chapter 9

943 69 11
                                    

.The story belongs to it's real author. I just remake it into NoRen version






Typo is bonus
Happy Reading~~









.

.

.

"Renjun?" Mark bertanya pelan ketika Renjun tak juga menjawab,
menyadarkan Renjun dari keterkejutannya. Dia bahkan sempat
menjauhkan teleponnya dari telinganya, menatapnya dengan tidak
percaya. Masih diingatnya jelas kata-kata kejam Mark ketika
memutuskan telepon waktu itu, bahwa Mark tidak akan kembali dan
bahwa dia tidak ingin Renjun menghubunginya lagi. Tetapi kenapa
sekarang, lelaki itu berubah pikiran lagi dengan begitu cepat?
Jauh di dasar hatinya Renjun ingin memberikan kesempatan kepada
lelaki itu, lelaki yang sempat dia pikir bisa membuatnya membuka
hatinya, berbagi perasaan dalam kisah yang romantis. Tetapi
perlakuan Mark kepadanya kemudian, yang dengan entengnya
menyuruh Renjun menjauh, membuat Renjun ketakutan, ragu untuk
memberi kesempatan.
Bagaimana jika nanti ketika Renjun memberi kesempatan, pada suatu
waktu lelaki itu tiba-tiba berubah sikap tak jelas lagi dan menyuruh
Renjun menjauh? Akan dihancurkan bagaimana lagi hati Renjun?
"Kenapa kau menghubungiku lagi Mark?" Suara Renjun bergetar
ketika berusaha berkata-kata, "Bukankah kau sendiri yang bilang
supaya aku tidak menghubungimu?" Kepahitan terdengar jelas di
sana, manifestasi rasa sakit Renjun karena perlakuan mark kepadanya.
Tentu saja Mark bisa membaca kepahitan di suara Renjun, dia
menghela napas panjang, "Maafkan aku...waktu itu aku kalut, aku
benar-benar terhempas ketika menyadari bahwa kau..."Suara Mark
terhenti mendadak, seperti mobil yang direm tiba-tiba hingga
menimbulkan suara berdecit keras. Membuat Renjun mengerutkan
keningnya,
"Ketika menyadari bahwa aku apa, Mark?"
Hening. Sepertinya Mark kehabisan kata-kata di seberang sana. Lelaki
itu mendesah,
"Bukan...aku salah bicara. Mengertilah Renjun, aku hanya sedang
kalut waktu itu...aku aku putus asa...tetapi sekarang setelah aku
menelaah semuanya, aku sadar bahwa yang kuinginkan hanya satu,
aku ingin bersama denganmu."
Putus asa? Renjun mengerutkan keningnya, kenapa Mark terus-terusan
bersikap misterius seperti ini? Entah firasat Renjun benar atau tidak,
dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan lelaki ini.
"Renjun...apakah kau mau memberiku kesempatan lagi? Setidaknya
untuk menjelaskan?" Mark bergumam ketika tidak ada tanggapan dari
Renjun.
Renjun merenung, lama, kemudian dia menghela napas panjang.
"Aku tidak tahu Mark, akan kupikirkan nanti." Lalu Renjun memutus
teleponnya tanpa menanti jawaban dari Mark, dan tiba-tiba merasa
bersalah karena ada sebuah kepuasan kecil karena telah sedikit membalas sikap kasar yang dilakukan Mark ketika menutup teleponnya
waktu itu.
Hanya jeda sedetik setelah Renjun memutus telepon, telepon itu
berbunyi lagi. Renjun bahkan tidak melihat nomornya, dia langsung
menjawabnya dengan jengkel.
"Sudah kubilang aku akan memikirkannya dulu! Jangan paksa aku
memberikan jawaban sekarang..."
Hening sejenak, lalu suara itu terdengar. "Renjun?" Ada nada geli
dari suara di seberang itu.
Renjun terperangah, mengenali suara yang dalam dan maskulin itu,
dia menarik ponselnya dari telinga, dan melihat nomor yang berbeda
di sana.
"Oh... maafkan aku... aku kira kau orang lain." Jawab Renjun
kemudian dengan rasa malu.
Jeno terkekeh di seberang sana, "Siapa? Mantan pacar yang
ingin kembali?" tebaknya, masih dengan nada geli yang terselip di
sana.
Pipi Renjun merah padam mendengar tebakan Jeno yang
hampir tepat itu, dia berdehem untuk membuat suaranya terdengar
meyakinkan.
"Itu bukan masalah." Dia mengelak, "Mantelmu sudah selesai di
laundry."
"Terima kasih." Lelaki itu menjawab cepat dengan sopan.
Renjun mengerutkan keningnya gugup, bingung harus berkata apa,
"Apakah...apakah kau ingin aku mengantarkannya? Atau kau akan
mengambilnya?"
"Aku akan mengambilnya." jawab lelaki itu tenang.
Tiba-tiba Renjun merasa curiga, "Kau sudah tahu alamat rumahku,
ya." Lelaki itu bisa mengetahui nomor ponselnya tanpa dia
memberitahunya, tidak menutup kemungkinan Jeno juga sudah
tahu alamat rumahnya.
Jeno terkekeh, "Sudah kubilang aku punya banyak koneksi."
Renjun mau tak mau tersenyum mendengar nada pongah dalam suara
lelaki itu. Ini adalah jenis lelaki yang selalu mendapatkan apa yang
dia mau. Renjun harus berhati-hati, Lee Jeno terlalu
mempesona, dan Renjun tidak mau dengan mudahnya jatuh ke dalam
pesona laki-laki, tanpa tahu apa yang dihadapinya. Sudah cukup dia
bertindak bodoh dengan terlalu berharap kepada Mark kemarin. Renjun
tidak akan mengulanginya lagi, karena bahkan keledai yang selalu
dipandang sebagai mahluk yang dungu pun, tidak akan jatuh ke
lubang yang sama untuk kedua kalinya.
"Jadi bagaimana caraku mengembalikan mantel ini?" tanya Renjun
kemudian.
Jeno tampak berpikir, "Aku tidak akan berkunjung ke
rumahmu. Itu mungkin akan terasa tidak nyaman bagimu karena aku tahu kau perempuan yang tinggal sendirian, dan kau tidak terlalu
mengenalku. Bagaimana kalau kita makan malam bersama?" Lelaki
itu menyebut nama sebuah restoran mewah di pinggiran kota. Renjun
tercenung, meragu, apakah ini ajakan kencan? Ataukah hanya
perlakukan sopan biasa? Apa yang harus dia lakukan?
"Hanya makan malam formal untuk menghormati pertemanan kita."
Jeno bergumam di sana, seolah mengerti keraguan Renjun,
"Kuharap kau mau menerima undanganku. Anggap saja itu sebagai
uang sewa mantelku."
Candaan lelaki itu berhasil membuat Renjun tersenyum, "Baiklah,
aku mau." Mungkin ini memang kesempatan Renjun untuk bersantai
dan berusaha melupakan Mark.
"Besok, kujemput jam tujuh malam. Terima kasih Renjun." Dengan
sopan Jeno menutup teleponnya.






REMAKE//DATING WITH THE DARK //NOREN VERS.//GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang