Part 6 | The Touch

630 79 36
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku benci bau obat-obatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku benci bau obat-obatan. Jangan hanya berdiri di tengah-tengah. Keluar..atau masuk..? Cepat tutup pintunya." Heinrich mendapat sambutan yang tidak begitu ramah, bahkan cenderung ketus saat dia masih berdiri di ambang pintu salah satu kamar inap.

Perempuan itu menggigil kedinginan, dibebat selimut yang membungkus tubuhnya mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kulit bibirnya pecah – pecah dan pucat.

Heinrich menghela napas panjang namun tak berniat mendebat. Ia melangkahkan kaki lebih jauh ke dalam, lalu pintu kayu bernomor di belakangnya bergerak menutup. Rapat. Heinrich memutuskan untuk masuk dan aroma lavender dari pot bunga kecil di atas meja segera menyeruak hidung Heinrich. Itu tanaman pengharum ruangan yang dijadikan filter udara, menghilangkan bau obat-obatan yang tidak gadis itu sukai dan menggantinya dengan wewangian.

Deru suara AC membuat perhatian Heinrich lantas teralihkan.

"Ada apa dengan pakaian ganti yang mereka sediakan?" tanyanya sembari berjalan mendekat, tanpa mengalihkan lirikan dari tumpukan setel baju rumah sakit yang teronggok di dekat kaki ranjang.

"Kau tidak lihat? Itu jatuh. Sudah kotor. Aku tidak mau memakainya."

"Bagaimana bisa jatuh?"

"Tidak sengaja kutendang," jawab gadis itu santai.

Heinrich hanya menggeleng pelan sebelum memungut kembali baju itu lalu berbalik, tidak membuka suara lagi ketika tangannya meraih gagang pintu.

"Kau mau pergi lagi? Secepat itu? Tapi kau baru saja datang. Aku menunggumu dari tadi."

Heinrich terdengar mendesah, berhenti sejenak dan kembali menarik tangannya dari gagang pintu. Tidak jadi keluar. Entah kenapa dia selalu menuruti permintaan gadis itu. Rasanya terikat, seolah dikendalikan. Heinrich menoleh dan gadis itu tampak menghempaskan selimutnya, membuat Heinrich bisa melihat rambut pirangnya tertimpa semburat matahari terbit ketika cahaya mulai menerpa bingkai jendela.

"Tidak usah kau ambilkan yang baru." Rapunzel mengubah posisi, beralih menghadap Heinrich yang hendak menukar baju pasiennya. "Lagipula aku tidak suka dengan modelnya. Jadi percuma, mungkin nanti aku tidak sengaja menendangnya lagi."

RAPUNZEL (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang