🌼Part-9🌼 Tangisan pilu

260 13 8
                                    

Happy Reading

___________________


Setelah tadi dokter memeriksa Natha, dia segera dibawa ke rumah sakit. Setelah menunggu beberapa jam, dokter yang menangani Natha keluar. Mereka segera menghampiri. William, Andrian, Misha dan tak terkecuali Marisa segera berdiri menghampiri sang dokter.

"Anak bapak mengidap sakit Leukimia atau sering disebut juga kanker darah, merupakan salah satu jenis kanker yang berbahaya. Kanker tersebut menyerang sel darah putih yang dihasilkan di sumsung tulang. Kanker darah yang diderita putri bapak sudah berada di stadium 4, pada tahap ini sangat berbahaya dan tahap yang paling beresiko." Jelas sang dokter.

Syok, semua orang kini tengah syok setelah mendengar penjelasan dari dokter. Misha selaku ibunya langsung luruh tak kuat lagi menahan beban tubuhnya, menangis terisak.

"Keadaan semakin sulit, seandainya penyakit itu lebih cepat diketahui, mungkin tidak akan separah ini." Kata dokter melanjutkan.

"Bagaimanapun caranya anda harus bisa menyelamatkan anak saya dok, lakukan apapun untuk kesembuhannya." William begitu khawatir.

"Akan saya usahakan semampu saya, itu sudah menjadi tugas saya sebagai dokter. Diluar itu, bukan lagi kendali saya. Kalau begitu saya permisi."

"Kau begitu bodoh sampai tidak tau apapun tentang Natha" Hardik William kepada mantan istrinya.

"Bagaimana denganmu, kau selalu sibuk mengurusi kebahagiaanmu sendiri."

"Kau... sebagai ibunya harusnya tau."

"Jika kalian di sini hanya bertengkar, sebaiknya pergi dari tempat ini sekarang."

Kedua orang itu hanya mengalihkan pandangan terperangah pada sosok Andrian yang berbicara demikian.

"Biar aku yang akan menjaga anak kalian. Anak kalian? Apa bisa di sebut demikian orang tua yang telah lalai menjaga anaknya?" Andrian lalu pergi setelahnya.

Misha hanya bisa menangis penuh penyesalan, bahkan dia menahan kesakitan demi putrinya, ternyata itu saja tidak cukup. Natha bahkan menanggung rasa sakitnya sendirian tanpa berbagi kepada siapapun.

"Kenapa aku bisa tidak mengetahui apapun mengenai anakku sendiri" William meremas rambutnya frustasi.
Andrian harus menghubungi seseorang yang berpeluang menyelamatkan Natha, dia bergegas pergi meninggalkan rumah sakit.

***

Andrian berjalan dengan tidak sabar memasuki rumah megah bak istana di depannya.

"Den Andrian..." pria paruh baya itu sedikit membungkukan badan menyambut.

"Apakah kakek ada didalam?"

"Tuan ada di taman belakang, den."
Setelah mengucapkan terimakasih, Andrian segera menuju tempat keberadaan kakeknya.

"Kek..."

Meski umurnya sudah hampir satu abad itu, tidak mengurangi wibawanya sama sekali. Dia menoleh, melihat cucunya mendekat. Pasti ada sesuatu yang diinginkannya, wajahnya terlihat cemas.

"Bagaimana kabarmu nak?"

"Baik. Saya ke sini ingin meminta bantuan pada kakek."

"Tidak salah dugaan saya, pastia ada sesuatu yang telah terjadi. Jadi..?"

"Natha menderita leukemia stadium 4."

"Lalu..."

Bukan dia tidak tau keadaan nyawa gadis itu sedang dipertaruhkan, hanya saja mencari celah agar kekacauan tidak semakin melebar.

"Saya ingin kakek menolongnya, apapun, apapun akan saya lakukan asal kakek bisa menyelamatkan nyawanya."

"Baik, saya bisa mengatur itu dengan mudah. Kamu harus memenuhi suatu syarat."

"Syarat apapun akan saya penuhi."
"Bagaimanapun caranya, kamu harus menjauhi gadis itu."

Bagai dijatuhi hukuman, Andrian akan segera merasakan kehancuran. Demi Natha, ya demi nyawanya tetap hidup.

"Akan saya penuhi" Jawab Andrian setelahnya.

"Dan kamu harus menuruskan studi mu kemudian melanjutkan bisnis keluarga kita."

"Baik kek, Andrian akan memenuhi semua syarat itu." Dia tak bisa berbuat apapun sekarang. Tapi tidak suatu saat nanti.

Kesepakatan telah dicapai. Vertnatha akan mendapatkan pengobatan terbaik dari kakek Andrian. Andrian kembali ke rumah sakit. Tidak banyak waktu yang bisa dia habiskan bersama Natha.

***

"Biar Andrian yang jagain Natha, besok Natha akan dipindahkan ke rumah sakit yang lebih baik. Tante bisa pulang untuk bersiap-siap dan beristirahat."

"Kenapa kamu mau melakukan semua ini?" meski terdengar kaku, namun Misha yakin, Andrian memiliki perasaan lebih pada putrinya. Terlihat sangat jelas, dia tak bisa membenci, sebab mereka memang memiliki perasaan yang sama.

"Natha berharga buat saya, memang hal ini sudah seharusnya saya lakukan."

"Baik, kalau begitu saya pulang dulu, kalau ada apa-apa tolong hubungi saya."

Andrian tak menjawab hanya menganggukkan kepalanya. Setelah perginya Misha, Andrian duduk menggantikan Misha. Andrian memandang sendu seseorang yang tengah terbaring dengan berbagai peralatan yang membantu nafasnya tetap terhembuskan.

"Nath..." suara yang sangat parau itu terdengar. Menahan segala rasa sesak yang mendera.

"Maaf, maafin gue..." dengan menggenggam erat tangan yang terbesas dari inpus, sedang matanya tetap menatap lekat.

"Gue bener-bener pengecut, sama sekali tidak bisa melindungi. Sebentar lagi kita bakal berjauhan untuk waktu yang lama..." terdiam sebentar lalu melanjutkan,
"Tapi suatu saat gue bakal nemuin lo dimanapun itu. Lo harus selalu sehat Nath. Lo harus sembuh. Kita... harus bertemu kembali." Dia mengeluarkan sesuatu dalam saku celananya. Kemudian memakaikannya dileher Natha.

"Cantik... lo harus bangun dan lihat betapa indahnya kalung itu berada di leher lo Nath..."

"I Love You" Andrian berbisik lirih di telinga Natha, tanpa terasa dia meneteskan air mata. Suara mesin di ruangan itulah yang mengisi keheningan. Dan tanpa Andrian ketahui, ada satu tetes air disudut mata Natha.

Pilihannya telah benar, untuk tetap diam hingga saatnya dia pergi. Sekarang tak akan ada yang kesulitan dengan kepergiannya.

Begitulah takdir berjalan. Begitu kejam mempermainkan. Hanya harap kini yang bisa mereka andalkan. Sekiranya sudi untuk mempertemukan.

~Tbc

Selamat membaca teman-teman. Terimakasih jika masih ada yang setia menunggu 🤗🤗🤗

Sampai jumpa di part berikutnya 😘

19/10/2020



Aku Memilih Pergi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang