"Duh gue nggak bisa bayangin elo sendirian kek orang ilang dijalan raya tadi"
Miya melirik Jesya didepannya sambil menyeruput mie ayamnya. Mau tak mau tersenyum pelan melihat ekspresi Jesya yang masih khawatir menatapnya. Selama pelajaran tadi cewek itu berkali-kali menanyakan keadaannya. Bahkan anak kelasnya kompak menghampiri bangku Miya dan Jesya setelah mendapati Miya memasuki kelas dengan wajah sembab. Membuat Miya terkekeh kecil mengingatnya. Mereka benar-benar seperti anak-anak Miya yang saling berebut menenangkan gadis itu.
Memang terkadang kepolosan Miya membuatnya justru menjadi seperti anak bawang dikelasnya.
"Jadi Arkan beneran jemput lo?"
Miya menoleh Hayung yang baru duduk dengan semangkuk mie ayam disamping Jesya. Gadis berambut sebahu itu meraih sumpit dan mulai mengaduk mie ayamnya. "Besok berangkat bareng gue aja gimana? Gue jemput pake mobil" tawar gadis berambut sebahu itu menatapnya.
Miya menarik ujung bibirnya kemudian, terkekeh pelan mencoba mencairkan suasana yang hening seketika. "Nggak usah, lagian ada babeh kok. Cuma emang hari ini mendadak nganter mamah jadi Miya sendirian" kata cewek itu kembali memakan mie ayamnya. Melirik Jesya sejenak. Gadis itu juga tampak heran melihat Hayung yang tiba-tiba menawarkan diri padahal rumah mereka pun berbeda jauh arahnya.
Miya semakin yakin ada sesuatu yang aneh dengan Hayung.
"Hai Miya!"
Celetukan seorang cowok membuat atensi ketiganya teralihkan. Menatap segerombol anak-anak IPS yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian penghuni kantin. Seperti ada lampu yang menyorot mereka saat berjalan diantara pengunjung kantin. Lalu menempatkan diri begitu saja bergabung di meja sebelah Miya, Jesya, dan Hayung.
"Nanti gue anter balik"
Miya melotot pelan menatap cowok berkulit agak gelap itu terduduk disampingnya. Sedangkan Arkan hanya melengos meraih kerupuk didalam wadah. Lalu memakannya tanpa peduli tatapan Hayung yang langsung mengeruh menatap cowok itu. Arkan malah menyeringai pelan menatapnya.
"Jek sono pesen mie ayam. Gue sama Arkan biasa minumnya es teh" celetukan Yuta membuat atensi gadis-gadis itu teralihkan.
"Gua pop ice aja dah rasa mangga. Dah kenyang abis ngantin bareng rose" kata Junaid terdengar menimpali.
"Loh kok gue sih nyet? Ten ikut gue!" protes Jeka tapi jadi pasrah selanjutnya menarik Marten agar ikut memesan bersamanya.
"Heh elu yang pesen napa jadi narik gua bangsat??" kata Marten mendelik. Terseret Jeka yang berjalan menuju ke arah penjual mie ayam dan minuman dingin disebelahnya. Tak peduli dengan Marten yang hampir saja mencekiknya gemas ditengah ramainya kantin.
Jesya yang melihatnya menganga pelan bersama Miya. Disisi lain benar-benar takjub dengan Arkan yang bisa membuat teman-temannya itu menurut begitu saja.
"Ada yang nyuruh elo duduk disini?"
Suara Hayung yang terdengar tajam membuat mereka kompak menolehnya. Arkan mengangkat sebelah alisnya tenang. Sedangkan Junaid hanya melirik disebelah mereka. Memangku wajahnya dengan tangan menghadap meja mereka. Ikut meraih kerupuk di mejanya dan memakannya dengan tenang seperti Arkan. Seperti siap menikmati adegan yang akan terjadi selanjutnya.
Jesya dan Miya yang sedang kembali menikmati mie ayamnya tiba-tiba jadi tersedak pelan. Keduanya dengan kompak meraih es jeruk dihadapan mereka dan meminumnya cepat. Saling menatap, memberi kode supaya tidak ada pertengkaran yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Necessary
Fanfiction'About the innocent girl, and the true ruler of her heart' Damiya Queensha, si gamon. Amir Arkan Malik, si berandal. Kata Yuta sih, 'niatnya nyepik lama-lama pake hati juga. Cuih' #SEVENTEEN #G-(I)DLE 2020, April