"PERGI LO BOB!"
Jesya mendengus kesal melempar sepatunya keras pada cowok bergigi kelinci itu yang sudah mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri. Masih didepan Perpus, Jesya tak henti-hentinya mengumpat sambil berjalan sekedar mengambil sepatunya lagi. Sedangkan gadis bersurai panjang disamping Jesya hanya melengos saja menyusulnya. Terlalu terbiasa, membuatnya merasa kebal dengan kelakuan mereka berdua.
"Ck, dasar gitong" geram Jesya memakai sepatu hitamnya lagi.
"Apatuh?" tanya gadis cantik itu penasaran. Menatap Jesya yang kini menoleh dengan seulas senyum, mengerling usil. "Gigi Tonggos, hehe" ringisnya.
Miya hampir saja mengumpat pelan. Gadis itu menganga kecil lalu memukul lengan Jesya gemas. Membuat Jesya tak urung tertawa geli.
"Kasian ya Bobi, dikatain sana sini. Nggak sama temen-temennya, nggak sama pacarnya sendiri" kata Miya menggeleng dengan nada prihatin. Berjalan beriringan bersama Jesya yang kembali terkikik menutup mulutnya.
Tapi emang, banyak anak yang bilang Bobi itu nistaable.
Hari ini mereka mengunjungi Perpus untuk piket harian mengambil buku. Sebenarnya dengan Bobi dan Yoyo juga, tapi kedua cowok itu seperti biasa banyak alasan dan menghilang begitu saja dari pandangan.
Nggak cuma mereka sih, sebenernya hampir semua cowok 11 IPA 3 seperti itu.
Bahkan Theo si Ketua Kelas yang terkenal galak, atau Wonu si coolin, kalo lagi bucin ngegame dan lupa piket ya tengilnya nggak beda sama Bobi dan Yoyo.
Mentoknya Jaebi. Itu pun kalo dia nggak sibuk Osis. Kadang anak-anak cewek di kelas suka kasihan dan jatuhnya malah prihatin liat cowok ganteng itu selalu mondar mandir kayak bisulan.
"Oh iya Mi, gue lupa mau kasih tau lo. Jadi, semalem gue tuh ngajak Bobi buat nonton di bioskop. Lo mau ikut nggak?" tanya gadis itu menoleh ceria.
Miya menautkan kedua alis. Gadis itu membenarkan tumpukan buku paket di tangannya yang hampir saja oleng karena terlalu fokus pada Jesya. "Kapan?" sahutnya.
"Sore nanti jam setengah lima-an. Tapi kalo misalnya kita pulang lebih dari jam itu, kita pesen tiketnya yang jam setengah tujuh. Gimana?" jelas gadis bersurai panjang itu terlihat antusias. Mengerlipkan kedua matanya lucu pada Miya disampingnya.
Miya berdecih kecil segera mendorong wajah Jesya ke belakang. Membuat gadis itu agak oleng dengan kekehan kecil. "Ogah ah, ntar gue jadi obat nyamuk. Gue mau nonton Kim Soo Hyun aja di rumah sambil ngopi" kata Miya menolak mentah-mentah. Mengerti dengan tebakannya yang tak jarang meleset jika memikirkan kedua sahabatnya itu.
Sedangkan Jesya berdecak kecil. Gadis itu mempoutkan bibirnya gemas, "Elo tuh, jangan Korea mulu dah. Cari yang lokal aja. Kim Soo Hyun juga nggak ngerti elo tuh gamon kan?" ujar gadis itu jadi terdengar sinis.
Miya yang mengerti sindiran itu melotot kecil, kembali mendorong Jesya gemas dengan lengannya lalu memicing pelan. "Elo emang pantes banget pacaran sama Bobi, Jes. Semoga langgeng yah. Jangan sampe ntar gue do'ain elo berdua putus biar sama-sama ngerasain apa yang gue rasain" jelas gadis itu dengan nada julid. Mendengus keras berjalan mendahului Jesya yang semakin tertawa puas melihatnya.
"Woy Mi! Tungguin!" teriak gadis itu masih terkekeh segera menyusul Miya yang semakin mempercepat langkahnya.
**
Kelas IPS 1 sedang jam kosong sekarang. Tak heran kelas ini jadi ramai tak terkontrol seperti pasar. Apalagi Erin sebagai Wakil Ketua Osis sekaligus Ketua Kelas IPS 1 sedang tidak ada karena mengikuti rapat mengenai Festival Sekolah. Padahal Pak Rojak yang sedang mengajar di kelas sebelah sampai mendatangi kelas itu dua kali karena kebisingan mereka yang terdengar. Tapi seakan tuli mereka kembali ramai tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Necessary
Fanfiction'About the innocent girl, and the true ruler of her heart' Damiya Queensha, si gamon. Amir Arkan Malik, si berandal. Kata Yuta sih, 'niatnya nyepik lama-lama pake hati juga. Cuih' #SEVENTEEN #G-(I)DLE 2020, April