Hakekat Sabar Dan Maknanya

5 0 0
                                    

PENJELASAN: hakikat sabar dan maknanya. 
Ketahuilah kiranya, bahwa sabar itu suatu maqam (tingkat) dari tingkat- 
tingkat agama. Dan suatu kedudukan dari kedudukan orang-orang yang 
berjalan menuju kepada Allah (orang-orang salikin). 
 
Semua maqam-maqam agama itu, hanya dapat tersusun baik dari tiga hal: 
ma’rifah, hal-ihwal dan amal perbuatan. 
 
Maka ma’rifah itu adalah pokok. Dialah yang mewariskan hal-ihwal. Dan 
hal-ihwal itu yang membuahkan amal perbuatan. 
 
##
Ma’rifah itu adalah seperti pohon kayu. Hal-ihwal itu adalah seperti ran- 
ting. Dan amal perbuatan itu adalah seperti buah. Dan ini terdapat pada 
semua kedudukan (tempat) orang-orang yang berjalan kepada Allah 
Ta’ala. Dan nama iman, sekali khusus dengan ma’rifah. Sekali disebutkan 
secara mutlak kepada semua, sebagaimana telah kami sebutkan pada per- 
bedaan nama iman dan islam pada ”Kitab Kaedah-kaedah ’Aqaid”. 
Seperti demikian pula sabar. Tiada akan sempurna sabar itu, selain de- 
ngan ma’rifah yang mendahuluinya dan dengan hal-ihwal yang tegak ber- 
diri. 
Maka sabar pada hakikatnya, adalah ibarat dari ma’rifah itu. Dan amal 
perbuatan, adalah seperti buah yang keluar dari ma’rifah. Dan ini tidak 
dapat diketahui, selain dengan mengetahui cara tertibnya, antara malai- 
kat, insan dan hewan. Maka sabar itu sesungguhnya, adalah ciri khas 
insan. Dan tidak tergambar adanya sabar itu pada hewan dan malaikat. 
Adapun pada hewan, maka karena kekurangannya. Dan pada malaikat, 
maka karena kesempurnaannya. 
Penjelasannya, ialah: bahwa hewan-hewan itu dikuasai oleh nafsu-syah- 
wat. Dan dia itu dijadikan untuk nafsu-syahwat tersebut. Maka tidak ada 
pembangkit bagi hewan itu kepada gerak dan diam, selain nafsu-syahwat. 
Dan tidak ada pada hewan itu suatu kekuatan, yang berbentur dengari 
nafsu-syahwat dan yang menolaknya dari yang dikehendaki oleh nafsu- 
syahwat itu. Sehingga, dinamakan ketetapan kekuatan itu pada mengha- 
dapi nafsu-syahwat, dengan: sabar. 
Adapun para malaikat a.s., maka mereka itu dijuruskan kepada merindui 
hadharat ke-Tuhan-an. Dan merasa cemerlang dengan tingkat kedekatan 
kepada hadharat ke-Tuhan-an itu. Dan mereka tidak dikuasai oleh nafsu- 
syahwat yang, membelokkan dan yang mencegah dari hadharat ke-Tuhan- 
an. Sehingga memerlukan kepada perbenturan sesuatu yang memaling- 
kannya dari hadharat Yang Maha agung, dengan tentara lain, yang akan 
mengalahkan yang membelokkan itu. 
Adapun insan, maka sesungguhnya ia diciptakan pada permulaan masa 
kecilnya, dalam keadaan kekurangan, seperti hewan. Tidak dijadikan 
padanya, selain keinginan makan, yang diperlukannya kepadanya. Kemu- 
dian, lahirlah keinginan bermain dan berhias pada insan itu. Kemudian, 
nafsu-keinginan kawin, di atas tartib yang demikian. Dan tak ada sekali- 
kali pada insan itu kekuatan sabar. Karena sabar itu, adalah ibarat dari 
ketetapan tentara pada menghadapi tentara yang lain, yang terjadilah pe- 
perangan di antara keduanya, untuk melawani kehendak dan tuntutan ke- 
duanya. Dan pada anak kecil itu tak ada, selain tentara hawa-nafsu, se- 
perti yang pada hewan. Akan tetapi, Allah Ta’ala dengan kurniaNYA dan 
keluasan kemurahanNYA, memuliakan anak Adam dan meninggikan da- 
rajat mereka dari derajat hewan-hewan. Maka Allah Ta’ala mewakilkan 
kepada manusia itu, ketika sempurna dirinya dengan mendekati kedewa- 
saan, dua malaikat: Yang satu memberinya petunjuk dan yang satu lagi: 
menguatkannya. Maka berbedalah manusia itu dengan pertolongan dua 
malaikat tadi, dari hewan-hewan. 
Dan insan itu khusus ditentukan dengan dua sifat: 
Pertama: mengenal Allah Ta’ala dan mengenal rasulNYA. Kedua: menge- 
tahui kepentingan-kepentingan yang menyangkut dengan akibat. 
Semua yang demikian itu, berhasil dari malaikat, yang diserahkan kepada- 
nya, petunjuk dan pengenalan. 
Maka hewan, tiadalah mempunyai ma’rifah. Dan tiadalah petunjuk kepa- 
da kepentingan akibat-akibat. Akan tetapi, kepada yang dikehendaki naf- 
su-keinginannya seketika saja. Maka karena itulah, hewan itu tidak men- 
cari, selain yang enak. Adapun obat yang bermanfa’at, serta adanya obat 
itu mendatangkan melarat seketika, maka tidak dicarinya dan tidak dike- 
nalnya. 
Maka jadilah insan itu dengan sinar petunjuk, mengetahui bahwa mengi- 
kuti nafsu-syahwat itu mempunyai hal-hal yang ghaib (yang belum kelihat- 
an sekarang), yang tidak disukai pada akibatnya. Akan tetapi, petunjuk 
ini tidaklah memadai, selama tidak ada baginya kemampuan untuk me- 
ninggalkan, yang mendatangkan melarat. Berapa banyak yang mendatang- 
kan melarat, yang diketahui oleh manusia, seperti penyakit yang bertem- 
pat pada dirinya-umpamanya. Akan tetapi, tiada kemampuan baginya 
untuk menolaknya. Lalu ia memerlukan kepada kemampuan dan keku- 
atan, yang dapat menolakkannya kepada menyembelih nafsu-syahwat itu. 
Lalu ia melawan nafsu-syahwat tersebut dengan kekuatan itu. Sehingga di- 
putuskannya permusuhan nafsu-syahwat tadi dari dirinya. Maka Allah 
Ta’ala mewakilkan seorang malaikat lain padanya, yang membetulkannya. 
meneguhkannya dan menguatkannya dengan tentara yang tiada engkau 
dapat melihatnya. IA memerintahkan tentara ini, untuk memerangi tenta- 
ra nafsu-syahwat. Maka sekali, tentara ini yang lemah dan sekali ia yang 
kuat. Yang demikian itu menurut pertolongan Allah Ta’ala akan hamba- 
NYA dengan penguatan. Sebagaimana nur petunjuk juga berbeda pada 
makhluk, dengan perbedaan yang tiada terhingga. 
Maka hendaklah kami namakan sifat tersebut, yang membedakan manusia 
dari hewan pada pencegahan nafsu-syahwat dan pemaksaannya, dengan: 
penggerak keagamaan. Dan hendaklah kami namakan penuntutan nafsu- 
syahwat dengan semua yang dikehendaki nafsu-syahwat itu, dengan: peng- 
gerak hawa-nafsu. 
Hendaklah dipahami, bahwa peperangan itu, terjadi antara penggerak 
agama dan penggerak hawa-nafsu. Dan peperangan antara yang dua tadi, 
berlaku terus-menerus. Dan medan peperangan ini, ialah: hati hamba. 
Sumber bantuan kepada penggerak agama itu datangnya dari para malai- 
kat, yang menolong barisan (tentara) Allah Ta’ala. Dan sumber bantuan 
kepada penggerak nafsu-syahwat itu, datangnya dari setan-setan yang 
membantu musuh-musuh Allah Ta’ala. 
Maka sabar itu adalah ibarat dari tetapnya penggerak agama menghadapi 
penggerak nafsu-syahwat. Kalau penggerak agama itu tetap, sehingga 
dapat memaksakan penggerak nafsu-syahwat dan terus-menerus menan- 
tangnya, maka penggerak agama itu telah menolong tentara Allah. Dan 
berhubungan dengan orang-orang yang sabar. Dan kalau ia tinggalkan dan 
lemah, sehingga ia dikalahkan oleh nafsu-syahwat dan ia tidak sabar pada 
menolaknya, niscaya ia berhubungan dengan mengikuti setan-setan. 
Jadi, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang penuh dengan nafsu-syah- 
wat itu, adalah amal-perbuatan yang dihasilkan oleh suatu hal-keadaan, 
yang dinamakanabar . Yaitu: tetapnya penggerak agama, yang ber- 
hadapan dengan penggerak nafsu-syahwat. Tetapnya penggerak agama itu 
adalah suatu hal, yang dihasilkan oleh ma'rifah, dengan memusuhi nafsu- 
syahwat dan melawankannya. Karena sebab-sebab kebahagiaan di dunia 
dan di akhirat. 
Apabila telah kuat keyakinannya, yakni: ma’rifah, yang dinamakan: 
iman, yaitu: keyakinan, adanya nafsu-syahwat itu musuh yang memo- 
tong jalan kepada Allah Ta’ala, niscaya kuatlah tetapnya penggerak aga- 
ma. Dan apabila telah kuat tetapnya penggerak agama itu, niscaya sem- 
purnalah perbuatan-perbuatan, yang menyalahi dengan yang dikehendaki 
oleh nafsu-syahwat.' Maka tiada sempurna meninggalkan nafsu-syahwat, 
selain dengan kuatnya penggerak agama yang berlawanan dengan pengge- 
rak nafsu-syahwat. Kuatnya ma’rifah dan iman itu akan mengkejikan yang 
tak kelihatan (yang ghaib) dari nafsu-syahwat dan buruk akibatnya. 
Dua malaikat tersebut adalah yang menanggung dua tentara tadi dengan 
keizinan Allah Ta’ala. Dan dijadikanNYA kedua malaikat itu untuk yang 
demikian. Kedua malaikat tersebut, adalah dari malaikat-malaikat yang 
menulis amal-perbuatan manusia. Keduanya, adalah malaikat yang ditu- 
gaskan kepada tiap-tiap orang dari anak Adam. 
Apabila anda telah mengetahui, bahwa pangkat malaikat penunjuk itu le- 
bih tinggi dari pangkat malaikat yang menguatkan, niscaya tidaklah ter- 
sembunyi lagi kepada anda, bahwa samping kanan, adalah yang termulia 
bagi dua samping dari dua pihak bantal, yang seyogyanya bahwa diserah- 
kan kepadanya. 
Jadi, dialah yang empunya kanan (shahibul-yamin) dan yang lain itu, yang 
empunya kiri (shahibusy-syimal). 
Hamba itu mempunyai dua perihal: pada kelalaian dan berpikir, pada me- 
lepaskan dan bermujahadah. Dengan kelalaian, hamba itu berpaling dari 
shahibul-yamin dan berbuat jahat kepadanya. Lalu berpalingnya itu, ditu- 
liskan sebagai: kejahatan. Dengan berpikir, hamba itu menghadap kepada 
shahibul-yamin, untuk mengambil faedah petunjuk daripadanya. Maka 
dengan demikian, hamba itu berbuat baik kepada shahibul-yamin. Maka 
penghadapannya kepada shahibul-yamin tersebut, dituliskan baginya, se- 
bagai: kebaikan. 
Demikian juga dengan melepaskan, maka dia itu berpaling dari shahibul- 
yasar (yang empunya kiri), meninggalkan meminta bantuan daripadanya. 
Maka dengan demikian, ia berbuat jahat kepadanya. Lalu ditetapkan hal 
tersebut, sebagai kejahatan atasnya. Dan dengan mujahadah , ia meminta 
bantuan dari tentaranya. Lalu ditetapkan hal tersebut, sebagai. kebaikan 
baginya. 
Sesungguhnya, ditetapkan kebajikan-kebajikan dan kejahatan-kejahatan 
ini, dengan penetapan dua malaikat tersebut. Maka karena itulah, kedua- 
nya dinamakan: malaikat-malaikat mulia yang menuliskan amal manusia 

Ihya Ulumuddin 3-4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang