Etterbeek
"Apa aku menyiksamu?" Rapunzel bertanya dengan nada datar, menghentikan sapuan warna ke sketsa gambarnya tanpa ekspresi. Tidak ada sahutan.
Ia memiringkan kepala lalu mengalihkan perhatian dari kanvas di hadapannya, menatap pemuda berwajah pucat pasi yang berdiri agak jauh di tengah hamparan luas tanah berumput dengan nyawa yang hampir melayang dan terlihat seperti mumi.
"Dia tidak akan menyerangmu. Kenapa kau takut? Lihat... Kakimu gemetar, kau belum makan siang?" Kali ini, cucuran keringat justru semakin membanjiri pelipisnya.
"Henry, kau bisa carikan cemilan untuknya?" Rapunzel tersenyum ketika burung hantu salju jantan besar yang bertengger di pundak pria itu menguatkan cakar tajamnya. "Belalang, katak, atau... Tikus saja di kebun halaman belakang."
"Ti-Tikus, nona?"
Rapunzel mengangguk tenang sembari mengaduk-aduk cat air hijau daun pada palet keramik di atas meja, menyamakan dengan pemandangan pohon di samping pria itu, sebelum mulai mengambil kuas berbahan stainless steel yang ujungnya melebar seperti kipas.
"Henryku pintar berburu. Kalian bahkan tidak bisa menyingkirkan pengerat itu meski kusuruh. Bagaimana kalau istirahat sebentar? Kenyangkan perutmu, setelah itu kita lanjutkan lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUNZEL (SUDAH TERBIT)
Short Story(Tersedia di Karya Karsa @namuma) Malam itu, Heinrich memimpin tim pemadam kebakaran menuju tengah hutan. Ke sebuah menara tinggi terpencil, jauh dari desa. Di atas sana, Heinrich melihat untaian rambut pirang panjang seorang gadis membelakangi jend...