendiri?"

Aku mengangkat kedua bahu cuek, "Kalau nyasar naik MRT nanti aku naik taksi aja." Ucapku.

Regi menggelengkan kepalanya, "Taksi disini mahal."

"Asal aku balik ke hotel nggak apa. Lagian, aku bisa tanya juga kok."

Regi berdecih meremehkan, "Pas SMA kamu nyasar pas lagi di Kwitang, emangnya kamu pulang naik taksi?"

Aku menggeleng kepala pasrah.

Sewaktu SMA aku pernah ke Kwitang sendiri berencana mencari buku bekas murah yang bisa aku baca-baca. Tapi, ketika aku ingin bayar dan pulang ternyata ponsel dan dompetku dicopet. Dengan modal air mata, aku meminjam ponsel entah siapa menelpon ke rumah dan Regi yang menjawab.

Regi menjemputku dengan wajah jutek dan marah. Sepanjang perjalanan Regi hanya diam tidak berbicara sama sekali membuatku jadi merasa bersalah. Padahal, niatku menelpon ingin mencari Bunda untuk menyiapkan uang karena aku ingin naik taksi.

"Ngomong-ngomong, kenapa waktu itu kamu jemput aku ya?" tanyaku penasaran.

Regi balik menatapku sebentar, "Kamu nelpon nangis-nangis kalau Mama sampai tau, terus aku nggak jemput kamu. Menurut kamu, Mama bakal apain aku?"

Aku berdecak, "Aku ya nelpon itu mau minta Bunda siapin uang untuk taksi. Aku nangis karena aku sebel. Udah capek-capek ke sana pas mau bayar malah kecopetan dan sia-sia banget aku jauh-jauh tapi zonk."

Regi tertawa, "Aku juga bingung kenapa kamu bisa ke sana."

"Buku di sana murah-murah."

"Ujung-ujungnya kamu beli apa nggak?"

Aku menggeleng.

"Dengan total kehilangan kamu, kamu bisa dapat buku baru lebih banyak kan?"

Aku diam saja, tidak menjawab. Tapi kenangan itu tidak akan pernah aku lupakan. Dimana aku melihat Regi yang mencariku sedangkan aku sedang minum teh botol bersama pedagang sana. Bahkan sesampainya Regi, ia harus membayar minumanku. Jangan-jangan karena kusuruh bayar makanya Regi marah?

Ketika sampai di garden Bay The Bay, aku dan Regi berjalan santai menikmati pemandangan dan lampu-lampu yang menempel pada pepohonan. Kebersihannya juga bisa membuatku berdecak kagum.

"Kamu kenapa mau ke sini?"

Aku melihat kearah Regi, "Nggak ada alasan. Aku tuh jarang punya kesempatan kaya gini bisa jalan-jalan. Makanya mau muter-muter."

Regi mengangguk.

"Aku mana bisa jalan-jalan gini kalau nggak ada acara dari sekolah atau kampus kan? Bunda udah nggak bakal mungkin ajak aku jalan-jalan." Ucapku lagi, "Bunda bilang kalau aku mau jalan-jalan nanti aja setelah nikah."

Regi mengangguk lagi.

"Kamu sendiri? Bukannya udah beberapa kali ke sini?"

"Ya."

"Terus kenapa mau ke sini lagi?"

"Bosen di kamar."

"Kamu nggak mungkin bosen. Kamu bisa telpon Elsa."

"Dia nggak kasih aku kabar udah seminggu."

Aku melihat ke arah Regi, lalu mengerutkan keningnya. Seminggu?

"Emang dia kemana?"

Regi mengangkat kedua bahunya, "Entah."

"Kamu yakin mau nikah, Gi?"

Kali ini Regi melihat ke arahku, "Emangnya kenapa? Pertanyaan kamu sama kaya pertanyaan Mama. Selalu tanya apa aku yakin."

"Nggak." Ucapku buru-buru menggeleng, aku nggak mau dikira Regi berniat untuk meragukan keputusannya. "Menikahkan satu langkah serius. Aku Cuma tanya aja, apa yang bikin kamu yakin kalau Elsa satu-satunya yang akan menjadi pendamping kamu?"

Regi mengangkat kedua bahunya, "Elsa Cuma minta kita nggak pacaran lama-lama."

Aku melihat ke arah Regi sinis, "Seberapa cinta kamu sama dia?"

Aku tau jawaban dari pertanyaan ini bisa membuatku sakit hati tapi entah kenapa aku ingin sekali mendengar jawaban Regi langsung. Sungguh.

"Cinta itu apa sih?"

Aku memutarkan kedua bola mataku jenggah, "Kok tanya aku? Kan kamu yang mau nikah."

"Menurut kamu, cinta itu apa?"

Aku mendongakkan kepala melihat ke arah langit, "Cinta itu hadir bersama dengan kasih, kebahagian dan rasa cemburu untuk satu orang. Kita sangat mengasihi orang itu seberapa jauh dan seberapa dia udah nyakitin kita. Kita tetep bahagia meskipun arus kehidupan kita lagi di bawah yang penting bersama. Terus ada rasa cemburu waktu dia lagi sama orang lain." Jelasku panjang lebar, "Kalau menurut kamu?"

Regi melihat ke arahku, ia menatapku lama lalu baru melanjutkan berjalan.

"Kenapa?"

Regi menggeleng.

"Terus menurut kamu cinta itu apa?"

"Inara." Ucap Regi.

"Hah?"

"Ayo, kamu mau kemana lagi?" 

The Cherry On The CakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang