Akibat Pandemi #4 | April Kemarin.

707 106 8
                                    

Seperti malam-malam sebelumnya, para lelaki penghuni kost berkumpul di ruang tengah, lengkap bersebelas. Entah itu sekadar setor muka atau mencari hiburan dengan menonton TV.

Kebetulan malam Jumat, kebetulan pula ada seorang yang bertambah umur hari itu. Yuk kita tunjuk saja, saudara Arjeno Januar Wijaya.

"Sepi banget ultahnya Janu, taun lalu kita ngasih dia surprise, deh." Celetukan Mahesa menarik atensi kawannya, yang tentu langsung bernostalgia pada 23 April tahun lalu.

Semua anak kost tahu betul kebiasaan pemuda April tersebut, bangun pagi kuterus mandi, lalu cabut entah kemana. Janu pasti anak kost yang keluar pertama dan pulang terakhir. Di waktu-waktu itu lah, para anak kost mempersiapkan kejutan untuknya.

Tentu kue ulang tahun Janu disponsori oleh kafe milik Cantika, lumayan bisa ngutang kalau kurang. Kost pun didekor simpel, dengan banner bertuliskan HBD Janu yang terpampang pada pintu kamarnya. Sedangkan anak-anak berkumpul di dalamnya, siap dengan confetti dan kue yang dipasangi 19 lilin, supaya Janu lama niupnya. Tapi, pegel woi megangnya! Keluh Rendra kalau itu.

Untungnya acara kecil-kecilan itu berjalan mulus, namun pada akhirnya kamar Janu berantakan. Semua pun berlari keluar saat Janu bertanya siapa yang beresin, kecuali Hairul yang tertinggal karena sibuk makan kue. Nyatanya, Janu tidak masalah jika harus beberes sendiri. Namun karena rasa tidak enak pula, Hairul pun turun tangan.

"Hadeuh, untung kuenya enak. Kalau kagak juga gue nggak akan bantu," ujar Hairul mengundang tawa.

Raihan menyenggol Janu. "Tahun ini lo mau ngapain, Jan?"

Janu mengangkat bahu tanda tak tahu. "Besok gue traktir deh, buat buka puasa. Pada mau kagak?"

Kesepuluh pemuda itu pun bersorak, siapa juga yang akan melewatkan traktiran dari Janu?

Berbanding terbalik di basecamp para perempuan, sepi, sunyi, sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sebentar lagi pun pukul 10, semua sudah bersiap masuk kamar masing-masing. Tidurnya pun jam 10? Oh, tentu tidak.

Ariska sudah di kamar sejak tadi, membereskan tugasnya yang sedikit lagi rampung. Gadis November itu sudah menggosok mata beberapa kali, tanda ia mulai lelah menatap layar. Bahkan suara perut laparnya pun mengalahkan musik yang diputar dari laptopnya.

"Tadi anak-anak makan apa, ya? Perasaan gue ikut makan, kok bisa lupa?" Tanya Ariska pada dirinya sendiri.

Kebetulan Adelia lewat, Ariska pun memanggilnya. "Del, tadi gue ikut makan nggak, sih?"

Yang ditanya malah menggeleng. "Gue nggak merhatiin, soalnya waktu yang lain mau makan, gue beres duluan."

Ariska menghembus napas pasrah. Ya sudah lah, makan lagi juga tidak ada salahnya, 'kan? Paling-paling ia akan terjaga karena kenyang.

Ia pun bergegas menuruni tangga, kebetulan masih ada Bintang dan Ashera di ruang tengah. Jujur saja, Ariska takut jika ia harus sendirian berada di dapur. Jangan tanya mengapa, pokoknya takut.

Dengan cekatan gadis itu mengambil piring, nasi serta lauk yang tersisa di atas meja. Kebetulan hari ini Kosbul masak sendiri, dibimbing Cantika yang tentunya sempat bikin rusuh.

Ariska melirik sekitar, tidak sadar bahwa Bintang dan Ashera sudah menghilang sejak tadi. Suasana kembali hening lagi. Ariska butuh sesuatu untuk didengar.

Suara guyuran air pun didengarnya. Bukan, bukan hujan di luar, namun seseorang tengah mandi. Tepatnya di kamar mandi bawah, sebab suara itu terdengar jelas sekali. Loh, siapa yang baru mandi malam-malam begini...?

Empat Delapan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang