Prolog

646 86 9
                                    

19 Tahun Silam...
Tepatnya musim semi, disaat bunga-bunga Azalea mekar dengan indahnya.

Dibawah sinar bulan yang temaram seorang pria tampan tengah duduk termenung menatap kosong ke arah langit.

"Apa yang membuat bulan purnama lebih indah dibandingkan bulan pada hari- hari biasa...?"

Ia bertanya pada sunyi. Angin bertiup, membawa rasa sejuk dalam hatinya yang kesepian.

Ia termenung seorang diri dibawah cahaya bulan bukan karena tak ada seseorang yang menanti di kediamannya.

Diwaktu yang sama, wanita yang semakin hari terlihat semakin renta, melewati hari- hari dalam penantian pilu.

Jiwa dan raganya kesepian. Ia merindukan sosok lain di dalam rumahnya yang terasa sunyi itu.

"Wahai Dewa yang melindungi para leluhur...aku datang lagi di tengah malam." Ia mulai menyusun bebatuan yang terlihat seperti menara.

"Sepuluh tahun sudah aku menanti..tubuhku yang kian lemah karena tak kunjung melahirkan seorang bayi...tolong dengarkan piluku...aku mulai tenggelam dalam sunyi." Ia melanjutkan keluh kesahnya pada sang Dewa.

Disudut lain, prianya tengah meratapi kesendiriannya. Sudah beberapa hari, pria itu enggan untuk kembali pada wanita yang menantinya ditengah sunyi disetiap malamnya.

"Aku lelah..." keluhnya.

Saat itu, cahaya biru menari di hadapannya.

"Apa ini?" Tangannya perlahan menyentuh cahaya biru yang terlihat lebih indah dari kunang-kunang.

Ia bangkit, dan mengikuti arah mata angin yang membawa cahaya biru itu semakin ke arah Timur menuju pedalaman hutan terlarang di kaki gunung Jiri

Ya, tempat dimana legenda makhkuk mistis bernama Gumiho hidup.

Ia terus berjalan mengikuti cahaya indah berwarna biru berkilauan seperti permata.

Hingga ia tiba dipinggiran sungai di tengah hutan terlarang.

"Apa aku berhalusinasi?"
Ia mengerjapkan matanya berulang kali. Memastikan hal yang ia lihat bukanlah sebuah ilusi.

"Aku tak tahu jika mereka yang selama ini ku takuti begitu indah" gumamnya.

Ia mengintip di balik batu. Melihat sesosok wanita dengan rambut terurai dibawa sinar bulan.

Cahaya biru itu berotasi disekitarnya. Seolah ia adalah sumber kehidupan dari ribuan makhluk kecil yang melintasi setiap inci lekuk indah tubuhnya.

Pria itu semakin takjub saat 9 ekor putih bersih yang terlihat seperti gumpalan bulu domba dan sepertinya lebih lembut daripada sutra yang biasa ia kenakan.

Sembilan ekor yang menancap di tubuh wanita itu, membuatnya tersihir.

Ia seolah lupa tentang beban berat yang telah ia pikul selama bertahun- tahun lamanya.

"Apa kau sungguh nyata?" Ia mendekat ke arah makhluk mistis berwujud wanita secantik Dewi.

Sang wanita menatapnya dengan cahaya kebiruan terpancar dari kedua bola mata indahnya.

"Apa anda akan melenyapkanku nari?" Melesat mendekati si pria tampan bagai cahaya kilat.

"Apa kau berbahaya seperti yang legenda sebutkan?" Pria itu menyentuh kulit sang wanita.

Rasa lembut seolah menjalar dalam pembuluh darahnya. Kulit wanita itu benar-benar lebih lembut dari sutra.

"Kami tak menyakiti tanpa alasan nari" lirihnya. Ia tersenyum.

Gumiho's Groom (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang