Happy reading
________________Didalam kamar, Natha masih mengamati sesuatu yang berada di tangannya. Sebenarnya siapa yang memberikan dia obat, Vio dan Vero pun mengaku tidak memberikan itu. Bahkan mereka berdua malah balik bertanya. Dan satu nama terlintas begitu saja dalam fikirannya, tapi apa mungkin dia?
Tak ingin terus memikirkan hal yang tidak pasti, Natha memilih mengerjakan tugasnya yang harus di kumpulkan besok pagi. Dia harus bisa menyelesaikan malam ini juga. Berjam-jam Natha berkutat dengan tugasnya, dia lantas beranjak ke tempat tidur. Huft, selesai sudah tugasnya.
***
Pagi yang sedikit suram, karena matahari tidak menampakkan dirinya. Hanya awan hitam yang menghiasi pagi itu. Natha sudah terlihat rapih dengan seragam sekolahnya. Melihat ibunya sedang memasak, dia pun menghampiri.
"Pagi Mom" Natha berucap sambil memeluk ibunya dari belakang, dia selalu merasakan nyaman. Semoga hal seperti ini bisa dia rasakan selamanya.
"Hei, kenapa pumkin mom manja sekali." Ucap ibunya sambil tertawa, melihat tingkah manja anaknya meskipun sudah besar tetapi selalu manja padanya.
"Tunggulah di meja makan, ini akan segera matang, dan panggil Dad mu"
"Dad, where are you?" teriak Natha.
"i'm here pumkin." Dady Natha menghapirinya, memeluk dan mengecup kepala sang putri dengan sayang, kebiasaan yang tak pernah ditinggalkan.
Mereka kemudian menyantap makanan dalam diam, seperti biasa. Natha merasakan hawa yang berbeda pagi ini, sama sekali tidak ada kehangatan yang dia rasakan seperti pagi-pagi sebelumnya.
"Nath pergi dulu mom, dad." Natha segera beranjak dan bergegas pergi kedepan.
Mom dan Dad-nya hanya bisa terdiam, tak mencegah kepergian Natha.
"Aku pun harus segera bergegas."
"Will, kita harus berbicara." ucap Misha tanpa menatap Willi.
"Baik, memang kita hrus membicarakan segalanya, kita tidak bisa lagi menutupi apapun dari Natha."
"KIta akhiri ini segera, aku akan berbicara pada Natha, dia pasti akan mengerti." rasa sesak menghimpit dadanya. Keadaannya semakin sulit dan dia tidak bisa menunda segalanya semakin lama.
"Berbicaralah pada Natha segera dan kita akhiri sandiwara ini. Aku akan kembali ke rumah Marisa mulai hari ini." Kita akan menempuh jalur hukum, untuk menentukan Natha bersamaku atau bersamamu." setelah berkata demikian, Willi pergi begitu saja meningganya Misha yang menangis.
Semuanya kini terasa semakin jelas, kejanggalan yang selama ini dia rasakan akhirnya satu persatu menemukan jawabannya. Pundaknya bagai menahan beban yang berat kini semakin bertambah berat, sebentar lagi dia akan kehilangan segalanya. Tidak akan ada lagi kehangatan di dalam sana, kesepian dan kesunyian segera menyambutnya datang.
Tanpa terasa, pipinya kini telah basah beruraian air mata. Dia harus segera pergi sebelum ada yang melihat. Sejak berpamitan, Natha memang sengaja tidak pergi seperti yag dikatakannya. tetapi dia berdiri dibalik tembok yang menghubungkan pintu keluar dengan ruang makan.
Dia berjalan semakin cepat, tanpa menghiraukan sekitarnya. Tidak lagi mendengarkan sopir yang memanggilnya. Karena merasakan kebingungan. Natha tidak lagi ingin pergi ke sekolah, dia harus menenangkan pikirannya, memikirkan seganaya. Kelanjutan hidupnya.
Kakinya berhenti tepat di halte bus, tak berapa lama bus berhenti di depannya, Natha berjalan menaiki bus. Dia memilih tempat duduk paling belakang. Air matanya kembali jatuh, kenapa sesulit ini setelah mengetahui kebenarannya. Natha menaikkan penutup hodie kepalanya dan memasang headset di telinganya, memejamkan mata dan meresapi sakit yang kini menyerangnya secara bertubi-tubi.
****
"Lo ngapain sih dari tadi mondar mandir kayak setrikaan." Tanya Vero yang baru memasuki kelas dan melihat Viola berjalan mondar-mandir membuatnya pusing.
"Lo ketemu Natha nggk tadi di depan Ver?"
"Nggk liat gue, kenapa Natha? Ada apa?"
"Gue daritadi hubungin nomornya gak di angkat sama dia, ini udah mau bel masuk dan dia belum dateng. gak biasanya dia datang telat. Pasti ada sesuatu terjadi Ver, perasaan gue gak enak."
Vero yang mendengar perkataan Viola menjadi ikut cemas. " Lo coba hubungin Natha terus, gue akan coba cari dia, kalau ada kabar apa-apa lo langsung telfon gue." Tanpa berpikir panajng, Vero berlari menuju parkiran. Dan tadi sempat menabrak bahu Andrian tanpa sengaja.
Andrian yang melihat hal tersebut pun terheran, hendak mengejar namun dia akalah cepat. Dia berlari ke arah kelas Natha, untuk memastikan segalanya. Andrian mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas mencari keberadaan seseorang. Nihil, keberadaannya tidak di temukan, dan matanya melihat Viola, dia segera mendekat dan bertanya,
"Natha di mana?" tanpa bersusah payah memanggil nama lawan bicaranya, Andrian bertanya dengan ketus.
"Kenapa lo perlu tau? Urusi aja urusan lo sendiri!" Balas viola tak kalah ketusnya.
Andrian menghela napasnya, percuma saja dia bertanya pada gadis ini, tak akan menghasilkan apapun, dia harus mencari kebenarannya sendiri. Tanpa berpikir dua kali, Andrian berlari keluar menuju parkiran. Dengan berbekal nekat, Andrian menelfon seseorang dan bertanya,
"Apakah Natha ada di rumah?" tanpa lagi berbasa-basi lagi Andrian to the poin.
".........."
Setelah mendengar kepastian dari seseorang, Andrian yakin, ada sesuatu yang terjadi. Dia tak akan memaafkannya. Bukankah dia telah berjanji, tetapi kenapa seperti ini. Andrian mencoba menghubungi nomor Natha berkali-kali. Tetap nihil, tidak ada jawaban dari Natha.
Begitupun sebaliknya, Viola dan Vero pun belum mendapatkan kabar apapun dari Natha.
Pilihan terakhir, Andrian yakin Natha ada di tempat tersebut. Andrian segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
~Tbc
Haiiii... Apa kabar guys, akhirnya setelah sekian lama stuck, lapaknya sampai berdebu, wkwkwk. Saya kembali mendapatkan hidayah, doakan, semoga lancar jaya sampai ending ya.
Terimakasih, tetap setia menunggu.
Jangan lupa vote 🌟dan komen-nya. Untuk typo bisa langsung komen ya biar segera di perbaiki, baru banget selesai diketik. Terimakasih banyak guys, sampai jumpa di part berikutnya.
Pai pai 😘😘😘
17 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Memilih Pergi (END)
JugendliteraturAku akan memilih jalan lain agar aku bisa melihat mu bahagia meski tak bersama ku -Vernatha Mikhaella Smith Karena egoku terlalu tinggi untuk mengalahkan perasaan yang sesungguhnya ku rasakan -Andrian Ramatha Tidak selamanya sebuah cerita akan berak...