Kelas terakhir Eric baru saja selesai, kini ia tengah berdiri di koridor dengan pandangan tak lepas dari layar ponsel yang menampilkan sebuah room chat-nya bersama seseorang.
"Kenapa tidak dibalas..," gumam Eric kecewa, menyadari pesannya sedaritadi belum juga direspon.
Tungkai pemuda manis itu mengarahkannya ke depan fakultas, hendak mencari taksi yang akan membawanya ke salah satu tempat.
"Pasti masih sibuk sama pekerjaan," monolognya seraya menghentikan sebuah taksi dan segera mengucapkan sebuah alamat kepada sang supir.
—
Taksi yang Eric tumpangi itu berhenti di sebuah apartemen mewah, kemudian setelah ia membayar dan mengucapkan sepatah terimakasih, Eric turun lantas segera memasuki gedung bertingkat tersebut. Sesekali ia bersiul seraya menunggu lift yang akan membawanya ke lantai sembilan gedung tersebut.
Beberapa menit menunggu, Eric akhirnya mulai menggerakkan tungkainya menuju pintu salah satu apartemen. Menekan beberapa password, kemudian menekan kenop pintu dan mendorongnya.
"Kak, aku pulang!"
Begitu pintu terbuka, mata pemuda itu langsung mendelik. Menyaksikan seorang pemuda lainnya tengah sibuk duduk di sofa dengan pandangan terfokus pada layar laptop, mengabaikan jeritan kepulangan yang Eric ucapkan.
"Huft... kak Sangyeon, Eric pulang!" ujarnya, lagi.
Baru, atensi pemuda di sofa itu teralih pada sosok mungil Eric yang masih betah berdiri di bingkai pintu. "Ah, kau sudah pulang?"
"Iya," jawab Eric, ia langkahkan tungkainya mendekati Sangyeon. "Kak, aku lapar," sambungnya kemudian mengambil tempat disebelah yang lebih tua.
Pandangan Sangyeon teralih lagi padanya, tangannya mengelus-elus pucuk kepala Eric dengan lembut. "Kau lapar, hm? Ingin kupesankan pizza?"
Kepala yang lebih muda terangguk, dengan binar mata yang perlahan mulai terlihat. Sangyeon terkekeh melihatnya, gemas sendiri begitu sudut bibir merah muda kekasihnya itu tertarik lebar bersamaan dengan ia mengeluarkan ponsel.
"Sudah, ya," kata Sangyeon, tersenyum lembut. "Bersihin badan kamu dulu sana, bau asam."
Eric mengerucutkan bibirnya gemas, melihat atensi Sangyeon kembali terpusat pada layar laptop. Kemudian tanpa kata, Eric beranjak dari sofa, meninggalkan yang lebih tua seorang diri.
—
"Oh, pizza-ku!" seru Eric bersemangat.
Ia langsung keluar dari kamar, berlari menuju pintu dan menerima sekotak pizza pesanannya. Sangyeon tak bereaksi, fokusnya masih tetap pada layar yang menunjukkan-entahlah, Eric sendiri tidak mengerti apa gunanya angka-angka tersebut.
Dengan lahap Eric memakan junk food-nya, duduk di bawah sofa, diapit kedua kaki jenjang Sangyeon yang duduk di atas sofa. Sebenarnya Eric berniat untuk mengganggu kekasihnya itu, supaya setidaknya beristirahat sejenak dari pekerjaannya.
Tapi alih-alih merasa terganggu, Sangyeon malah menyamankan posisi dagunya di atas kepala Eric, sesekali menghirup rambut pemuda itu yang baru dikeramas dan masih cukup basah. Menyadari reaksi tersebut, Eric merengut sebal.
Rencana pertamanya gagal, kini ia harus beralih pada rencana selanjutnya.
Eric tiba-tiba bangkit, berjalan menjauhi sofa. Beberapa saat kemudian kembali dengan segelas kopi di tangan untuk ia berikan pada Sangyeon.
"Kak, minum dulu," ujar Eric seraya menarik salah satu pipi yang lebih tua.
Namun naas, bukannya merespon dengan ucapan atau sekedar mengalihkan atensi, lengan Sangyeon malah bergerak melingkari pinggangnya. Merapatkan jarak di antara keduanya sampai pipi Eric bersentuhan dengan leher kekasihnya itu.
Aduh, gagal lagi, inner Eric kesal.
Otaknya kembali bekerja, memikirkan cara apalagi yang harus ia lakukan agar Sangyeon beristirahat dan memperhatikannya.
"Kak!" Tiba-tiba Eric berteriak, tepat di telinga Sangyeon.
Pemuda Lee itu tersentak, namun pandangannya tak berpaling. "Kenapa?"
"Ish," desis Eric, tak sadar jika Sangyeon dapat mendengarnya. "Kak, berhenti dulu dong kerjanya! Atau-"
"Atau apa, hm?" sela Sangyeon, menarik salah satu sudut bibirnya.
Eric menjeda sejenak sebelum melanjutkan, "atau aku cium!"
Tanpa mengalihkan pandangan, Sangyeon menaikkan sebelah alisnya. "Cium saja, kalau kamu berani," tantangnya kemudian, membuat Eric segera mengatupkan bibirnya.
Alih-alih melakukan ancamannya, Eric malah membuang muka dan meraih slice pizza yang tersisa. Tak menyadari jika Sangyeon diam-diam sudah menolehkan kepalanya, menatap side profile kekasihnya itu dengan senyum tertahan.
"Mana? Katanya mau cium," ujar Sangyeon, mendekatkan pipinya pada pipi Eric hingga kepala keduanya saling menempel.
Eric memberenggut, wajahnya sudah memerah akibat Sangyeon yang tiba-tiba menempelkan pipinya dan menyandarkan kepalanya pada kepala Eric. Lantas dengan perlahan, Eric menahan kepala yang lebih tua, menjauhkan kepalanya sebelum akhirnya menghadapkan wajah Sangyeon ke hadapannya.
Cup.
Secepat kilat Eric mengecup bibir sang kekasih, menimbulkan terbitnya sebuah senyum tipis pada bibir Sangyeon. Setelahnya, dengan cepat Eric menjauhkan wajah keduanya, membuang pandangan karena sudah terlampau malu.
"Okay, kamu yang menang," ujar Sangyeon tiba-tiba, membuat kepala Eric tertoleh. "You can sit in my lap, pekerjaan bisa menanti."
Dengan segera kedua lengan panjang Sangyeon menarik pinggang Eric, mengangkat tubuh mungil Eric agar bisa duduk di pangkuannya. Dengan posisi punggung yang lebih muda tersandar pada dada bidangnya, Sangyeon mengeratkan pelukannya.
Menghirup dalam-dalam wangi sang kekasih di ceruk lehernya, sementara Eric kini sudah terkekeh geli merasakan kedua lengan Sangyeon bermain-main di perutnya.
"Sorry, I bother you for a reason," kata Eric tiba-tiba, menghadapkan wajahnya ke hadapan wajah Sangyeon.
"No problem, baby boy. Pekerjaan bisa menanti, tapi kamu tidak bisa 'kan?"
Lantas tubuh Eric diangkat yang lebih tua, bersamaan dengan wajah pemuda Sohn itu sudah memerah seperti siap untuk meledak saat ini juga.
***
4 Juli, 2020ok... ak nulis apa.... ya ampun... apakah harus kubuang saja ini.... tapi sayang... hshs maaf ya aku lagi dalam fase bucin parah pada oknum berinisial lee sangyeon
KAMU SEDANG MEMBACA
about us | tbz.
FanfictionTentang kita, kumpulan dari beberapa individu yang masih terlampau labil. oneshoot collection, © tinybs, 2020