Seungmin bergegas pergi ke kamarnya semalam. Ia tahu, Jeno sering pulang pagi begini. Ia tahu, kadang Jeno pulang dengan rintihan. Ia tahu, kalau ada yang aneh dengan pemuda itu akhir-akhir ini.
Mungkin, Seungmin tidak terlalu dekat dengan Jeno. Tetapi, rasa penasaran itu mendorongnya mencari tahu. Seungmin selalu sembunyi, sebab ia takut Jeno merasa diperhatikan.
"Duh, bangsat. Pusing."
Benar saja, itu salah satu umpatan dari Jeno. Suara ketukan lantai yang cukup berat, menandakan bahwa ia setengah menyeret langkahnya. Seungmin mengintip dari celah pintu. Pemuda itu tengah berusaha membuka pintu.
Ayo, Hanan Seungmin Angkasa! Tanya dia! Kamu penasaran 'kan? Seungmin berhalusinasi, sisi penasaran itu bicara padanya.
"Bukanya pakai tenaga, bukan pakai ngumpat."
✩
Jeno menarik tangannya yang tertimpa Seungmin. Terkejut akan kehadiran salah satu temannya. Apalagi, ia membukakan pintu itu.
"Makasih." Jeno masuk, namun, lagi-lagi ujaran Seungmin mencegahnya.
"Mau sampai kapan pulang babak belur begini?"
Duh, udah kayak bapak gue aja. batin Jeno. Ia menggeleng kuat, menyatakan ketidaktahuannya atas pertanyaan Seungmin.
Jeno menjawab, "Sampai kapan lo mau perhatiin gue kayak begini? Sana masuk, tidur. Besok lo harus ngajar 'kan?"
Seungmin menggeleng. "Lo harus cerita, Janu."
Jangan panggil gue Janu! teriak Jeno dalam hatinya. Ia ingin sekali berteriak pada Seungmin. Namun, diyakini ia akan habis di tangan para perempuan EMDEL.
"Kapan-kapan, kalau waktunya tepat."
"Kalau waktunya tepat atau telat?"
Sulit menghadapi Seungmin dalam berargumen. Namun, Jeno tetap pada pendiriannya. "Waktunya tepat. Gue mau istirahat."
Jeno menu—membanting pintu kamarnya. Menyatakan ia marah, ia tidak suka jika privasinya diganggu barang sekecil apapun. Pemuda itu melempar tubuhnya ke atas kasur. Namun, ia mengerang lagi. Sakit!
Sebuah tonjokan di bahu serta luka gores pada pelipis sudah cukup untuk hari ini. Namun, tak cukup untuk membuatnya jera. Masih ada esok. Masih ada kesempatan lainnya.
Lelaki itu menutup kedua mata dengan lengan kekarnya. Napasnya memburu. Pikirannya meliar. Dalam benaknya, ia pun mempertanyakan hal yang sama.
Sampai kapan gue pulang babak belur begini? Sampai kapan gue bertahan?
Arjeno Januar Wijaya, sampai kapan lo mau berbohong?
✩
Kafe itu tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan pagi hari pun, beberapa orang memenuhi meja kecil di dalamnya. Sebagian sibuk dengan pekerjaannya. Sisanya sibuk dengan sarapannya.
"Tika, sarapan dulu!"
Chaeyoung tahu itu dituju padanya. Namun, gadis itu tidak mengacuhkan panggilan sang ibu. Netranya tetap memandang jalanan yang sudah ramai.
Bosan diabaikan, wanita paruh baya yang dipanggil Mama itu menepuk bahu gadisnya. "Sa. Ra. Pan."
Chaeyoung menoleh dan tersenyum kaku. "Aku bawa aja ya, sarapannya? Sebentar lagi ada kelas."
Beruntung Mama setuju. Gadis itu kembali pada jalanan. Pikirannya melanglang buana. Salah satunya, tentang Sunwoo.
Bohong kalau Chaeyoung tidak khawatir pada pemuda itu—yang masih menjabat status sebagai pacarnya. Sudah 2 hari, namun belum lagi mereka bertemu. Hal itu cukup membuatnya khawatir.
"Parah, lo kenapa nggak bisa dihubungin, sih?"
"Siapa yang nggak bisa dihubungin?"
Chaeyoung terperanjat, baru saja ia melangkahkan kaki keluar. Lelaki yang dinanti kabarnya itu akhirnya muncul juga! Tapi, kenapa harus sekarang?
"Oh, itu. Cowok gue yang namanya Kaesang Sunwoo Bragaskara belum ada kabar sampai sekarang," jawab Chaeyoung serta melempar tatapan tajam pada Sunwoo.
"Ada ya, cowok yang menghilang tanpa kabar gitu?" Sunwoo melipat kedua tangannya, berusaha menantang gadis itu. "Kurang ajar banget dia, bikin ceweknya khawatir."
Lantas keduanya tertawa. Bahkan Chaeyoung lupa jika ia harus pergi. Wajah Sunwoo pun nampak lebih bersemangat dari sebelumnya. Pagi itu, dunia hanya milik mereka. Setidaknya untuk sementara.
Sebelum keadaan kembali mengusik mereka.
"Eh—"
"Lo udah mau telat, ayo gue anter." Sunwoo menarik tangan gadisnya menuju parkiran. Sudah lama ia tidak berboncengan dengan si jangkung. Haha, gue kangen di-back hug Chaeyoung. begitu, katanya.
Namun, Chaeyoung terdiam sepanjang perjalanan. Atensinya hanya tertuju pada satu hal. Tak lain dan tak bukan adalah pemuda di depannya.
Serta sebuah luka gores panjang pada lengan kanannya.
Empat Delapan
hyebae ✩ 2019.Hai! Siapa kangen, nih? Nggak ada ya, yaudah ☹
KAMU SEDANG MEMBACA
Empat Delapan.
Fiksi PenggemarSelamat datang dalam dunia mereka, sembilan belas muda-mudi Bandung yang terikat dalam benang merah persahabatan. Contain harsh words. © liareumdaun, 2019. Find us on LINE! #PATLAPAN Best record : #1 on Millenial 💥