Yang harus dilupakan.

9.5K 1.1K 98
                                    


    Harusnya Naima tak ke sini. Tempat ini bukan tempat yang cocok untuknya. Tempat ini terlalu ramai akan anak manusia. Tempatnya pun berbau busuk, bau alkohol bercampur keringat yang berbaur dengan parfum. Perayaan kelulusannya cukup dirayakan dengan makan malam yang melibatkan seluruh keluarga. Naima terbawa arus karena Saka yang mengajak.

   “Minum Nay.” Naima berusaha menolak minuman yang Saka sodorkan . Minuman berwarna seperti spirtus  yang beraroma manis bercampur bau alkohol yang amat menyengat.”Ah dikit saja. Lo gak akan mabuk kalau Cuma ngicipin.”

    Naima menjadi ragu sejenak. Ia menimbang perlu meminumnya atau tidak tapi yang minta Saka sendiri. Pemuda itu sudah mau mengajak Naima bergaul dan berkenalan dengan teman-temannya. Seperti seekor anak anjing yang patuh, Naima mengambil gelas yang Saka tawarkan. Niatnya hanya mencicipi tapi dengan sengaja malah sang tunangan mendorong gelas itu hingga  minumannya tertelan separuh. Tenggorokan Naima serasa terbakar. Rasa mual timbul walau tak sampai muntah. “Nai, dihabisin!!”

    Naima menggeleng keras sembari memegangi leher tapi bukan Namanya Saka jika tak bisa memaksa. Akhirnya segelas minuman beralkohol Naima habiskan. Kepalanya menjadi pening ,jalannya tak bisa lurus, kakinya seolah melayang ke udara.

    “Eh Saka lo gila! Anak orang lo bikin mabok. Minuman itu bukan buat yang pemula.”Saka malah terbahak ketika melihat Naima mulai limbung. Ia menangkap tubuh tunangannya sebelum membentur lantai.

   “Mana kunci hotelnya?” Minta Saka pada salah satu temannya. Tapi temannya yang lain malah tertawa. Tak mungkin Saka yang terkenal paling alim di antara mereka mau meniduri gadis teladan di kampus.

    “Sudah deh, Naima biar diantar Lucy. Cewek gue.”Namun tatapan Saka yang menajam, mengisyaratkan keseriusan. “Mana kuncinya?”Ketua tim mereka itu engan dibantah.

    Para kawannya Cuma saling pandangsebelum menyerahkan kunci yang Saka minta. Kesepakatan awal mereka Cuma mengenalkan Naima pada hal yang nakal dan club malam bukan merusaknya.

 

     Naima menghunuskan pedang anggar yang berada dalam genggamannya ketika mengingat hari naasnya itu. Hari dimana ia terbangun mendapati tubuhnya telanjangnya di bawah dekapan Saka. Mereka bertunangan bukan menikah. Saka sungguh tega merusaknya, mengambil kesuciannya Naima yang setengah sadar. Setelah hari itu Naima terikat erat dengan Saka, pria itu sukses mengendalikan hidup serta kebebasannya. Ia tak bisa lepas dari Saka dan selalu bilang iya pada setiap yang Saka pinta.

    Pedang anggar itu semakin Naima layangkan membabi buta.  Pedang panjang nan runcing itu ia coba tusukkan tepat ke bagian tubuh yang vital. Lawannya sekaligus sang guru ia anggap Saka si bajingan. Naima bergerak cepat sembari mengatur nafas. Marah menguras tenaga dan menurunkan kewaspadaannya. Tak terasa ujung runcing anggar menusuknya tepat di perut sebelah kanan. “Kamu kalah Naima!”

    Naima melepas penutup kepala setelah membungkuk hormat sembari meluruskan pedang tepat di depan wajah.

    “Naima anggar tidak boleh dimainkan dengan emosi. Ada apa dengan dirimu?”

    “Tidak apa-apa. Mungkin karena masalah perusahaan jadinya aku agak tegang, Master.”

    Naima berpamitan setelah mendengar bunyi ponsel yang disimpan di dalam tasnya. Nama Clara tertera di sana. “Iya Ra. Kenapa?”        

     Di seberang telepon suara Clara terdengar panik. Kepanikannya bukannya tanpa sebab. Naima sadar bertemu dengan Saka kembali bukanlah pertanda baik. Terbukti jika pria itu sukses memporak-porandakan emosi serta hidupnya. Merangsek masuk erta melampaui batasannya.

    Naima berjalan dengan terburu-buru menyusuri lorong sebuah sekolah taman kanak-kanak terbaik di Jakarta. Tadi Clara memberitahunya kalau Saka sudah berani menjemput Andra di sekolah. Untunglah Wali kelas Andra bergerak cepat, menahan Saka di kantor kepala sekolah. Lelaki itu selain tak tahu malu juga sudah kehilangan akal sehat. Rencana Naima memang berhasil tapi ia tak memperkirakan akibatnya akan seperti ini. Saka bergerak terlalu jauh, sekali bertemu tak membuat lelaki itu puas. Sekarang mencari gara-gara dengan mendatangi adiknya sendirian.

    “Nona Naima,” sapa sang kepala sekolah ketika melihatnya di ambang pintu. Naima sendiri langsung menatap Saka tajam seperti hendak mencacahnya menjadi kecil-kecil.

    “Maaf Bu. Saya terlambat.” Naima kemudian mengambil tempat duduk di dekat Andra setelah dipersilahkan.

    “Begini, bapak ini mengaku sebagai kerabat Anda dan ingin menjemput Andra padahal tertulis jika yang berhak menjemput Andra adalah Nyonya Clara, Anda dan supir pribadi  Nyonya Clara. Saya menyakan pada Andra apakah mengenal bapak ini, Andra menjawab iya lalu saya mengkonfirmasikan pada Nyonya Clara. Beliau tidak mengijinkan Tuan Saka  menjemput Andra.”

    “Tindakan Clara memang benar. Saya kenal dengan Saka tapi dia tak punya hak menjemput Andra.” Saka akan berdiri protes tapi mengingat jika berada di instalansi pendidikan ia menahan diri dengan duduk menyatukan tangannya yang terkepal. “Di kemudian Hari tolong pastikan bahwa Saka tak akan bisa masuk kemari lagi.”

    “Naima!!” Suara bariton Saka membuat semua penghuni ruangan terlonjak kaget. Suara itu begitu keras nan tegas, tidak membiarkan penyanggahan tapi Naima tetap duduk tegak mengangkat dagu. Teriakan Saka seolah tak tertangkap telinganya. Kemarahan pria itu bukan sesuatu yang penting hingga membuatnya takut.

    Saka yang ingin memulai perdebatan terpaksa urung karena melihat Andra yang beringsut ketakutan merapat ke arah Naima. Ia ingin Andra menyayangi serta mengenalnya tanpa merasa jika Saka adalah orang asing. Saka telah membuang waktu dengan memelihara anak orang lain dan malah mengacuhkan anak kandungnya sendiri.

    “Saya anggap masalah ini telah selesai,” ujar sang kepala sekolah yang tentu disetujui kedua belah pihak. Masalah di sekolah sudah usai tapi masalah Naima dengan Saka baru dimulai..

    “Andra ke depan ya? Mamah sudah tunggu di sana.” Andra sebagai anak baik menuruti apa yang kakaknya perintahkan. Naima yang sekarang berbeda dengan Naima beberapa saat lalu. Naima yang berwajah dingin berganti dengan Naima si pengertian dengan tutur kata lembut nan halus. Perempuan jika  telah menjadi seorang ibu tentu perangainya berubah, sesaat bisa galak sekali jika menawar barang sesaat berubah jadi lembut jika menghadapi anaknya. Tapi tetap saja Naima jadi macan tutul jika berhadapan dengan Saka. Begitu Andra tak terlihat di hadapan keduanya, Naima berbalik memasang wajah penuh permusuhan.

    “Apa maumu Saka?”

 
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Maaf cuma sedikit, karena mau memberi pengumuman.

Beberapa karya yang belum selesai akan di pindah ke akun rheasadewa2. Kenapa? Setiap penulis harus buat akun cadangan. Supaya kalau akunnya hank, tetap bisa berkarya. Untuk kasusku, akunku itu pakai email lama yang aku lupa password. Dengan kata lain aku bisa masuk tapi kalau keluar aku gak bisa masuk lagi.

Akun ini tetap akan ada tapi untuk promosi doang. Sementara karya-karyaku yang belum selesai akan ada di rheasadewa2. Segera di follow, akan sering up di sana sementara di sini hanya untuk promosi.

Sekalian aku mau minta saran Kalian wahai followerku. Adikku kandung cewek 29 tahun, S2 UGM, pegawai negeri di kemenristek, berhijab, solehah tapi belum ketemu jodohnya. Kalau di antara kalian para reader yang punya saudara atau kenalan mapan, soleh, berpendidikan, pekerjaannya mapan tolong kenalin adikku. Adikku taaruf sering gagal soalnya.

Jangan lupa vote dan komentarnya serta jangan lupa follow rheasadewa2

 


Mantan.... Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang