Part 10: Seperti Kupu-Kupu

33 0 0
                                    

Renata duduk di ruang kerjanya yang baru, berusaha memusatkan perhatian pada tumpukan dokumen di depannya. Cahaya matahari sore yang menembus jendela memberikan kehangatan tersendiri, tetapi tidak cukup untuk mengusir rasa lelah yang menjalar di setiap serat ototnya. Di luar ruangan, kesibukan restoran tidak pernah berhenti; suara piring beradu, aroma masakan yang menggugah selera, dan tawa para pelanggan menjadi latar belakang yang menenangkan sekaligus menantang.

Dia baru saja memulai pekerjaannya sebagai manajer di restoran ini, dan tanggung jawab yang harus diembannya terasa begitu berat. Renata menarik napas dalam-dalam, membiarkan aroma kertas dan tinta menyusup ke dalam paru-parunya. Dia melirik jam di dinding, menyadari bahwa dia telah menghabiskan berjam-jam mencoba memahami laporan keuangan bulan lalu. Ada begitu banyak angka dan detail yang harus dipahami; pemasukan, pengeluaran, stok bahan baku, hingga gaji karyawan. Semuanya tampak seperti puzzle rumit yang harus ia selesaikan dalam waktu singkat.

Di halaman depan restoran, sebuah mobil mewah berhenti. Seorang pria turun dengan cepat dari mobilnya, penampilannya elegan dengan setelan jas yang rapi. Wajahnya menunjukkan keseriusan, langkahnya mantap menuju pintu masuk restoran. Setiap gerakan menunjukkan tujuan yang jelas. Pelayan yang melihatnya segera menghampiri dengan senyum ramah.

"Selamat sore, Pak Samuel. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan tersebut dengan sopan.

"Aku mencari Renata. Dimana dia?" Pria itu menatap pelayan dengan tajam namun sopan.

"Oh, Bu Renata sedang berada di ruangannya. Saya akan memanggilkan dia untuk Anda."

"Tidak perlu. Saya akan menemuinya sendiri." jawab Samuel sebelum melangkah menuju ruangan di mana Renata berada.

Samuel membuka pintu ruang kerja Renata tanpa mengetuk terlebih dahulu. Renata, yang sedang sibuk membaca laporan, mendongak dengan terkejut saat pintu terbuka dengan cepat. Mata mereka bertemu, dan sejenak, waktu seakan berhenti. Mata Renata membelalak, menunjukkan kombinasi antara kejutan dan kebingungan.

"Samuel? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya, suaranya bergetar sedikit.

"Kita akan ke Singapore." jawabnya singkat seraya menarik tangan Renata tanpa penjelasan tambahan yang mungkin bisa membuat Renata tak lagi kebingungan seperti saat ini.

"Sam, tunggu." Renata mencoba melepaskan cengkraman Sam.

"Bisakah kau memberitahuku lebih dulu?" tanya Renata dengan nada lembutnya. "Ke Singapore? Aku bahkan belum prepare apa pun."

"Tidak perlu, semua sudah di siapkan oleh Fredella. Kamu hanya perlu menemaniku bertemu dengan partner kerjaku disana." jawab Sam seraya memasukan ponselnya ke dalam saku.

"Tapi Sam, malam ini aku ada tamu VVIP."

"Siapa yang menyuruhmu untuk melayani tamu?" Sam tampak tidak setuju.

"Kau tahu itu peraturan direstoran kami." jawab Renata lemah, ia tahu bahwa Samuel tidak akan suka. Namun, harus bagaimana lagi. Renata tak hanya ingin diam begitu saja tanpa pekerjaan yang bisa membuatnya lupa akan ke sedihan apapun dihatinya.

"Salahmu, terlalu memanjakan karyawan mu itu." jawab Sam yang tak mau tahu. "Kita akan kembali lusa, jika kesepakatan tidak di dapatkan malam ini." tambah Sam yang membuat Renata mendengus kesal.

Dengan terpaksa, Renata mengabarkan kepada Monica bahwa ia tidak dapat melayani tamu VVIP malam ini dengan alasan pribadi yang mendadak dan darurat. Monica memahaminya, memiliki kekasih yang selalu mengutamakan pekerjaannya juga merupakan sebuah tantangan untuk selalu berada disampingnya. Apalagi saat ini Samuel tengah sibuk dengan beberapa bentuk kerjasama yang ia rangkai dengan perusahaan luar negeri.

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang