Keutamaan Sukur

4 0 0
                                    

PENJELASAN: keutamaan syukur 
 
Ketahuilah kiranya, bahwa Allah Ta’ala membaringi syukur dengan dzikir 
dalam KitabNYA, IA berfirman: 
 
(Wa la-dzUoil-laahi-akbar). 
 
Artinya: "Sesungguhnya mengingati Allah itu amat besar manfa’atnya”. QS. 
Al-’Ajikabut ayat 45. 
 
Maka Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Fadz-kuruunii adz-kurkum, wasy-ku-ruulii-wa laa tak fu-ruun). 
 
Artinya: ”Maka ingAllah (berdzikirlah) kepadaKu, supaya Aku ingat pula 
kepadamu! Dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah menjadi orang 
yang tidak tahu berterima kasih!”. QS. Al-Baqarah ayat 152. 
 
Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Maa-yaf-a-lul-laahu bi-’adzaabi-kum, in sya-kartum wa-aaman-tum). 
Artinya: ”Allah Ta’ala tiada akan berbuat menyiksakan kamu, kalau ka- 
mu bersyukur dan beriman”. QS. An-Nisa’, ayat 147. 
 
Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Wa sanajrisy-syaakiriin). 
 
Artinya: ”Dan Kami akan memberikan ganjaran untuk orang-orang yang 
bersyukur”. QS. Ali ’Imran, ayat 145. 
 
Allah ’Azza wa Jalla berfirman, untuk menceritakan dari hal Iblis yang 
terkutuk.
 
(La-aq-’udanna lahum shiraa-thaqal-mustaqiim). 
 
Artinya: ”Aku akan duduK mengganggu mereka dari jalan yang lurus” 
QS. Al-A’raf ayat 16. 
 
Dikatakan bahwa jalan yang lurus itu, ialah: jalan syukur. Dan karena 
tingginya tingkat syukur itu, maka setan yang terkutuk itu menusuk pada 
makhluk. Ia berkata: ”Dan tidaklah akan Engkau dapati, bahwa keba- 
nyakan mereka menjadi orang-orang yang bersyukur” (1). 
 
Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Wa-qaliilun min-’ibaadi-yasy-syakuur). 
 
Artinya: ”Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang tahu bersyukur 
(berterima kasih)”. QS. Saba ayat 13. 
 
Allah Ta’ala telah memutuskan, dengan menambahkan nikmat beserta 
syukur dan IA tidak mengadakan pengecualian. Maka Allah Ta’ala ber- 
firman: 
 
(La-in syakartum, la-aziidannakum). 
 
Artinya: ”Kalau kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan kepa- 
damu”. QS. Ibrahim ayat 7. 
 
Allah Ta’ala mengadakan pengecualian pada lima perkara: pada memper- 
kayakan, menerima do’a, rezeki, ampunan dan tobat . Maka Allah Ta’ala 
berfirman: 
 
(Fa saufa-yugh-niikum ul-laa-hu min fadl-lihi-in syaa-a). 
 
Artinya: ”Allah akan memberikan kekayaan kepada kamu dengan kurnia- 
Nya, jika Ia menghendaki”. QS. At-Taubah ayat 28. 
 
Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Fa-yaksyi-fu maa tad-uuna ilai-hi in syaa-a). 
 
Artinya: ”Maka DIA (Allah) akan menghilangkan (bahaya) yang kamu 
berdo’a (bermohon) kepadaNya, kalau Ia menghendakinya”. QS. AI- 
An’am, ayat 41. 
 
Allah Ta’ala berfirrman: 
(Wal-laahu yarzuqu man yasyaa-u bi-ghairi hisaab). . 
 
Artinya: ”Dan Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki- 
Nya dengan tiada dapat dikirakan”. S. Al-Baqarah, ayat 212. 
 
(1) Sebagaimana tersebut pada ayat 17, QS.Al-A’raf.
Allah Ta’ala berfirrman: 
 
(Wa-yagh-firu maa duuna dzaa-lika liman yasyaa). 
 
Artinya: ”Dan IA (Allah) mengampuni yang bukan itu (yaitu: memperse- 
kutukanNYA) bagi siapa yang menghendakiNYA”. QS. An-Nisa’, ayat 43. 
Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Wa ya-tuubul-laahu-alaa man-yasyaa). 
 
Artinya: ”Dan Allah menerima tobat siapa yang dikehendakiNYA”. 
QS. At-Taubah, ayat 15. 
 
Syukur itu adalah salah satu akhlak ke-Tuhan-an (akhlaq ar-rububiyah), 
karena Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Wal-laahu syakuurun haliim). 
 
Artinya: ”Allah itu Mahabersyukur dan Mahapenyantun”. QS. At-Tagha- 
bun, ayat 17. 
 
Allah Ta’ala menjadikan syukur itu anak kunci perkataan penduduk sur- 
ga. Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Wa-qaalul hamdulilla-hil-ladzii shadaqanaa-wa-dah). 
 
Artinya: ”Mereka (penduduk surga) itu mengucapkan: Segala pujian un- 
tuk Allah yang telah memenuhi janjiNYA kepada kami”.QS. Az-Zunar, 
ayat 74. 
 
Allah Ta’ala berfirman: 
 
(Wa-aakhiru da-waa hum, anil-hamdu lil-laahi rabbil-aalamiin). 
 
Artinya: ”Dan do’a mereka, bahwa: Segala pujian bagi Allah Tuhan 
semesta alam”. QS. Yunus, ayat 10. 
 
Adapun hadist, maka Rasulullah s.a.w. bersabda: 
 
(Ath-thaa imu’sy-syaakiru bi-manzilatish-shaaimi-shaabir). 
 
Artinya: ”Orang yang makan yang bersyukur adalah seperti orang yang 
berpuasa yang sabar” (1). 
 
Diriwayatkan dari ’Atha’ bin Abi Rabah, bahwa ’Atha’ mengatakan: 
”Aku masuk di tempat ’Aisyah r.a., lalu aku bertanya: ”Terangkanlah 
kepadaku dengan yang paling mengherankan, dari apa yang engkau Iihat 
dari Rasulullah s.a.w.”. Lalu ’Aisyah r.a. itu menangis dan berkata: ”Ba- 
gaimanalah keadaannya yang tidak mengheranka. Pada suatu malam dia 
datang kepadaku. Lalu ia masuk bersama aku pada tempat tidurku”. Atau 
’Aisyah r.a. mengatakan: ”dalam selimutku”, sehingga kulitku menyentuh 
kulitnya. Kemudian, ia bersabda: ”Wahai puteri Abubakar! Biarkanlah 
aku beribadah kepada Tuhanku!”. 
 
’Aisyah meneruskan ceriteranya: ”Aku menjawab: ”Sesungguhnya aku 
ingin berdekatan engkau. Akan tetapi, aku mengutamakan keinginan eng- 
kau”. Lalu aku iringkan kepadanya. Maka ia bangun berdiri menuju bak 
air- Lalu ia berwudhu’. Ia tidak membanyakkan menuangkan air. Kemu- 
dian ia berdiri, mengerjakan shalat. Lalu ia menangis, sehingga bercucur- 
an air matanya di atas dadanya. Kemudian, ia ruku’. Lalu ia menangis. 
Kemudian, ia sujud, lalu ia menangis. Kemudian ia mengangkat kepala- 
nya, lalu ia menangis. Maka senantiasalah seperti yang demikian, ia 
menangis, sehingga datanglab Bilal. Lalu Bilal memberitahukannya (me- 
ngerjakan adzan) untuk shalat. Maka aku mengatakan: ”Wahai Rasulu- 
’llah! Apakah yang membawa engkau menangis, pada hal Allah Ta’ala 
telah mengampunkan apa yang telah terdahulu dari dosa engkau dan apa 
yang terkemudian?”. 
 
 
Lalu ia menjawab: ”Apakah tidak aku ini seorang hamba yang bersyukur? 
Mengapa tidak aku perbuat yang demikian? Pada- hal Allah Ta’ala telah 
menurunkan (ayat) kepadaku: 
 
(1) Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah. 
 
(Inna fii khalqis-saraaawaati wal-ardli wakh-ti]aafil-laai-li wan-nahaari, 
wal-fulkii-latii tajrii fil-bahri bimaa yanfa-’unnaasa wa maa anzalal-laahu 
minas-samaa-i min-maa-in, fa-ahyaa bihil-ardla ba’-da mantihaa wa bats- 
tsa fiihaa min kulli daabbatin-wa tash-rii-fir-riyaahi was-sahaabil-musakh- 
khari bainas-samaa-i wal-ardli, la-aayaatin li-qaumin ya’-qiluun). 
 
Artinya: ”Sesungguhnya tentang kejadian langit dan bumi, pertukaran 
malam dan siang, kapal yang berlayar di lautan yang memberi manfa’at 
kepada manusia, air (hujan) yang diturunkan Allah dari langit, lalu dihi- 
dupkanNYA (karena hujan itu) bumi yang sudah mati (kering) dan berke- 
liaranlah berbagai bangsa binatang dan perkisaran angin dan awan yang 
disuruh bekerja di antara langit dan bumi, sesungguhnya semua itu men- 
jadi bukti kebenaran untuk orang-orang yang mengerti”.QS. Al-Baqarah, 
ayat 164. 
 
Ini menunjukkan bahwa menangis itu seyogyanya tiada putus selalu. Dan 
kepada rahasia inilah, diisyaratkan oleh apa yang diriwayatkan, bahwa se- 
bahagian nabi-nabi melintasi batu kecil yang keluar daripadanya banyak 
air. Lalu nabi tersebut merasa heran dari yang demikian. Lalu nabi itu di- 
tuturkan oleh Allah Ta’ala. Maka ia berkata: ”Bahwa semenjak aku men- 
dengar firman Allah Ta’ala: 
 
(Wa quudu han-naasu wal-hijaa-rah). 
 
Artinya: ”Kayu apinya neraka itu, adalah manusia dan batu-batu”.QS. Al- 
Baqarah, ayat 24. 
 
Maka aku menangis dari karena takutnya”. 
 
Lalu ia bermohon kepada Allah Ta’ala, kiranya IA melepaskannya dari 
api neraka. Maka ia dilepaskan oleh Allah Ta’ala. Kemudian, sesudah 
beberapa waktu, dilihatnya pula seperti yang demikian, lalu ditanyakan: 
 
”Mengapa engkau menangis sekarang?”. 
 
Nabi itu lalu menjawab: ”Tangis dulu itu, tangis ketakutan dan ini, tangis 
kesyukuran dan kegembiraan”. Hati hamba itu adalah seperti batu atau 
Hati hamba itu adalah seperti batu atau lebih lagi kerasnya. Dan kerasnya 
itu tiada akan hilang, selain dengan menangis dalam semua hal ketakutan 
dan kesyukuran. 
 
Diriwayatkan dari Nabi s.a.w., bahwa beliau bersabda: 
 
Artinya: "Diserukan pada hari kiamat, supaya bangunlah berdiri orang- 
orang al-hammadun (orang-orang yang banyak memuji Tuhan atas nik- 
matNYA). Maka bangunlah suatu jamaah. Lalu ditegakkan bagi mereka 
bendera. Maka mereka itu lalu masuk surga”. Ditanyakan: "Siapakah al- 
hammadun itu?”. Nabi s.a.w. menjawab: ”Mereka yang bersyukur kepada 
Allah Ta’ala dalam keadaan suka dan duka” (1). 
 
 
Nabi s.a.w. bersabda: 
 
(Al-hamdu ridaa-ur-rahmaan). 
 
Artinya: ”Pujian itu selendang (rida’) Tuhan Yang Mahapengasih” (2). 
Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada nabi Ayyub a.s.: ”Sesungguhnya 
aku rela dengan kesyukuran, sebagai imbalan dari para waliKu .. 
....” dalam perkataan yang panjang. 
 
Allah Ta’ala menurunkan pula wahyu kepada Ayyub a.s. tentang sifat 
orang-orang yang sabar: ”Bahwa negeri mereka adalah negeri sejahtera. 
Apabila mereka masuk ke dalamnya, niscaya Aku ilhamkan kepada me- 
reka kesyukuran. Dan itu adalah perkataan yang sebaik-baiknya. Dan 
ketika kesyukuran itu, Aku akan tambahkan kepada mereka. Dan dengan 
memandang kepadaKu, Aku tambahkan kepada mereka. Dan tatkala te- 
lah turunlah dalam gudang-gudang itu apa yang telah turun”. 
 
’Umar r.a. bertanya: ”Harta mana yang akan kita ambil?”. 
 
Lalu Nabi s.a.w. menjawab: "Hendaklah seseorang kamu itu mengambil 
lidah yang berdzikir dan hati yang bersyukur” (3). 
 
Nabi s.a.w. menyuruh menyimpankan hati yang bersyukur, sebagai ganti 
dari harta. 
 
Ibnu Mas’ud r.a. mengatakan: ”Syukur itu setengah iman”. 
 
(1) Diriwayatkan Ath-Thabrani, Abu Na’im dan Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas. 
 
(2) Menurut A)-’Iraqi, bahwa ia tidak pernah menjumpai hadits ini, 
 
(3) Diriwayatkan Ahmad dan At-Turmudzi dan dipandangnya hadits hasan. Dan Ibnu Maj- 
jah dan Abu Na’im dari hadits Tsauban.

Ihya Ulumuddin 3-4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang