Setelah welcoming party tersebut, Kartala tidak pernah bertemu dengan Kiara lagi. Memasuki semester tiga, Kartala mulai merasa kelelahan karena kuliah yang taking toll banget. Memang benar kata seniornya, semester tiga itu mulai keluar nyebelinnya kuliah. Praktikum yang tidak kenal jam, belum lagi laporan nya. Walaupun ngaku udah terbiasa, kalau lelah ya bagaimana? Belum lagi organisasi dan band yang selalu perlu akan dirinya. Untuk pertama kalinya, boro – boro kepikiran nyahutin cewek, bisa tidur malam dengan tenang aja udah sesuatu baginya.
"Woy pak Ketuplak, bengong ae. Mikirin cewek yang mana lagi?"
Pikiran Kartala langsung buyar ketika Dira, sekretaris acara yang akan dia bawahi, melemparkan setumpuk kertas ke kepala nya. Di minggu – minggu sibuk gini, kelas kosong adalah surga bagi semua orang, apalagi kalau dosen yang rajin nya gak ketulungan. Makanya, ketika tahu kelas dinamikanya dibatalkan, Kartala langsung lari ke sekre UKM Apres untuk numpang tidur. Sialnya, malah ada yang datang mengganggu. Bukan salah Dira juga sih.
"Anjir, apaan ini kertas banyak amat dah Dir?" Tanya Kartala dengan bingung, sembari melihat tumpukan kertas – kertas itu sekilas.
"Tuh respon form orang – orang yang ikut open recruitment GaFest. Masa lo lupa proker lo sendiri." Jawab Dira, memutar bola matanya.
"Bukan itunya, tapi sumpah sebanyak ini yang daftar? Kok bisa gitu anjir?"
"Yaa acara GaFest ini kan salah satu acara paling besar di kampus juga Al, gengsinya woy."
"Tsk, males gue ngereview satu – satu. Lo aja sana, pilih yang paling menarik menurut lo yang mana Dir. Yang penting koor nya udah lo pilih yang bener kan?"
"Nih, baca aja list nya." Dira memberikan Kartala buku notes kecil nya.
"Hah? Acara – Bayu Kimia, LO – Kendra DKV, Protokoler – Kaisar Mesin, Pubdok – Ezra Dirgantara?! Anjir siapa nih yang milih? Wah bisa ancur ini acara, ancur." Tanya Kartala, ngga meneruskan membaca list nya karena sisanya nama – nama teman yang ia kurang kenal.
"Yang milih gue, Alma, sama Dio. Lo kan waktu kemaren rapat pemilihan ginian, izin buat ngisi acara kan. Yaudah ini yang kita dapet." Jawab Dira tanpa mempedulikan Kartala yang masih mengebul dengan rasa kesal.
"Kaisar sama Ezra aja bukan anak Apres Dir, kenapa mereka? Anak Apres yang lain kemana? Donny, Candra, Gerald?"
"Udah kesabet duluan di UKM mereka yang lain. Lagian Al, susah juga pertahanin panitia yang kita punya sekarang. Mereka juga diincar di UKM lain karena tau kalau mereka yang terbaik di bidang kepanitiaan ini."
"Hmm, iya juga sih Dir. Ini bukan event internal Apres juga tapi udah jadi acara besar satu kampus."
"Nah tuh lo tau. Bersyukur aja sih Al, mending gini dari pada dapet orang yang gak jelas. Bayu sama Kendra emang ngga jelas, tapi kinerja mereka belum ada yang bisa nyaingin, Al."
"Tsk yaudah, thanks parah ya Dir."
--
Kiara Pramesty joined PANITIA Ganesha Fest
"Anjing ini seriusan?!" Kata Kartala, buku Aircraft Performance and Design karya John Anderson nya langsung terlupakan begitu saja. Dengan cepat, Kartala langsung mengetik pesan di dalam group koor Ganesha Fest.
Kartala Yudhantara: Woy ini siapa yang milih anak exchange deh?
Andira Sarasvati: Gue, terus gue masukin pubdok soalnya dia taro di pilihan pertama. Lagian kata lo pilih yang menarik, ya jelas ini menarik perhatian karena anak exchange.
Ezra Manendra: Tau dari mana dia anak exchange, Al?
Bayu Badri: Wadaaw, ada apa nih antara pak Ketuplak dan anak exchange? Apakah sedang bertukar hati? Spill dong pak anggota nya @Ezra Manendra
Kartalaa Yudhantara: Bacot, kaget doang gue anjir.
Kartalaa Yudhantara: Udah bubar bubar. Jangan lupa bagiin job desc ke anggota lo pada terus ingetin jumat besok ada rapat perdana oke! Selamat istirahat akang teteh qu :*
Bayu Badri: Idih jomblo.
Menghiraukan pesan terakhir dari Bayu, jujur, memang awalnya terasa berat menjalani sebagai ketuplak untuk acara Ganesha Fest. Namun pada akhirnya, Kartala menemukan titik yang membuatnya termotivasi untuk sedikit semangat di rapat perdana nanti.
--
Ketika memasuki Studio musik kecil di jalan Cihampelas nomor 4 itu, Kartala melihat muka – muka anggota bandnya yang terlihat sangat lesu, termasuk sang manager, Rizieq. Menghela nafas Kartala yakin banget ada yang ngga beres. Ia pun teringat perannya sebagai drummer dan frontliner. Bukan sombong, tetapi ngga bisa dipungkiri juga kalau Kartala merupakan jiwa dari band ini, selain karena ialah yang dulu mempunyai ide untuk membuat band.
"Kenapa, Zieq?" Tanya Kartala, sembari duduk di sofa sebelah Rizieq.
"Republika mau kita hiatus dulu Al. Kata Abiyu, kita semua lagi kehilangan arah." Ujar Rizieq sambil nunduk.
"Hah? Bukan nya bulan lalu kita ada beberapa gigs? LA? Love Festival? Lokatara? Belum lagi acara di Café sama kampus." Kata Kartala, "Si Abiyu kenapa deh? Aneh banget sumpah, ada – ada aja. Gue obrolin deh sama dia. Oh ya Zieq, kita jadi manggung kan di lapangan Gasibu lagi minggu depan? Mau bawain lagu apa nih, Iz?"
Seluruh ruangan itu pun masih hening. Kartala menghela nafas, amarahnya mulai naik. Untungnya, sebelum Ia mengeluarkannya, Zain mengangkat suara.
"Al, Abiyu ada benernya. Gue pribadi ngerasa kalau kita lagi mencar – mencar pikirannya, walaupun lagi di panggung. Kerasa banget kalau tujuan kita tuh lagi beda – beda, ngga di sini. Ngga di panggung." Ujar Zain.
"Gue setuju dengan Zain. Mungkin kita teh kudu nyari arah masing – masing dulu biar bisa balik lagi sama warna yang baru!" Ujar Faiz.
"Tapi lo pada inget kan, alesan awal kita mau ngeband? Inget seberapa pengen nya kita tampil? Terus karena hal begini, kita langsung hiatus gitu?" Tanya Kartala, sembari menahan amarahnya.
"Karena itulah kita hiatus, Al. Hiatus bukan berarti kita kelar. Toh ini juga ada halnya sama suruhan dari Abiyu, yang membawahi kita. Dia cuma minta kita buat rehat masing – masing sambil bikin materi yang baru." Ujar Rizieq. "Urusan gigs yang di depan, udah serahin aja sama menejemen yang bakal ngontakin orang – orang. Bisa disettle itu mah."
Nafas yang awalnya tidak teratur karena menahan emosi, pelan – pelan nafas nya menjadi lebih tenang. Anggota lainnya yang awalnya masih diam gelisah, sekarang terlihat mulai lebih stabil emosinya.
"Oke, kalau itu emang yang terbaik, gue ikut aja."
--
GEBRAK!
Suara pintu kamar kost nomor 9 itu dibuka secara paksa, membuat penghuni di dalamnya kaget.
"Si bangsat, gue kaget anjing." Umpatan itu datang dari mulut Ezra secara otomatis, yang sedang di depan laptopnya, berkutat dengan Premiere Pro.
Tidak memperdulikan, sang pelaku menutup paksa pintu tersebut dan rebahan di atas kasur Ezra yang rapih banget. Melihat kelakuannya, Ezra cuma bisa mendengus. Ia yakin sahabat nya ini baru mengalami sesuatu yang tidak enak, sampai segini nya ngegebrak pintu kamarnya.
"Gue tau lo lagi kesel Al. Tapi inget tempat lah." Ujar Ezra, "jangan goblok – goblok banget setidaknya." Lanjutnya, berguman.
"Ja, band gue hiatus."
Mendengar hal tersebut, Ezra tertegun dan berhenti mengerjakan kerjaan di depan nya. Bagaimana tidak, hal yang sangat penting di dalam hidup sahabatnya, harus diberhentikan. Entah untuk sementara, atau bagaimana. Otak pemikir Ezra, langsung mikir jauh.
"Tapi gue lega. Hati gue lega."
Pikiran tersebut langsung berhenti dan mengerti dengan kondisi sahabatnya.
"Lo memang perlu itu, Al."
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Senja
ФанфикBandung 2019. Dua orang yang tepat, bertemu di waktu yang tepat. Tetapi, akankah tepat untuk selamanya? -- This is the first story that I ever post on the Internet. Before then, I only write for my own satisfaction. I decided to send it here becaus...