🌼Epilog🌼

233 4 1
                                    

Happy Reading

___________________

Musim semi tengah melanda negeri gingseng ini. Taman rumah sakit di hiasi daun-daun yang berguguran dengan indah. Terlihat seorang wanita yang tengah duduk di atas kursi roda,bersama seorang wanita paruh baya. Wanita itu tengah menatap berbinar pemandangan di sekitarnya. Setelah beberapa tahun terakhir dia hanya berbaring di kasur rumah sakit, berbeda dengan sore ini, dia bisa bebas menghirup udara segar.

"Mom, Natha senang deh bisa lihat daun-daun itu berguguran." ucap Natha, tanpa menatap sang Ibu.

"Iya Nath, tapi Mom lebih senang bisa melihat kamu tersenyum." Sambil mendorong kursi roda Natha secara perlahan dengan menahan air matanya dan rasa sesak yang bersarang di dadanya.

"Natha harap bisa melihat keindahan yang lebih daripada ini Mom."

"Iya kamu bisa Pum, kamu pasti akan segera pulih. Dan kita akan pergi ke tempat-tempat yang lebih indah dari ini. Kemanapun kamu mau."

Natha tidak menjawab, dia mendongakkan kepalanya sembari tersenyum, Ibunya pun menunduk dan membalas dengan senyuman lebih lebar. Menatap wajah pucat putrinya penuh sayang. Dia benar-benar berharap masa sulit yang di hadapi anaknya bisa segera terlewati. Dia akan melakukan apapun demi melihat Natha berdiri dengan kokoh, Natha lah satu-satunya harta berharga yang ia miliki. Dia tidak menginginkan apapun kecuali bisa menemani Natha sampai lanjut usianya. Tak terasa pipinya basah, dia benar-benar takut kehilangan Nathanya, Pumkin-nya.

"Mom, kenapa menangis" tegur Natha saat melihat air mata ibunya.

"Tidak apa-apa, Mom hanya terlalu bahagia bisa menemanimu sekarang. Melihat mata indah kesayangan Mom kembali terbuka."

Natha mengambil tangan sang ibu dan ia tempelkan pada pipinya, selalu terasa hangat dan damai. Natha rasa dia akan selalu bisa menghadapi apapun dengan adanya sang ibu.

"Terimakasih Mom sudah melahirkan Natha, Natha bahagia terlahir sebagai putrimu. Natha bahkan belum bisa membuatmu bahagia, tetapi Natha selalu membuatmu sulit. Maafkan Natha Mom."

"Ssssstttt. Kamu tidak boleh berkata seperti itu, Mom juga sangat bahagia bisa mendapatkan putri yang sangat cantik. Kedepannya sesulit apapun hidup yang akan kita jalani, kita akan selalu bersama-sama. Mom akan selalu bersamamu."

"Sudah... kenapa jadi mellow begini, ayo Mom antar ke kamar, kamu tidak boleh terlalu lama di luar, udaranya semakin dingin." Setelah berkata demikian, mereka berdua pergi ke dalam rumah sakit.

Tanpa mereka tahu, ada orang lain yang diam-diam memperhatikan. Hatinya serasa ingin meledak. Bagaimana tidak? Seseorang itu begitu dekat, namun kamu belum bisa mendekat dan menyapa secara langsung. Dia butuh waktu sebentar, ya hanya sebentar saja.

Lembayung telah berada di perbatasan cakrawala, pekatnya malam siap menggantikan. Gugusan bintang mulai bermunculan menampakkan kerlap-kerlipnya. Tengah malam Natha diam-diam menyelinap keluar dari kamar rawatnya. Mengendap-endap supaya tidak membangunkan Momnya. Dia hanya ingin menikmati udara di malam hari, barangkali suatu saat dia tidak akan bisa menikmati semuanya lagi. Dia duduk seorang diri di taman yang siang tadi di kunjunginya. Disini suasananya begitu tenang. Natha memejamkan matanya, mulai menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.

"Ini begitu menyenangkan, tetapi aku tak tau seberapa lama lagi aku bisa menikmati semua ini." Ucap Natha lirih.

Biarlah, biar semuanya berjalan dan berlalu dengan semestinya. Dia telah berusaha bertahan sampai detik ini. Mungkin raganya telah benar-benar lelah, sudah waktunya ia beristirahat.

Aku Memilih Pergi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang