chapter 3

1.3K 103 9
                                    

The story belongs to it's real author. I just remake it into NoRen version

Typo is bonus
Happy Reading~~


















Setelah insiden itu, Mark mengantarkan Renjun pulang, dan pada
akhirnya setelah Renjun memaksanya dan meyakinkan bahwa dia
baik-baik saja, lelaki itu mau meninggalkannya dan pulang. Malam
itu Renjun berbaring di dalam kegelapan, berusaha tidur tetapi
matanya nyalang. Dia lalu duduk dan membuka laci di samping
ranjangnya, di sana ada obat pil kecil di dalam botol kaca, obat
penenang dari psikiaternya, dengan dosis kecil, hanya diminum kalau
Renjun mengalami serangan panik akibat trauma kecelakaannya.
Dia sudah lama sekali tidak meminum pil itu....
Apakah sekarang dia harus meminumnya lagi? Ingatan akan kejadian
di restoran tadi masih membuatnya mual. Rasanya begitu menyiksa
ketika merasa ketakutan tetapi tidak tahu kenapa. Renjun menghela
napas panjang, menutup kembali laci itu dan berusaha melupakan niat
untuk meminumnya. Dia sudah sembuh, dia tidak akan kembali lagi
menjadi Renjun yang depresi dan didera ketakutan. Mungkin lilin itu
hanya mengingatkannya pada sesuatu di masa lalunya, sesuatu yang
mungkin sudah tenggelam dalam ingatannya sehingga tidak bisa
dipikirkannya lagi.
Renjun akan berusaha supaya tidak dikalahkan oleh ketakutannya.
Dia pasti bisa. Apalagi dengan hadirnya Mark dalam hidupnya yang
membawa secercah cahaya baru bagi kehidupan Renjun.
Mark...
Tanpa sadar bibir Renjun mengurai seulas senyuman ketika
mengingat makan malam mereka yang indah, yang diselingi dengan
percakapan yang mengasyikkan, semuanya sempurna dengan Mark dan
Renjun berharap akan selalu sempurna..







Pagi hari ketika Renjun memasak sarapannya, telur dan roti
panggang, ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya
ketika melihat ada nama Mark di sana,
“Halo?” Renjun bahkan tidak bisa menyembunyikan senyumnya yang
terurai yang terpantul dalam suaranya.
“Renjun, bagaimana keadaanmu?” Suara Mark tampak renyah di
seberang sana, membuat senyum Renjun melebar.
“Aku baik-baik saja, maafkan aku ya kemarin membuatmu cemas.”
“Aku senang kau baik-baik saja.” Mark berdehem sejenak, lalu
berkata, “Aku mampir ke sana ya, kebetulan sekarang sedang di dekat
rumahmu, kita berangkat kantor bersama.”
Senyum Renjun melebar tanpa dapat ditahannya, “Iya, aku tunggu
ya.”









Setelah mematikan teleponnya, Mark menyetir mobilnya dengan
sedikit lebih kencang, menuju ke arah rumah Renjun, impulsif
memang. Tetapi reaksi Renjun kemarin membuatnya cemas, ada
sesuatu di sana, Renjun sudah jelas-jelas ketakutan meskipun
perempuan itu mungkin tidak menyadari kenapa.
Sudah tugas Mark untuk menjaga Renjun.
Dulu dia melakukannya karena memang pekerjaan, tetapi sekarang
dia sadar. Ada perasaan yang terlibat, dan perasaan itu ingin
memastikan bahwa Renjun akan selalu baik-baik saja.
Ponselnya berkedip-kedip lagi, membuat Mark meliriknya dia
mengangkatnya dan berdehem lagi, mencoba menenangkan suaranya.
“Apakah ada tanda-tandanya?” suara di seberang sana tanpa basa-basi
langsung bertanya. Tetapi memang tidak perlu ada basa-basi lagi,
mereka harus mengatur percakapan seefektif dan sesingkat mungkin
untuk menghindari bocornya informasi.
Mark tanpa sadar menganggukkan kepalanya meskipun menyadari
bahwa orang di seberang sana tidak mungkin melihatnya, “Kemarin
dia sangat shock, ada sesuatu aku yakin.... aku akan berusaha mencari
informasi.”
“Bagus.” Suara di seberang sana terdengar tegas, “Dan pastikan dia
tetap aman. Kita sudah mengusahakan segala cara untuk
menyembunyikannya, jangan sampai apa yang sudah kita lakukan ini
gagal seluruhnya.”
“Baik.” Mark menjawab cepat dan teman bicaranya di seberang
langsung memutus percakapan. Lelaki itu lalu melajukan mobilnya ke
rumah Renjun.







Mark membuka pintu dengan ceria, dan tersenyum kepada Mark
yang tersenyum manis di depan pintunya, lelaki itu mengangkat
kantong kertas yang ada di tangannya,
“Donat dengan gula halus yang manis.” Gumamnya sambil
mengedipkan matanya, “Kuharap kau tidak sedang diet.” Renjun
tertawa, “Kurasa aku rela mengorbankan segalanya demi sebuah
donat di pagi hari.” Dia membuka pintunya dan membiarkan Mark
masuk, “Masuklah, aku sedang menyeduh kopi.”
Mark mengikuti Renjun dan melangkah ke dapurnya yang mungil, hari
masih pagi dan mereka bisa sarapan sejenak sebelum berangkat
kantor. Dengan cekatan Renjun menuang kopi ke cangkir putih yang
telah disiapkannya, harum aroma kopi menguar di udara dengan
segera,
“Pakai gula atau cream?” Renjun bertanya pada Mark yang duduk di
kursi makan dan mengamatinya sambil tersenyum manis.
“Jangan gula, satu sendok cream saja.” mark menunjuk ke kantong
kertas berisi donatnya, “Aku sudah memberikan jatah gulaku di donat
ini.” Tawanya.

REMAKE//DATING WITH THE DARK //NOREN VERS.//GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang