Chapter 22 - Kesempatan yang Sia-sia

9 3 0
                                    

Aku berharap setelah ini hanya akan ada kebahagiaan yang menyertai kami, tapi nyatanya dalam sebuah hubungan bukan hanya ada sebuah kebahagiaan saja tapi juga kesedihan yang ikut berperan andil.

Tapi aku heran, kenapa cepat sekali suatu kebahagiaan berganti menjadi kesedihan? Padahal aku belum merasakan manisnya kesempatan kedua, tapi Kak Petra sudah memercikkan kepahitan lagi di dalamnya. Kepahitan itu membuatku ingin memuntahkan rasa kecewa yang begitu dalam.

Bagaimana bisa ini terjadi lagi? Setelah kemarin dia menyesali dan tidak akan mengulanginya lagi, tapi kenapa sekarang dia melakukannya lagi dan lagi, seakan tidak akan pernah puas untuk menyakitiku?
Aku kecolongan, ya, begitulah. Aku bilang kalau aku yang akan menghalanginya untuk berbuat lagi, aku bilang aku yang pertama akan menghampiri Sara dan memintanya menjauhi Kak Petra, tapi sebelum aku bertindak aku sudah kecolongan dulu.

Hah, aku menyesali ini, kenapa aku tidak langsung melabrak Sara saja? Kenapa aku tetap dengan pendirianku tanpa peduli dengan peringatan dari teman-temanku? Kenapa aku begitu keras kepala sekali ingin mempertahankan Kak Petra?
Memang ya, percuma jika yang kita pertahankan hanya mempermainkan kita. Aku rasa Kak Petra memang begitu, dia tidak benar-benar menyayangiku, dia tidak benar-benar menyesal atas perbuatannya, dan dia tidak benar-benar minta maaf. Dia hanya melakukannya sebagaimana manusia lakukan jika salah, yaitu meminta maaf dan menyesali.

Mungkin aku harus mengakhirinya lebih dulu, bisa saja dia menantiku untuk mengakhirinya dulu, mana mungkin cowok betah dengan situasi yang seperti ini. Jika dia memang ingin aku mengakhirinya, baiklah, aku akan mengakhirinya.

Kenapa juga melihat adegan seperti itu membuatku ingin menangis? Adegan yang tidak pantas dipertontonkan di depan banyak orang ketika si cowok masih mempunyai hubungan. Hubungan yang awalnya baik-baik saja lalu dibuat rumit oleh si cowok sendiri, dan dia juga yang bosan akhirnya.

Awalnya aku ingin menyusul teman-temanku di kantin, tadi aku mampir ke toilet dulu dan menyuruh mereka untuk pergi ke kantin duluan. Tanpa ditemani siapa-siapa, aku berjalan menuju kantin sendiri.

Tapi saat tiba di kantin dan ingin menghampiri meja teman-temanku, aku melihat Kak Petra sedang duduk bersama dengan Sara di meja disudut kantin. Mereka hanya berdua, itu membuat pikiranku menjadi was-was.

Kejadian sebelum-sebelumnya terulang lagi, dengan mesra Kak Petra merangkul bahu Sara sambil tersenyum-senyum. Sara juga nampak biasa, malah dia terlihat senang diperlakukan seperti itu. Aku heran dengan Sara, apakah sebelumnya dia tidak punya pacar sehingga merebut pacar orang lain? Ah, mereka berdua sama saja.

Geramnya, Kak Petra lalu menyuapi Sara dengan senyum yang masih sama, Sara pun menerimanya dengan senang hati. Tidak takut ada setan yang sedang memperhatikan mereka apa.

Aku mengembuskan napasku lelah. Jika sudah seperti ini, menghampirinya pun terasa sia-sia. Apalagi sampai memaki dan memarahinya, itu akan menjadikan suasana semakin panas saja. Dan tentunya aku belum siap untuk dijadikan bahan tontonan seluruh kantin.

Mending aku pergi dari kantin saja, soal alasan kenapa aku tidak jadi ke kantin pastinya mereka juga tau sendiri kalau di kantin ada dua setan yang membuat sakit hati.

Aku melangkah pergi dari kantin, awalnya aku tidak ingin menangis, tapi entah kenapa semakin memikirkan kejadian tadi membuat air mataku menetes dengan sendirinya. Aku harus ke mana dengan air mata ini? Tidak mungkin aku ke toilet, jika ada yang melihatnya bisa bahaya.

Duk.

Aku merasakan kepalaku terbentur oleh sesuatu. Ah, dasar! Gara-gara menunduk menyembunyikan air mata, aku jadi menabrak sesuatu. Kira-kira apa yang aku tabrak? Apakah aku menabrak tembok atau semacamnya?
Aku mendongakkan kepalaku, melihat tembok apa yang membentur kepalaku. Ternyata itu bukan tembok, tapi itu Alen. Si datar ketika bersamaku.

Hopeless [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang