Terakhir

586 48 42
                                    

(*silahkan dibaca sambil mendengarkan instrumen ini. Kalau habis coba diputar lagi aja ya. Heheh)
.
.
.
__________
Bagai rutinitas; Yujin membonceng guru musiknya ke suatu tempat dengan sepeda andalan. Tak ada sepatah kata pun yang terlontar sepanjang perjalanan. Hanya kebisingan kota malam yang mungkin jadi pemecah hening mereka.

Aneh. Yujin sangat bingung dengan sikap gadis yang tengah duduk di belakangnya ini. Entah harus berapa lama ia dihujam sikap dingin dan hangat oleh Yuri secara tak diduga. Memang, ia bukanlah pria peka. Tapi apa salahnya berkata terus terang kalau pun dirinya memang ada salah.

Dua minggu usai berakhirnya pentas, ia sama sekali tak melihat kehadiran Yuri di mana pun, baik di kampus, tempat biasa mereka membunuh waktu bersama, atau bahkan di sekitaran rumah. Dan selama itu pula guru musiknya itu tak mengindahkan panggilannya sedikit pun; terkadang nomornya aktif, terkadang tidak. Lebih sering ditolak.

Seminggu berikutnya, Yujin nekat untuk mendatangi rumah Yuri, namun berulang kali dihampiri pun juga tak pernah ada, bahkan Hyewon enggan memberi penjelasan kenapa Yuri terus menghindarinya.

Sampai akhirnya, Yuri sendirilah yang menghubunginya lebih dulu. Secara tiba-tiba mengirim pesan dan meminta untuk di jemput pakai sepeda. Inginnya menyusuri daerah pantai tempat mereka membantu anak kecil yang tersesat waktu dulu.

Meski saat itu batin Yujin sendiri sedang bergejolak. Mencari jawaban atas kebingungan-kebingungan yang menimpanya. Tapi ia tetap menuruti keinginan Yuri. Walau ia sedang frustasi dan ingin marah, namun dirinya tak pernah bisa menunjukan itu pada Yuri.

Ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk menyerah pada Yuri.

Gejolak batin itulah yang belakangan kian menggerogiti emosinya. Di samping kebingungannya atas tingkah Yuri, ia pun bingung dengan perasaannya sendiri. Sejak pementasan selesai dan kehadiran Yuri yang mendadak hilang dari pandangnya, ia merasa sepi dan kosong. Ia merasa sesuatu hilang dari dirinya. Dan ia tak menyadari itu sampai Yuri menghubunginya hari ini.

"...aku ingin menyampaikan sesuatu. Mungkin ini yang terakhir. Maaf merepotkan"

Kata-kata Yuri dalam bentuk pesan singkat itulah yang membuatnya lupa bahwa alasan dia mencari sang guru adalah hanya untuk mengucapkan "terima kasih" secara benar. Tapi saat matanya terfokus pada satu kata sederhana namun bermakna itu, Yujin jadi menyadari perasaannya, kini tujuan utamanya pun bukan hanya itu.

Tapi untuk...

"Kita menepi di situ ya" kalimat pertama yang terlontar setelah sekian lama. Diam-diam Yujin tersenyum senang.

Ternyata ia merindukan suara itu. Yujin menurut dalam diam, dan menepikan sepedanya di salah satu pembatas antara area pantai dengan jalan raya. Kemudian Yuri turun dan melangkah lebih dulu menuju dermaga di dekat sana. Yujin mengekor usai memarkirkan sepedanya.

Yujin bergeming beberapa langkah di belakang, memandang siluet tubuh Yuri yang nampak oleh pantulan cahaya senja, bersama helaian surai yang bergerak lembut mengikuti gerak angin. Menatap keindahan yang terlambat ia sadari. Sambil terus menunggu suara khas yang dirindukannya itu terdengar kembali.

Cukup lama. Yujin masih setia menunggu. Mungkin gadis itu sedang ingin menikmati senja dan laut. Pikirnya sedaritadi. Entah, pemandangan kali ini menghangatkan hatinya. Rasanya seperti tak akan pernah bosan jika harus dilihat setiap hari.

Yujin merasa bahagia.

Dan saat ia terbuai oleh keindahan sosok di depan mata, tiba-tiba sosok itu berbalik, bersaman mentari yang semakin menyilaukan. Membuat Yujin terkejut dan terheran.

Teach Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang