PENJELASAN: Menjaga dari dusta, dengan kata-kata sindiran.
Dinukilkan dari ulama salaf (ulama terdahulu), bahwa pada kata-kata sindiran itu, kebebasan dari pada kedustaan. Umar r.a. berkata: "Adapun pada kata-kata sindiran itu, apa yang mencukupkan bagi seseorang, daripada kedustaan. Dan diriwayatkan ucapan yang demikian, dari Ibnu Abbas dan lainnya.
Sesungguhnya, mereka bermaksud dengan yang demikian, apabila manusia memerlukan kepada kedustaan. Maka apabila tidak ada hajat dan dlarurat, maka tidak boleh menyindir dan berterus-terang. Akan tetapi menyindir itu lebih mudah.
Contoh menyindir, ialah: dirawikan, bahwa Mathrap masuk ketempat Zi yad (wali negeri Basrah dan Kufah). Lalu Ziyad mencelanya karena terlambat datang. Maka Mathraf membuat alasan karena sakit. Dan berkata: "Tidak dapat aku mengangkat lembungku, semenjak aku berpisah dengan Amir, kecuali apa yang diangkatkan aku oleh Allah".
(1) Diriwayatkan AlBukhari dan Muslim dari beberapa jalam hadits.
Ibrahim An-Nakha'i berkata: "Apabila sampai sesuatu daripada engkau kepada seseorang, lalu engkau tidak suka berdusta, maka katakanlah: "Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang aku katakan (maa ‘ qultu) tentang sesuatu, daripada yang demikian". Maka katanya maa itu, pada pendengar, (adalah huruf nafi) (1). Dan padanya sendiri untuk meragukan Adalah Mu'az bin Jabal r.a. pekerja pada Umar r.a. Sewaktu Mu'az kembali dari pekerjaannya, lalu istrinya berkata kepadanya: "Tidakkah engkau membawa, apa yang dibawa oleh para pekerja kepada keluarganya?". Mu'az tidak membawa pulang sesuatu kepada istrinya. Lalu Mu'az menjawab: "Ada disisiku pengintip (dlaghith) Maka menjawab istrinya: "Engkau adalah kepercayaan pada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan pada Abubakar r.a. Lalu Umar mengutus bersama-engkau seorang pengintip!"
Isteri Mu'az itu bangun dengan sebab yang demikian, diantara wanita-wanita yang lain.
Dan ia mengadu kepada Umar. Tatkala berita itu sampai kepada Umar r.a., lalu Umar r.a. memanggil Mu'az r.a. Dan bertanya: "Adakah aku utus pengintip bersama kamu?".
Mu'az r.a. menjawab: "Aku tidak mendapat alasan Iain untuk meminta ma'af kepadanya, selain yang demikian".
Maka tertawalah Umar r.a. dan memberikan sesuatu kepada Mu'az r.a., seraya berkata: "Senangkanlah dia dengan barang ini!". Maksud perkataan Mu'az: dlaghith, ialah: raqib, artinya: pengintip. Dan yang dimaksudkannya dengan Pengintip itu, ialah: Allah Ta'ala.
Adalah An-Nakha'i tidak mengatakan kepada anak perempuannya: "Aku akan membeli gula untuk engkau". Tetapi ia mengatakan: "Apa pendapat engkau, jikalau aku belikan gula untuk engkau?". Karena kadang-kadang, kebetulan ia tidak membeli yang demikian:
Adalah Ibrahim An-Nakha'i tadi, apabila dicari oleh orang yang tidak disukainya bertemu dengan orang tersebut, pada hal ia berada dirumah, maka dikatakannya kepada pembantunya: "Katakanlah kepada orang itu: "Carilah dia di masjid!".
Dan jangan engkau katakan: "Dia tidak ada disini!", supaya tidak dusta". Adalah Asy-Sya'bi, apabila dicari dirumahnya dan ia tidak suka bertemu dengan orang itu, maka ia membuat garis suatu lingkaran dan mengatakan kepada pembantunya: "Letakkanlah anak jarimu dalam lingkaran ini, seraya engkau mengatakan: "la tidak ada disini!".
Ini semuanya adalah pada tempat keperluan. Adapun pada tempat yang tidak diperlukan, maka tidak diperbuat yang demikian. Karena ini memberi pengertian kepada dusta. Dan jikalau perkataan itu tidak dusta, maka pada
(1) Perkataan bahasa Arabnya: maa qultu,bahwa kata maa itu, ada dua arti. Yaitu: apa dan tidak. Dan artinya: tidak, bila maa itu huruf nafi. Arti nafi itu: tidak.
79
umumnya, adalah makruh (tidak disukai). Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Utbah, yang berkata: "Aku datang bersama ayahku kepada Umar bin Abdul-'aziz r.a. Lalu aku keluar dari tempat pertemuan itu dengan memakai pakaian baru.
Maka orang banyak bertanya: "Pakaian ini yang dianugerahkan kepadamu oleh Amirul-mu'minin?".
Lalu aku menjawab: "Kiranya Allah memberi balasan kebajikan kepada Amirul-mu'minin!". Maka ayahku berkata kepadaku: "Hai anakku! Takutlah kepada berdusta dan yang serupa dengan dusta!". Maka dilarangnya dari yang demikian. Karena padanya menetapkan cita-cita kepada sangkaan bohong, dengan maksud membanggakan diri. Dan ini adalah maksud yang batil, tak ada faedah padanya.
Benar, kata kata sindiran itu diperbolehkan untuk maksud yang ringan, seperti menyenangkan hati orang lain dengan senda-gurau, seperti sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Tidak akan masuk sorga wanita tua". Dan sabdanya kepada wanita yang lain: "Yang pada mata suamimu putih" dan kepada wanita yang lain lagi, beliau bersabda: "Kami bawa engkau atas anak unta" dan yang serupa dengan yang demikian. (1).
Adapun dusta yang terang-terangan, seperti yang diperbuat oleh Nu'aiman Al-Anshari serta Usman bin Affan r.a. pada ceritera orang buta, karena dikatakan kepadanya: bahwa itu Nu'aiman. (2). Dan sebagaimana dibiasa- kan oleh orang banyak mempermain-mainkan orang yang kurang pikiran, dengan menggodanya, bahwa ada wanita yang suka kawin dengan engkau. Jikalau pada yang demikian ada melaratnya, yang membawa kepada menyakitkan hati, maka itu haram.
Dan jikalau tidak ada, kecuali untuk membaik-baikkan saja, maka orang yang berbuat demikian, tidak dinamakan fasik. Tetapi yang demikian itu mengurangkan tingkat keimanannya. Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
لا يكمل للمرء الإيمان حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه وحتى يجتنب الكذب في مزاحه
(Laa yakmalu lil-mar-il-iimaanu hattaa yuhibba li-akhiihi maa yuhibbu li- nafsihii wa hattaa yajtanibal-kadziba fi mizaahihi). Artinya: "Tiada sempurna iman seseorang manusia, sehingga dicintainya saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Dan sehingga ia menjauhkan dusta pada senda-guraunya".(l).
(1) Hadits-hadits ini sudah diterangkan lebih dahulu.
(2) Ceritera tersebut, ialah: bahwa orang buta tadi, namanya: Makhramah bid Naufal, yang telah berusia 115 tahun. Ia mau kencing dalam masjid, lalu dibawa oleh Nu'aiman kelain sudut dari masjid itu. Maka ia mau kencing disitu, lalu orang banyak berteriak, bahwa itu masjid. Orang buta itu mengancam akan memukul Nu'aiman dengan tongkatnya, menga- pa ia dibawa kesitu. Maka pada suatu hari, ia dibawa dekat Usman bm-Affan yang se- dang shalat dan dikatakan itu Nu'aiman, maka dipukulnya, sampai berdarah. Lalu orang banyak berteriak: "Engkau memukul Amirul-mu'minin ......".
(3) Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Abdil-barr, dari hadits Abi Mulaikah.
80
Adapun sabda Nabi صلى الله عليه وسلم .: "Sesungguhnya orang yang berkata-kata dengan perkataan, untuk mentertawakan manusia, maka ia akan jatuh dalam api neraka, lebih jauh dari bintang Surayya" (1), maka yang dimaksudkan, ialah ada padanya umpatan terhadap muslim atau menyakitkan hati, tanpa semata-mata bersenda-gurau.
Setengah dari kedustaan, yang mendatangkan fasik, ialah apa yang berlaku menurut kebiasaan, pada perkataan yang bersangatan (mubalaghah). Seperti katanya: "Aku minta padamu, sekian dan sekian kali. Aku mengatakan kepadamu itu ratusan kali". Maka dengan perkataan tersebut, tidak dimaksudkan, memberi pengertian kali dengan bilangannya. Tetapi memberi pengertian bersangatan. Jikalau permintaannya hanya sekali, maka ia berdusta. Dan jikalau permintaannya berkali-kali yang tiada dibiasakan seperti itu tentang banyaknya, maka ia tidak berdosa, walaupun tidak sampai seratus kali. Dan diantara keduanya tadi, tingkat-tingkat yang membawa terlanjurnya lidah dengan bersangatan, lantaran bahayanya terjadi kedustaan.
Diantara yang dibiasakan kedustaan dan dianggap mudah, ialah dikatakan: "Makanlah makanan ini". Lalu orang yang diminta makan itu, menjawab: "Aku tidak ingin makan ini", Dan yang demikian itu dilarang dan haram hukumnya, walaupun tak ada padanya maksud yang sebenarnya. Mujahid bin Jabar Al-Makki berkata: "Asma' binti 'Umais berkata: "A- dalah aku teman 'Aisyah, pada malam yang aku siapkan dan membawanya masuk ketempat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Dan bersama aku, wanita-wanita Iain- nya".
Asma' binti 'Umais meneruskan ceriteranya: "Demi Allah! Aku tidak dapati pada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . jamuan, selain semangkuk besar susu. Lalu Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم . meminumnya. Kemudian beliau memberikannya kepada 'Aisyah".
Asma' berkata seterusnya: "Budak itu (2) malu. Lalu aku berkata: "Jangan engkau menolak tangan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .! Ambillah pemberiannya!" Asma' menyambung perkataannya: "Lalu 'Aisyah r.a. mengambil dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dengan malu. Lalu ia minum. Kemudian, Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Berilah lagi kepada teman-teman engkau!" Lalu wanita-wanita itu menjawab: "Kami tidak suka kepada susu". Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Janganlah engkau kumpulkan lapar dan dusta!".
(1) Hadits ini diriwayatkan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abu Hurairah. Dan telah diterangkan dahulu.
(2) Dikatakan 'A'syah budak, artinya: masih kecil, bukan budak orang (Pent).
81
Lalu Asma' menyambung ceriteranya: "Maka aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Jikalau salah seorang kami mengatakan pada sesuatu yang di- sukainya: "Aku tidak menyukainya," adakah yang demikian itu dihitung dusta?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Sesungguhnya dusta itu akan di-tulis dusta, sehingga suatu dusta kecil akan ditulis sebagai dusta kecil".(1). Adalah ahli wara' (orang-orang yang menjaga diri benar-benar dari perbuatan yang kurang baik) menjaga benar daripada bertoleransi (ber-tasa'- muh) dengan kedustaan yang seperti ini. Al-Latts bin Sa'd berkata: "Adalah kedua mata Sa'id bin Al-Musayyab bertaik, sampai taik mata itu keluar dari kedua matanya. Lalu orang berkata kepadanya: "Jikalau engkau sapu kedua mata engkau
Lalu Sa'id bin Al-Musayyab menjawab:"Bagaimana dengan perkataan tabib: "Jangan engkau sapu kedua matamu!". Lalu aku menjawab: "Tidak akan aku berbuat menyapunya". Inilah ketelitian ahli wara'! Siapa yang meninggalkannya, niscaya terlanjurlah lidahnya kepada kedustaan dari batas pilihannya. Lalu ia berdusta dan tanpa merasa.
Dari Khawwat At-Taimy yang menceriterakan: "Datang saudara perempu- an Ar-Rabi' bin Khusaim, berkunjung melihat anak Ar-Rabi' sakit. Lalu saudara perempuan itu menelungkup diatas anak Ar-Rabi' yang sakit tadi, seraya bertanya: "Bagaimana keadaan engkau wahai anakku?". Lalu Ar-Rabi' duduk, seraya berkata: "Adakah engkau menyusukannya?". Saudara perempuannya itu menjawab: "Tidak!". Lalu Ar-Rabi' menyambung: "Apa salahnya, jikalau engkau mengatakan: "Wahai anak saudaraku". Lalu engkau benar pada perkataan itu?".
Menurut kebiasaan, seseorang itu berkata, bahwa Allah mengetahui tentang apa yang tiada diketahuinya. Nabi Isa a.s. berkata: "Sesungguhnya diantara dosa yang terbesar pada sisi Allah, ialah seorang hamba Allah itu berkata, bahwa: Allah mengetahui, apa yang tidak diketahuinya". Kadang- kadang orang berdusta tentang ceritera tidur. Dan dosa padanya itu besar. Karena Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Diantara dusta yang amat keji, ialah: dipanggil seseorang sebagai anak bukan bapaknya (2). Atau ia mengatakan matanya melihat sesuatu dalam tidur, (bermimpi) apa yang tidak dilihat- nya. Atau ia mengatakan terhadap aku sesuatu, apa yang tidak aku kata- kan".(3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa berdusta tentang tidurnya, niscaya ia diberatkan pada hari kiamat untuk mengikat antara dua helai rambut. Dan ia tiada akan menjadi pengikat diantara dua helai rambut itu untuk selama- lamanya".(4).
(1) Diriwayatkan Mujahid dari Asm a' binti 'Umais.
(2) Umpamanya: dikatakan dia itu anak si Anu, pada hal bukan anak si Anu (Pen).
(3) Diriwayatkan Al-Bukhari dari Watsilah bin Al-Asqa'.
(4) Diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas.
82
BAH AYA KELIMABELAS: umpatan.
Pembahasan mengenai umpatan itu panjang. Maka marilah pertama-tama kami menyebutkan, tentang tercelanya umpatan itu dan dalil-dalil Syari'at yang membahas tentang umpatan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menegaskan tentang tercelanya umpatan dalam KitabNya (Al-Qur-an). Dan Ia serupakan orang yang mengumpat itu dengan orang yang memakan daging bangkai.
Allah Ta'ala berfirman:-
وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوه وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
(Wa laa yaghtab ba'dlukum ba'dlan, a yuhibbu ahadukum an ya'kula lahma akhiihi maytan, fa karihtumuh).Artinya: "Dan janganlah mengumpat satu sama lain. Adakah agaknya seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah - mati? Maka kamu tiada menyukainya".S.Al-Hujarat, ayat 12.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: -
كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه حديث كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه أخرجه مسلم
(Kullul-muslimi alal-muslimi haraamun damuhu wa maaluhu wa'irdluhu). Artinya: "Semua orang Islam terhadap orang Islam itu haram: darahnya, hartanya dan kehormatannya".(l).
Mengumpat itu menyinggung kehormatan orang. Dan Allah Ta'ala mengumpulkan diantara kehormatan, harta dan darah. Abu Hurairah berkata: "
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تفاحشوا ولا تدابروا ولا يغتب بعضكم بعضا وكونوا عباد الله إخوانا حديث لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا يغتب بعضكم بعضا وكونوا عباد الله إخوانا متفق عليه
(Laa tahaasaduu wa laa tabaaghadluu wa laa tanaajasyuu wa laa tadaaba-ruu wa laa yaghtab ba'dlukum ba'dlan wa kuunuu 'ibaada'Ilaahi ikhwaa- naa).Artinya: "Janganlah kamu dengki-mendengki, janganlah marah-memarahi, janganlah tambah-menambah pada berjual-beli dan lainnya, janganlah belakang-membelakangi dan janganlah mengumpat satu sama lain! Adalah kamu semua hamba Allah bersaudara!".(2).
Dari Jabir dan Abi Sa'id, yang mengatakan: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Awaslah daripada mengumpat! Karena mengumpat itu lebih keras dari zina. Sesungguhnya seseorang terkadang ia berzina dan bertobat. Maka di- terima oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan tobatnya. Dan sesungguhnya seorang yang mengumpat, tiada akan diampunkan dosanya sebelum diampuni oleh temannya yang diupatnya itu".(3).
(1) Diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah.
(2) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
(3) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi'd- Dun-ya dan Ibnu Hibban dari Jabir dan Abi Sa'id.
83
Anas berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم , bersabda:-
مررت ليلة سري بن على أقوام يخمشون وجوههم بأظافيرهم فقلت يا جبريل من هؤلاء قال هؤلاء الذين يغتابون الناس ويقعون في أعراضهم
(Marartu lailata usria bii 'alaa aqwaamin yakhmisyuuna wujuuhahum bi- adhaa-fiirihim fa qultu: yaa Jibriilu man haaulaa-i? Qaala: Haaulau-illad- ziina yaghtaabuunan-naasa wa 1'uuna fii a'raadlihi Artinya: "Aku lalu pada malam aku.di-isra'kan, pada beberapa kaum (go- longan), yang mencakar mukanya dengan kukunya. Lalu aku bertanya: "Hai Jibrail! Siapakah mereka itu?". Jibrail menjawab: "Mereka itu ialah orang-orang yang mengumpat manusia dan terperosok memperkatakan kehormatan orang". (1).
Salim bin Jabir berkata: "Aku mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu aku berkata: "Ajarilah aku kebajikan yang akan aku mengambil manfaat daripadanya!". Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Janganlah engkau.memandang hina sedikitpun akan perbuatan yang baik dan walaupun engkau menuang- kan air dari timba engkau dalam bejana (tempat air) orang yang meminta minum! Dan bahwa engkau berjumpa dengan teman engkau dengan gembira dan baik. Dan jikalau ia membelakangi, maka janganlah engkau me- ngumpatnya!".(2).
Al-Barra? bin 'Azib berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berpidato (berkhutbah) pada kami, sehingga aku mendengar suara wanita-wanita pingitan dalam rumahnya. Diantara lain beliau bersabda: "Hai golongan orang yang beriman dengan lidahnya dan tidak beriman dengan hatinya! Janganlah kamu mengumpati kaum muslimin dan janganlah kamu mengintip hal-hal yang memalukan mereka (aurat mereka)! Sesungguhnya, barangsiapa mengintip hal-hal yang memalukan saudaranya, niscaya Allah mengintip hal-hal yang memalukannya. Dan barangsiapa diintip oleh Allah auratnya, niscaya disi- arkanNya dan orang itu ditengah-tengah rumahnya".(3). Ada yang mengatakan, bahwa Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. yang maksudnya: "Barangsiapa meninggal dengan tobat dari mengumpat orang, maka dia adalah orang yang penghabisan masuk sorga. Dan barangsiapa meninggal dengan berkekalan mengumpat orang, maka dia adalah orang pertama masuk neraka".
Anas berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyuruh manusia berpuasa satu hari. Lalu beliau bersabda:
لا يفطرن أحد حتى آذن له
(Laa yuf-thiranna ahadun hattaa aadzana lahu)
Artinya: "Jangan seorang pun membuka puasanya sebelum aku izinkan". Maka berpuasalah manusia. Sehingga ketika hari sudah petang, lalu seorang laki-laki datang kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., seraya berkata: "Wahai Rasulu'llah! Aku terus puasa, izinkanlah aku berbuka!". Lalu beliau me ngizinkannya berbuka. Kemudian datang lagi seorang, demi seorang. Sehingga datanglah seorang laki-laki, seTaya berkata: "Wahai Rasulu'llah! Dua orang anak gadis dari keluargamu (dari suku Qurasy) terus-menerus berpuasa. Mereka malu datang kepada engkau. Maka izinkanlah keduanya membuka puasanya!".
(1) Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas, hadits mursal.
(2) Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Abi'd-Dun-ya dari Salim, isnadnya dla'if.
(3) Diriwayatkan oleh Abu Daud Abi Barzah dengan isnad yang baik.
84
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berpaling muka dari orang itu. Kemudian, ia mengulangi lagi meminta izin. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berpaling muka lagi. Kemudian, laki-laki itu mengulangi pula meminta izin. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Kedua anak gadis itu tidak berpuasa. Bagaimana berpuasa orang yang sejak dari siang harinya, memakan daging manusia. Per- gilah kamu, lalu suruhlah keduanya, kalau benar ia berpuasa, supaya ia muntah!".
Lalu laki-laki tersebut kembali menjumpai kedua anak gadis itu. Maka ia mfenceriterakan kepada keduanya apa yang disuruh oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. Lalu keduanya muntah. Maka masing-masing memuntahkan sepotong darah beku.
Kemudian, laki-laki itu kembali kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . , lalu menceriterakan apa yang terjadi. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
والذي نفسي بيده لو بقيتا في بطونهما لأكلتهما النار
(Wal-ladzii nafsii biyadihi, lau baqi-yataa fii buthuuni-himaa la-aka-lathu- man-naaru).
Artinya: "Demi Allah yang nyawaku dalam TanganNya. Jikalau darah beku itu terus berada dalam perutnya, niscaya keduanya akan dimakan api neraka".(1).
Pada suatu riwayat, bahwa tatkala Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berpaling muka dari orang tersebut, maka kemudian ia datang lagi, seraya berkatai "Wahai Rasulu'llah! Demi Allah! Sesungguhnya kedua anak gadis itu sudah meninggal atau hampir meninggal."
Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Bawalah keduanya kemari!". Lalu kedua anak gadis itu datang. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . meminta gelas, seraya bersabda kepada salah seorang dari keduanya: "Muntahlah!" Lalu ia muntahkan nanah, darah dan nanah bercampur darah, sehingga penuh gelas tersebut. Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda kepada yang seorang lagi: "Muntahlah!". Lalu ia muntah seperti itu juga. Maka bersabdalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .: "Bahwa kedua anak gadis ini berpuasa daripada yang dihalalkan oleh Allah kepadanya dan berbuka dengan yang diharamkan oleh Allah kepadanya. Salah seorang dari keduanya duduk berdekatan dengan yang lain, lalu keduanya mamakan daging manusia".(2).
(1) Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-ya dari Anas bin Malik dan lain-lain perawi.
(2) Diriwayatkan oleh Ahmad dari 'Ubaid, bekas budak Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan dalam sanad- nya ada orang yang tidak tersebut namanya.
85
Anas bin Malik berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berkhutbah (berpidato) dihadapan kami. Lalu beliau menyebut riba dan membesarkan keadaan bahaya- nya. Beliau bersabda, bahwa satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari riba, adalah lebih besar kesalahannya pada Allah, dari pada tigapuluh enam kali zina yang dizinai oleh seseorang. Dan riba yang paling besar ribanya, ialah: kehormatan seorang muslim". (1).
Jabir bin Abdullah r.a. berkata: "Adalah kami bersama Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dalam suatu perjalanan. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang pada dua pekuburan yang diazabkan kedua orang yang punya kuburan itu. Maka beliau bersabda: "Keduanya diazabkan. Dan tidak diazabkan karena dosa besar. Adapun yang seorang, ia mengumpat manusia. Dan yang seorang lagi, ia tidak membersihkan dari kencingnya".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . meminta satu pelapah kurma yang belum kering atau dua pelapah kurma. (2). Maka dibelahkannya. Kemudian, disuruhnya tiap belahan itu supaya ditanam diatas kuburan, seraya beliau bersabda: "Akan enteng dari azab yang diderita oleh kedua orang ini selama kedua belahan pelapah kurma itu masjh basah atau selama belum kering"(3).
Sewaktu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . merajam (menghukum mati) Ma'iz bin Malik Al-As-lami lantaran berzina, lalu seorang laki-laki berkata kepada temannya: "Orang ini mati ditempat, seperti anjing mati ditempat". Maka lalulah Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم . bersama kedua orang tadi dekat suatu bangkai. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Makanlah dari bangkai ini!". Kedua orang tersebut bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Kami makan bangkai?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Apa yang kamu peroleh dari saudaramu itu (4) adalah lebih busuk dari bangkai ini!". (5).
Adalah para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . jumpai-menjumpai dengan orang banyak dan mereka tidak umpat-mengumpat dibelakang. Mereka melihat yang demikian itu, perbuatan yang paling utama Dan mereka melihat yang sebaliknya, akan adat kebiasaan orang-orang munafik.
Abu Hurairah r.a. berkata: "Barangsiapa memakan daging saudaranya di dunia, niscaya didekatkan kepadanya daging saudaranya itu di akhirat. Dan dikatakan kepadanya: "Makanlah dia yang sudah mati, sebagaimana engkau makan dahulu sewaktu ia masih hidup!". Lalu dimakannya, maka ia memekik dan berkerut mukanya".Yang dikatakan Abu Hurairah ini, dirawikan seperti yang demikian, sebagai hadits marfu'.
(1)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-ya dari Anas, dengan sanad lemah.
(2)
Perawi hadits ini ragu, apakah satu atau dua pelapah yang diminta Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu ia merawikan demikian (Penv).
(3)
Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan lain-lain perawi.
(4)
Yang dimaksud dengan "saudaramu" itu, ialah: Ma'i2 yang dihukum rajam (Penv).
(5)
Dirawikan Abu Daud dan An-Nasa-i dari Abi Hurairah. dengan isnad baik.
Diriwayatkan, bahwa dua orang laki-laki duduk pada salah satu pintu Masjidilharam. Lalu lewatlah seorang laki-laki yang menyerupai perempuan. Lalu laki-laki itu ditinggalkan, maka keduanya berkata: "Masih ada pada laki-laki itu sesuatu".
Lalu kedengaran iqamah untuk shalat, maka keduanya pun masuk kedalam masjid dan bershalat bersama orang banyak. Lalu tergurislah pada hati keduanya, apa yang dikatakannnya tadi. Maka sesudah shalat, keduanya mendatangi 'Atha' bin Abi Rabah (mufti Makkah), menanyakannya. Lalu 'Atha' menyuruh keduanya mengulangi Wudlu' dan shalat. Dan beliau menyuruh pula keduanya mengqadlai puasa, jikalau keduanya berpuasa. Dari Mujahid bin Jabar Al-Makki Al-Tabi'i, yang mengatakan tentang firman Allah Ta'ala, S. Al-Humazah, ayat 1:-
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
(Wailun likulli humazatin lumazah).
(Celaka untuk setiap humazah lumazah), bahwa: هُمَزَةٍhumazah itu ialah:mencela orang dan لُّمَزَةٍ lumazah itu, ialah: yang memakan daging orang. Qatadah bin Dl'amah As-Sudusi berkata: Disebutkan kepada kami, bahwa azab kubur itu tiga pertiga. Sepertiga dari mengupat, sepertiga dari lalat merah dan sepertiga lagi dari kencing".
Al-Hasan Al-Bashari r.a. berkata: "Demi Allah! Mengumpat itu mempunyai pengaruh yang lebih cepat pada agama orang mu'min, daripada pengaruh sekali makan pada tubuh".
Setengah mereka berkata: "Kami mendapati ulama terdahulu (ulama salaf). Mereka tiada melihat ibadah itu pada puasa dan pada shalat. akan tetapi pada mencegah diri dari memperkatakan kehormatan orang". Ibnu Abbas r.a. berkata: "Apabila engkau bermaksud hendak menyebut, kekurangan teman engkau, maka sebutlah kekurangan engkau sendiri!". Abu Hurairah r.a. berkata: "Salah seorang kamu melihat benda kecil pada mata temannya. Dan ia tiada melihat unta pada matanya sendiri".(1).
Al-Hasan Al-Bashari r.a. berkata: "Hai anak Adam! Engkau tidak akan memperoleh hakekat iman, sebelum engkau mengukur kekurangan orang dengan kekurangan yang ada pada dirimu sendiri. Dan sebelum engkau mulai memperbaiki kekurangan itu. Maka engkau memperbaikinya dari dirimu sendiri. Apabila engkau sudah berbuat yang demikian, niscaya adalah kesibukammi tertentu pada dirimu. Dan hamba Allah yang lebih dikasihi oleh Allah, ialah orang yang seperti demikian".
(1) Sama dengan pepatah kita: Kuman diseberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tidak tampak (Peny).
87
Malik bin Dinar berkata: "Nabi Isa a.s. bersama para shahabatnya (Al-ha- wariyyun) lalu dekat bangkai anjing. Lalu shahabatnya itu berkata: "Alang- kah busuknya bau anjing ini!". Maka Nabi Isa a.s. menjawab: "Alangkah sangat putih giginya!". Seolah-oleh beliau a.s. melarang mereka mengumpat anjing dan memberi-tahu-kan kepada mereka, bahwa tidaklah disebut sesuatu dari makhluk Allah, melainkan yang baiknya saja". Ali bin Al-Husain r.a. mendengar seorang laki-laki mengumpat orang lain. Lalu beliau berkata kepadanya: "Jagalah dari mengumpat! Karena mengumpat itu hidangan anjing-anjing manusia".
Umar r.a. berkata: "Selalulah engkau berzikir (menyebut-mengingat) akan Allah!. Karena berzikir itu obat. Dan jagalah daripada menyebut manusia! Karena itu adaJah penyakit".
Kita bermohon pada Allah akan kebaikan taufiq untuk menta'atiNya. PENJELASAN: arti umpatan dan batas-batasnya.
Ketahuilah, bahwa batas umpatan itu ialah, bahwa engkau menyebut saudara engkau, dengan yang tidak disenanginya, jikalau sampai kepadanya. Sama saja yang engkau sebutkan itu, berkenaan dengan kekurangan pada tubuhnya atau keturunannya atau pada kelakuannya atau pada perbuatan- nya atau pada perkataannya atau pada agamanya atau pada dunianya, Sehingga pada kainnya, rumahnya dan kenderaannya.
Adapun tubuhnya, yaitu: seperti engkau sebutkan: buruk matanya, juling, botak, pendek, panjang, hitam, kuning dan semua yang dapat digambarkan untuk menyifatkannya dari hal-hal yang tidak disenangi, betapa pun adanya.
Adapun keturunan, yaitu: bahwa engkau mengatakan: ayahnya peluku tanah atau orang Hindu
(1) atau orang fasiq atau orang jahat atau tukang buat sandal atau tukang sapu atau sesuatu dari halhal yang tiada. disenanginya betapa pun adanya.
Adapun kelakuan, yaitu: bahwa engkau mengatakan: dia itu buruk kelakuannya, orang kikir, orang sombong, orang ria, sangat pemarah, pemalas, lemah, dla'if hatinya, terlalu berani dan sifat-sifat lainnya yang mengarahi dengan hal-hal yang tersebut.
Adapun perbuatannya yang menyangkut dengan Agama, seperti: engkau mengatakan, bahwa: dia itu pencuri atau pendusta atau peminum khamar atau pengkhianat atau'orang zalim atau orang yang mempermudah-mudah- kan shalat atau zakat atau orang yang tidak pandai ruku' atau sujud atau orang yang tidak menjaga diri dari najis atau orang yang tidak berbuat baik kepada ibu-bapa atau tidak meletakkan zakat pada tempatnya atau tidak pandai membagi zakat atau tidak menjaga puasanya dari perkataan keji, dari mengumpat dan dari memperkatakan kehormatan orang lain. Adapun tentang perbuatannya yang menyangkut dengan duniawi, seperti
(1) Bagi orang yang tidak senang dikatakan demikian. (Peny).
88
engkau katakan: bahwa ia kurang sopan, menganggap enteng orang lain atau ia tidak melihat adanya hak seseorang atas dirinya. Atau ia melihat, dirinya mempunyai hak atas orang lain. Atau ia banyak bicara, banyak makan, banyak tidur, tidur tidak pada waktu tidur dan duduk tidak pada tempatnya.
"Adapun tentang pakaiannya, maka seperti engkau katakan: dia itu lengan bajunya luas, panjang ekornya (pakaiannya kepanjangan), kotor pakaiannya.
Segolongan ulama mengatakan: tiada umpatan mengenai Agama. Karena ia mencela apa yang dicela oleh Allah Ta'ala. Maka disebutkannya dengan perbuatan-perbuatan maksiat. Dan mencelanya dengan yang demikian itu diperbolehkan, berdasarkan dalil yang diriwayatkan, bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., diterangkan kepadanya tentang seorang wanita, banyak shalatnya dan puasanya. Akan tetapi ia menyakiti tetangganya dengan lidahnya. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Wanita itu dalam neraka"(1). Disebutkan pula pada Nabi صلى الله عليه وسلم . tentang seorang wanita Iain, bahwa wanita itu kikir. Lalu beliau menjawab: "Jadi, apa kebajikannya?".(2). Maka ini merusak. Karena mereka menyebutkan yang demikian, untuk keperluan mengetahui hukumnya dengan pertanyaan. Dan tidak adalah maksud mereka untuk menerangkan kekurangan wanita tadi. Dan tidak diperlukan kepada pertanyaan tersebut pada bukan majlis Rasul صلى الله عليه وسلم . Dan dalilnya itu kesepakatan (ijma') umat, bahwa barangsiapa menyebut orang lain, dengan yang tidak disukainya, maka dia itu pengumpat. Karena termasuk dalam a- pa yang disebut oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dalam: batas umpatan. Dan semua ini walaupun ia benar, maka dia itu pengumpat, durhaka kepada Tuhannya dan memakan daging saudaranya, dengan dalil yang diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tahukah kamu apakah umpatan itu?1'. Para shahabat menjawab: "Allah dan rasulNya yang lebih tahu!".
Lalu Nabi s-.a.w. menjawab:
ذكرك أخاك بما يكرهه
(Dzikruka akhaaka bimaa yakrahuh).Artinya: "Engkau menyebut saudara engkau dengan yang tidak disukainya". Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . ditanyakan: "Adakah yang demikian, walaupun pada saudaraku itu benar apa yang kukatakan?". Nabiصلى الله عليه وسلم . menjawab:
(1) Dirawikan Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi Hurairah dan dipandang hadits shahih.
(2) Dirawikan AI-Kharaithi dari Abi Ja'far Muhammad bin Ali, hadits mursal.
89
إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته وإن لم يكن فيه فقد بهته
(In kaana fiihi maa taquulu fa-qadigh-tabtahu wa in lam yakum fiihi, fa qad bahattahu).
Artinya: "Jikalau benar apa yang kamu katakan itu, maka engkau telah mengumpatnya. Dan jikalau tidak benar, maka engkau telah berbuat dusta kepadanya" (1).
Mu*az bin Jabal r.a. mengatakan, bahwa disebutkan tentang seorang laki- laki pada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Mereka mengatakan "Alangkah lemahnya laki- laki itu!"
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Kamu telah mengumpat saudaramu". Mereka menjawab: "Wahai Rasulu'llah! Kami mengatakan apa adanya". Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Jikalau kamu mengatakan apa yang tidak ada, maka kamu telah berbuat dusta kepadanya".(2)
Dari Huzhaifah, dimana ia menerima dari 'A'isyah r.a. bahwa 'A'isyah r.a. menyebut tentang seorang wanita pada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., dengan katanya, bahwa wanita itu pendek. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Engkau mengumpatnya". (3).
Al-Hasan Al-Bishri r.a. berkata: "Menyebutkan orang lain itu tiga macam: mengumpat (al-qhaibah), membohong (al-buhtan) dan dusta (al-ifku). Semuanya tersebut dalam Kitab Allah 'Azza wa Jalla. Al-ghaibah, yaitu: engkau katakan apa adanya. Al-buhtan, yaitu engkau katakan apa yang tidak ada. Dan Al-ifku, yaitu: engkau katakan apa yang disampaikan kepada engkau''.
Ibnu Sirin menyebutkan seorang laki-laki, lalu mengatakan: itu laki-laki hitam. Kemudian beliau mengucapkan: ''Astaghfiru'llaah (aku meminta am- pun pada Allah ). Sesungguhnya akii melihat diriku ini telah mengumpatnya".
Ibnu Sirin menyebutkan Ibrahim An-Nakha'i, lalu meletakkan tangannya atas matanya. Dan beliau tidak mengatakan: juling (4). 'A-isyah r.a. berkata: "Janganlah seseorang dari kamu mengumpat seseorang! sesungguhnya aku pada suatu kali berkata kepada seorang wanita dan aku disamping Nabi صلى الله عليه وسلم .: "Bahwa wanita ini panjang ekornya (bajunya panjang sampai ketanah)". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadaku: '"Ludah- lah! Ludahlah!". Lalu aku meludahkan sepotong daging".(5).
(1) Dirawikan Muslim dari Abi Hurairah.
(2) Dirawikan Ath-Thabrani dari Mu'az dengan sanad dla'if.
(3) Dirawikan Ahmad dari 'A'isyah dan At-Tiimidzi dengan kata-kata lain dan dipandang- nya shahih.
(A) Untuk menytakan, bahwa Inrahim An-Nakha'i itu juling.
(5) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Ibnu Mardawaih dari 'Aisyah.
90
KAMU SEDANG MEMBACA
Ihya Ulumuddin 3-4
Non-Fictionsumber playstore semoga jadi amal jariyah bagi oarng yang bikin aplikasi ini amiin.