Pasrah atau menyerah dengan keadaan. Aku rasa kedudukanku sedang bersama keduanya.
•────────────•
Hari ini adalah hari yang penuh duka. Ucapkanlah kedukaan kalian terhadap perasaan Raya yang hancur atas menghilangnya Putra usai mengucapkan kata selamat dari balik ponsel—3 hari yang lalu. Menjelaskan kerinduan terhadap Putra rasanya sulit. Cekatan di kerongkongan selalu memaksakan Raya agar tidak menggumami nama pria itu. Hal ini merupakan cara tersulit untuk menahan tangis kerinduan terhadapnya.
Dalam keadaan sadar tidak sadar, wajah Raya tengah dipolesi berbagai kosmetik. Beberapa jam lagi pernikahannya dan Arka akan segera berlangsung. Faktor utama atas kedukaan Raya. Apa kabar dengan hidupnya nanti? Apa dia pantas bahagia setelah ini?
Raya masuk ke dalam salah satu bilik untuk mengganti pakaiannya dengan gaun pernikahan. Gaun putih modelan seksi di bagian bahu, bawahan yang menjuntai hingga menyapu lantai serta rambutnya yang ditata menjadi Bob Vintage keriting semakin menambah kesan anggun dan menawan bagi siapa saja yang melihatnya.
"Kau tampak cantik, Sayang." Rasti menyambut Raya penuh kebahagiaan. Sementara di lubuk hati Raya yang paling dalam, siapa yang menikah, siapa pula yang bahagia. Raya tampak rapuh di atas pernikahan ini.
"Mari ke luar!" ajak Tio ketika Raya selesai dari rias-meriasnya.
Raya melangkah ke luar dengan langkah berat. Pedih sekali menghadapinya pernikahan paksa ini. Mencoba kabur pun rasanya percuma.
Di ruang tengah sudah ada penghulu dan beberapa saksi yang akan menjadi bukti resmi pernikahan mereka. Arka datang bersama Adam. Pria itu menatap Raya dalam diam bersama tatapan yang tak terbaca. Apa Mungkin karena dia merasa bersalah?
Arka menghampiri Raya dan meraih pergelangan tangannya. Menghampitnya pelan untuk ikut bersama. Mereka berdua duduk di depan penghulu ditemani berbagai pikiran yang bercampur aduk jadi satu.
Arka menyambut uluran tangan sang penghulu dengan perasaan tegang. Tidak salah lagi mengapa pria terkadang salah saat menyebutkan nama atau gugup saat menjawab ijab dari sang penghulu. Tangan Raya mendingin, dia sibuk berkelana memikirkan Putra. Hingga akhirnya Raya tersentak dan sadar bahwa semua sudah terlewati.
"SAH!" jawab para saksi dengan antusias.
"Alhamdulillah."
Putra ..., lirih Raya dalam hati.
Arka menarik bahu Raya agar mau menatapnya. Arka mengecup kening Raya secara singkat membuatnya sedikit terhenyak.
"Mengapa kau menciumku?" tanya Raya, emosi bercampur gundah.
"Aku hanya ingin membuatnya terlihat nyata di mata saksi," jawab Arka setengah berbisik.
Raya menghela napas dan mengedarkan pandangannya untuk mencari sesuatu. Hingga dia menangkap satu pemandangan yang teramat dirindukan. Pemandangan itu tengah berdiri gontai seraya tersenyum pilu menatapnya. Tangannya terangkat dan melambai seolah itu adalah lambai perpisahan.
"Putra ...," lirih Raya, entah untuk keberapa kali.
Setetes air mata pun jatuh dari sarangnya. Raya masih bisa melihat sosok Putra yang memberi isyarat agar Raya menghapus air matanya. Lalu Putra pergi ... membawa harapan Raya agar bisa ikut bersamanya.
"Selamat, Sayang," ucap Rasti dengan haru. Dia memeluk erat tubuh Raya.
Selamat mana yang terpenting untukmu, Ma? Selamat atas pernikahanku dengan Arka, atau selamat karena perpisahanku dengan Putra?!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗘𝘃𝗲𝗿𝗹𝗮𝘀𝘁𝗶𝗻𝗴 𝗟𝗼𝘃𝗲 ✔
Romance𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝐝𝐢𝐩𝐫𝐢𝐯𝐚𝐭, 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚. Untuk 17+ ke atas. Kehidupan Raya yang diharuskan untuk menerima perjodohan tanpa kehadiran cinta sangat membuatnya tertekan. Melepaskan Putra adalah ha...