Chapter 24 - Kumenangis

24 3 0
                                    

Ini hari pertamaku menjadi seorang jomblo lagi. Wah, setelah sekian lama, ya. Menjadi seorang jomblo memang bukanlah hal yang menyenangkan, tapi tak juga buruk.

Aku bersyukur saat ini sudah menjadi seorang jomblo karena aku tidak akan memikirkan lagi apa yang akan Kak Petra lakukan hari ini dengan Sara, aku juga tidak disakiti lagi, aku juga tidak terbebani oleh harapan yang sia-sia lagi, intinya banyak kesenangan yang hari ini aku dapatkan. Tapi bukan berarti aku sudah tidak cemburu dengan Kak Petra, namanya juga baru putus kemarin, jika melihat dia dengan Sara bawaannya pengen memaki aja. Hah, Ya Allah, sudah tak terhitung lagi dosa yang hamba peroleh selama ini.

Ah, pasangan baru. Ada yang baru putus, ada juga yang baru jadian, itu kata salah seorang temanku. Mereka begitu bersimpati padaku, entah memang bersimpati atau hanya berbaik hati saja di depanku. Aku juga tidak terlalu peduli, berpikiran negatif akan membuatku sakit lagi.

Hari ini aku sudah melihat berbagai kemesraan yang dibuat Kak Petra dengan Sara. Mulai dari di depan gerbang sekolah, di kantin, di taman, di depan mushola, dan banyak tempat lain, pokoknya setiap aku keluar kelas pasti aku melihat mereka sedang bermesraan. Aku rasa hanya kelas yang menjadi tempat teraman tanpa gangguan dari rasa muak yang tiba-tiba keluar karena kemesraan mereka.

"Sabar, Rika, sabar. Namanya pelakor emang suka pamer kalo udah dapetin doi," ucap Megan. Aku saat ini sedang melihat Kak Petra dengan Sara, lagi! Untung teman-temanku yang baik ini segera peka lalu mereka segera  menenangkanku.

"Iya, mirip deh sama sinetron yang sering emak Icha lihat."

"Yang backsong-nya; kumenangis itu, ‘kan?" tanya Dara, tapi sebelum Icha mengangguk membenarkan, Fikri tiba-tiba lewat di depan kami dan bernyanyi lagu itu.

"Kumenangis ... membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku.... Kau duakan cinta ini dan pergi bersamanya ... hoooo~"

Pfftt.

"HAHAHAHA...." Kami semua tertawa kencang setelah mendengar lagu itu dinyanyikan oleh Fikri, sang vokalis band di sekolahku.

Karena merasa ditertawakan Fikri menoleh dan menatap kami sebal. Mampus deh, bakal dimarahin Bapak Fikri yang terhormat nih.

"Heh! Kalian lagi ngejek suara gue, ya?"

"Eh, eh, enggak, Fik. Sensi amat sih, kita lagi ngomongin sinetron itu eh kamu tiba-tiba lewat terus nyanyi backsong-nya. Kan jadi ngakak."

"Awas aja kalo kalian ngejek suara emas gue, bakal gue ajak duet lu pada," ancam Fikri lalu pergi begitu saja. Buset, Fikri ternyata suka temperamen juga ya. Gak nyangka tampang bego-bego dia itu ternyata suka marah-marah.

"Udah, udah, guys, Fikrinya marah noh," kataku masih tertawa kecil.

"Fikri sih temperamen banget, jangan-jangan dia lagi diselingkuhi pacarnya!"

"Yang bener? Eh, tapi iya lho, kemarin aku lihat dia lagi berantem sama pacarnya." Dara menyahuti ucapan Megan. Hah, alamat deh mereka pasti bakal gibah. Dasar cewek! Eh, tapi aku kan juga cewek.

***

Sekarang ini, aku sedang berjalan menuju kelasku, tapi aku merasa dari tadi ada seseorang yang memanggil namaku.

"Rika!"

"Rik!"

Aku melihat Kak Petra datang menghampiriku. Untuk apa lagi Kak Petra menghampiriku? Apa belum puas dia menyakitiku?

"Rika, bisa ngomong sebentar nggak?"

Aku memutar bola mataku malas. Ish, udah selesai mau ngomong apa lagi, buang-buang waktu aja.

"Maaf, Kak, aku harus ke kelas, ada tugas yang belum aku kerjain." Aku bohong untuk menghindari Kak Petra. Aku belum siap harus berhadapan lagi dengannya.

Saat aku ingin melangkah pergi dia buru-buru menghadang di depanku. Hah! Ini orang mau apa sih, ribet banget. Namanya udah putus, ya, udah kali. Kemarin aja gak dicegah, sekarang dihadang-hadang.

"Maafin aku, Rika. Iya, emang aku yang salah di sini, aku mohon kamu maafin aku, ya." Ya, emang salah siapa lagi kalau bukan salah kamu kan, batinku.

Ah, maaf lagi. Apa pentingnya kata maaf dariku sampai dia rela menghadangku seperti ini. Kata maaf baginya itu begitu sangat mudah terucap, kenapa harus minta maaf berkali-kali jika nanti dia juga akan mengulanginya lagi.

Kalau dia mudah meminta maaf, sedangkan aku susah memaafkan. Hey! Aku bukan tidak memaafkannya tapi belum memaafkannya. Entah kapan aku akan memaafkannya, tapi tidak untuk sekarang.

Ada yang bilang, Tuhan saja bisa memaafkan hambanya tapi kenapa manusia tidak bisa memaafkan sesamanya? Ya, karena aku bukan Tuhan! Aku manusia dan aku juga punya rasa kecewa. Jika kalian ingin menghakimiku, silakan, aku tidak melarang. Tapi kalau kalian menyuruhku memaafkannya, maaf, aku belum bisa. Kalian tentunya juga pernah merasakan kecewa yang membuatmu tidak pernah memaafkan seseorang itu, kan.

"Maaf, Kak, untuk sekarang mungkin aku belum bisa maafin kakak. Luka yang Kakak torehkan ternyata lebih dalam dari yang aku kira, aku nggak marah sama perlakuan Kakak ke aku, tapi jujur aku kecewa banget." Aku menghela napas sebentar. "Aku pergi dulu, ya, Kak, aku harus ke kelas sekarang soalnya ada guru yang lagi ngajar, kalau aku gak segera ke kelas nanti dikira lagi bolos."

Lalu aku kabur begitu saja ketika dia sedang memikirkan kata-kataku tadi. Huh, untunglah bisa kabur dari kandang macan.

Besok-besoknya lagi dia juga seperti itu, meminta maaf terus menerus seperti tidak ada lelahnya. Sampai suatu saat aku mendengar berita dia berpacaran dengan Sara, dan mulai saat itu dia sudah tidak menggangguku lagi dengan kata-kata maafnya.

Aku sangat bersyukur dia sudah pergi dan tak lagi mengharapkan maafku. Percuma juga dia meminta maaf, jawabanku juga akan tetap sama, aku belum memaafkannya.

Dengan menjauhnya dia, aku menjadi mudah untuk melupakannya, meski aku belum memaafkannya tapi aku sudah mengikhlaskannya dengan Sara. Entah apa yang akan dilakukannya terhadap Sara aku juga tidak peduli, yang aku pedulikan sekarang hanya diriku sendiri. Katakan jika aku egois, memang benar aku ini egois.

Aku sekarang sedang mencoba beradaptasi dengan status jombloku ini, dan tidak tau sampai kapan. Mungkin sama Allah mempertemukanku dengan jodohku.

Hey, jangan lupakan soal Alen. Setelah aku putus dengan Kak Petra, dia selalu gencar mendekatiku dengan segala perlakuan manisnya itu. Baru kali ini dia memberikan perhatian-perhatian kecil padaku, dia kan biasanya kabur jika melihatku. Ah, dasar Alen.

Mungkin dengan perhatian dari Alenlah aku bisa mengeringkan luka yang semula masih basah. Apakah Alen memang benar jodohku? Kenapa begitu cepat sekali Allah memberikan pengganti Kak Petra.

Semoga saja Alen menjadi seseorang yang selalu menjagaku dan tidak akan pernah menyakitiku. Dan aku berharap semoga harapanku kali ini tidak sia-sia.

***

Terima kasih untuk kalian yang selalu setia membaca ceritaku, maupun kalian yang baru membaca ceritaku. Aku sangat bersyukur bisa menyelesaikan cerita ini. Jujur saja aku sempat putus asa, tapi dengan dukungan kalian, semangat dari kalian, dan pujian dari kalian, aku dapat menyelesaikan cerita ini. Maaf kalau cerita ini mungkin membuat kalian kecewa. Aku memang tidak pandai dalam hal mengarang. Haha....

Sudah dulu ya, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya itu yang ingin aku katakan, intinya aku tidak akan pernah lelah berterima kasih kepada kalian. Dengan adanya kalian, para pembaca, aku merasa hidup dengan sebuah karya di wattpad ini.

Salam sayang,

Remahan Rengginang^ ^

Hopeless [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang