Hari ini rencana kami akan dilakukan. Teman-temanku dengan kompak mempersiapkan segalanya. Padahal kita hanya akan membuat Kak Petra cemburu tapi mereka sudah seperti akan mempersiapkan konser perdana.
Kini mereka sedang mendandaniku di toilet. Aku awalnya tidak setuju mereka mendandaniku apalagi kalau sampai memakai bedak tebal, oh, tidak. Tapi mereka tetap memaksaku, akhirnya aku mau dengan syarat bedaknya harus setipis mungkin, harus terlihat natural pokoknya.
“Udah, ah, udah. Bukannya ini terlalu berlebihan, ya.” Aku menyingkirkan tangan-tangan mereka yang masih berusaha menambahkan bedak di wajahku.
“Kurang dikit lagi, kamu belum pake liptint!”
“Biar aku pake sendiri!” Aku mencegah mereka yang berusaha memakaikanku liptint. Lalu aku merebut liptint itu dan memakaikannya sendiri di bibirku. Sempurna, seperti terlihat natural.
Ketika aku ingin menguncir rambutku mereka buru-buru merebut ikat rambutku dan menyembunyikannya. Apa-apaan sih mereka ini? Masa harus digerai rambutnya, kan hari ini lagi panas banget.
“Lho, kenapa diambil sih, siniin!”
“No, no, no! Kamu lebih cantik kalau rambut kamu digerai.”
“Tapi kan cuacanya lagi panas, pasti gerah banget nanti.”
Benar kataku, cuaca hari ini sedang panas, pasti sangat gerah jika menggerai rambut. Tapi mereka tetap tidak mengembalikan ikat rambutku. Aku jadi geram sekali dengan mereka.
“Udah nurut aja.”
“Ya udah, yuk, samperin Alen di kelas,” ajak Dara. Alen lagi, Alen lagi. Kenapa juga aku harus berpasangan dengannya?
Mereka menggandengku menuju kelas. Ah, aku sudah seperti seorang pengantin yang diantar oleh para maid. Tapi aku belum mau menikah, aku masih mau mengejar cita-citaku dulu. Apalagi kalau sampai pengantin prianya adalah Alen, aku semakin tidak mau.
Sampai di kelas aku melihat Alen duduk di salah satu kursi sambil memainkan ponselnya. Sepertinya dia merasa ada orang yang datang, lalu dia menegakkan kepalanya yang semula tertunduk.
Dia terlihat kaget melihatku, sambil terus memandangiku, aku melihat wajahnya perlahan memerah sampai ke telinga. Alerginya sudah mulai muncul.
Megan lalu memukul bahu Alen untuk menyadarkannya.
“Woy! Matanya awas copot, Bang,” ucap Megan.
Alen yang sudah sadar dari lamunannya membuang muka lagi. Sudah mulai deh, sebenarnya apa salahku sampai dia berlaku seperti itu.
“Cie, Alen ... sampai gak kedip gitu natap Rikanya,” goda Icha. Teman-temanku semua tersenyum menggoda, apa sekarang mereka akan mencomblangkan diriku dengan Alen?
Tidak, tidak, itu tidak boleh terjadi. Aku kan masih pacarnya Kak Petra, meski disakiti berulang kali tapi aku tidak akan sampai menjalin hubungan dengan orang lain ketika kami masih berpacaran. Aku bukan tipe cewek yang seperti itu.
“Apaan sih kalian!” Aku menegur mereka supaya tidak bicara macam-macam lagi. Aku tidak suka dipasang-pasangkan dengan orang lain ketika aku masih punya pacar.
“Dih, kok marah sih, kan kita cuma bercanda aja.”
“Terserah-terserah.” Aku duduk di kursi yang sedikit jauh dari Alen, dia alergi padaku bukan, kurasa memang menjauh darinya adalah cara yang tepat.
“Tokoh utamanya kenapa malah jauh-jauhan sih, sini!”
“Gak, ah, udah nyaman di dini.” Aku tetap duduk dan tak mengindahkan perintah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless [TERBIT]
RomanceBerawal dari harapan besar yang bersarang di hati Irika Alamanda. Meski berbagai spekulasi buruk berdatangan, namun itu semua ditampik olehnya. Dia yakin semua tidak begini. Segala rasa sakit, air mata, dan kesaksian orang-orang malah memupuk harapa...