# maaf. aku harus pergi, sayang.
—
Jacob Bae, pemuda berhati malaikat dengan senyum hangat layaknya matahari itu mengidap kanker otak yang terpaksa membuatnya harus berkali-kali menginap di rumah sakit dan melakukan terapi guna kesembuhannya.
Meski, Jacob tahu betul bahwa dirinya mau berobat kemana pun, penyakitnya ini tidak akan pernah sembuh. Tapi tak apa, setidaknya ia sudah sedikit mengulur waktu bagi sang malaikat maut untuk mencabut nyawanya.
Dan acap kali sang kekasih menemaninya ke rumah sakit, berdua saling bertaut tangan melangkah di koridor bernuansa putih itu seraya sesekali memberi afeksi satu sama lain.
"Kevin." Di suatu kesempatan keduanya duduk di taman rumah sakit selepas Jacob harus kembali menginap di rumah sakit karena kondisinya yang semakin memburuk. Bahu ringkihnya dirangkul hangat oleh sang kekasih, menyalurkan setiap rasa nyaman yang dapat Jacob rasakan setiap jemari Kevin menelusuri surai tipisnya.
"Kalau aku pergi, aku mau kamu janji supaya nggak terlalu larut dalam kesedihan." Jacob berujar, menelusupkan jemarinya pada jemari Kevin sebelum ia genggam erat. Senyum sehangat cahaya matahari itu hadir kembali, meski wajah sang malaikat kini memucat dan sudah tak secerah dahulu kala, tapi Kevin tetap menyukai senyum itu.
"Kenapa ngomong gitu? Kamu pasti sembuh," Kevin berusaha menyangkal pikiran buruknya mengenai kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan terjadi pada sang kekasih.
Jacob tak menjawab, hanya semakin mempererat genggamannya dan memperlebar senyumannya. Netra beningnya menatap dalam Kevin, mencoba memberitahukan serta menyuruh agar pemuda Moon itu segera berjanji seperti apa yang ia inginkan.
"Iya, iya. Aku janji, tapi rasa sedih pasti akan selalu ada jika membayangkan hidup tanpamu," jawab Kevin, cepat-cepat tanpa menatap wajah berseri Jacob.
Kekasihnya itu kemudian menariknya ke dalam dekapan hangat, melingkarkan kedua lengan pada tubuh kurus Jacob seraya sesekali mengusap punggung pemuda Bae itu yang kini bergetar. Jacob menangis, malaikatnya menangis.
"Kenapa menangis, hm?" Kevin melepas pelukannya, menangkup kedua pipi basah Jacob.
Jacob terisak, malah semakin memperbanyak aliran air keluar dari pelupuk matanya. Sadar sang kekasih tidak akan menjawabnya, Kevin kembali menariknya ke dalam rengkuhannya seraya menyandarkan tubuh Jacob pada tubuhnya.
—
Jacob pergi.
Malaikatnya pergi meninggalkan Kevin seorang diri menahan tangis di ruang bernuansa putih tersebut. Membiarkan bahunya bergetar hebat, sementara di belakang sosok rapuhnya ada teman-temannya berdiri memperhatikan dengan prihatin.
Kala langit masih enggan menampakkan mataharinya, Jacob pergi. Bahkan diwaktu kepergian sang kekasih, Kevin tidak ada disisi untuk setidaknya menemani atau mengantarnya ke alam mimpi yang lebih indah dari dunia ini.
Kepergian sang kekasih terlalu mendadak sampai Kevin belum mempersiapkan mental atau apapun supaya menepati janjinya pada Jacob. Kevin terpuruk, tubuhnya limbung dan berakhir terduduk di lantai dingin rumah sakit itu dengan sungai kecil di kedua pipinya.
Teman-temannya sempat ingin berlari menahan tubuh Kevin yang limbung, namun Juyeon beserta Sangyeon segera menahan dengan alasan agar memberikan waktu dan ruang bagi Kevin untuk merenungkan semuanya.
Atensi pemuda Moon itu terkunci pada secarik kertas di atas nakas. Terlipat rapi dan tersembunyi di cela antara permukaan nakas dengan parcel berisikan buah-buahan. Kevin segere beranjak, meraih kertas itu dan menemukan nama yang tertera di sudutnya.
Untuk Kevin Moon, Yang Tersayang.
Air mata kembali membasahi kedua pipi Kevin. Ia jelas tahu dan hafal siapa yang menulis ini dilihat dari tulisan tangan rapinya. Lantas tanpa membuang waktu lagi, Kevin membuka lipatan kertas itu dan membaca setiap deret kalimat yang tertulis di sana.
Aku harus pergi, Kevin.
Tenang, aku akan pulang bersama rasa yang kau titipkan.
Aku harus pergi, Sayang.
Mungkin esok kau tak lagi melihat lekuk senyuman, tak ada lagi sapaan yang membuatmu menjadi kegirangan.
Aku pamit, Kevin Moon, Sayangku.
Jaga dirimu baik-baik dan selalu tepati janji yang kita buat di taman pada senja yang indah.–your beloved, Jacob Bae.
—
Satu tahun berlalu dan Kevin tak bisa menepati janjinya pada Jacob. Ia larut dalam kesedihan mendalam hingga mengabaikan setiap kewajibannya sebagai seorang manusia.
Kevin bahkan tak pernah menghubungi teman-teman terdekatnya ataupun keluarganya semenjak satu tahun terakhir ini. Mengunci diri di apartemen hasil kerja kerasnya dengan kekacauan pada pikiran serta batinnya.
Hati Kevin patah.
Tapi pikirannya lebih melambung jauh ke masa dimana Jacob masih sering menginap di kamarnya, tidur bersama dengan keadaan saling memeluk erat dan menyalurkan kehangatan. Bernyanyi di balkon apartemen dikala malam hari, ditemani secangkir cokelat hangat buatan Jacob yang tiada tara enaknya bagi seorang Kevin Moon.
Keduanya lebih sering menghabiskan waktu bersama disini, di tempat dimana Kevin nyaris satu tahun lamanya mendekam dan tak pernah keluar, meski ia sering kali mendengar ketukan pada pintu apartemennya.
Menghela nafas berat, pemuda Moon itu beranjak dari sofa dengan lesu. Masuk ke dalam kamar mandi dan segera membersihkan diri karena otaknya tiba-tiba saja menyuruh agar ia pergi ke suatu tempat.
Kevin keluar apartemen untuk pertama kalinya, mengendarai mobilnya selama satu jam lamanya sebelum berhenti di depan tembok dengan kumpulan nisan di dalamnya. Ia segera turun, berjalan memasuki pemakaman dan mengandalkan ingatan jangka panjang mengenai letak makam sang kekasih.
Netranya berbinar begitu mendapati nisan Jacob di antara ratusan atau bahkan ribuan nisan yang ada di pemakanan tersebut, sebelum dengan langkah lebar ia menghampirinya. Duduk tepat disebelah nisan Jacob, tangan Kevin tergerak untuk mengelus batu tersebut.
Pelupuk matanya kembali dipenuhi oleh cairan sebening kristal, sebelum pada akhirnya meluruh membentuk aliran sungai kecil pada kedua pipinya. Kepala Kevin menunduk dalam, tak kuasa menahan segala rasa kerinduan serta sesak yang menghantam batinnya secara bersamaan.
Sayang, aku datang.
Datang bersama rasa yang kau titipkan.
Bolehkah malam ini aku tidur dipangkuan?
Aku rindu kasih sayang yang kian menyapa kegelisahan.
Bae, apakah kau masih sayang?
Aku rindu nikmatnya ciuman, tapi bukan ini.
Bukan ciuman nisan terakhir saat aku datang ke pemakaman.
Kau hanya tidur kan, Sayang? Tidur dipangkuan Tuhan.
***
17 Juli, 2020hobi banget nulis yg kayak ginian kenapa ya astaga...... btw jangan lupa diputar lagunya hehehe (semoga cocok)
KAMU SEDANG MEMBACA
about us | tbz.
FanfictionTentang kita, kumpulan dari beberapa individu yang masih terlampau labil. oneshoot collection, © tinybs, 2020