Di luar hujan, amat deras. Semua orang berlarian menerpa hujan memasuki mobil, memilih berteduh atau melebarkan payung untuk dapat terus melanjutkan perjalanan. Hujan kali ini lebih tenang, tak ada angin bahkan tak ada petir yang menyambar. Namun sayangnya, ia datang tanpa aba-aba. Sebelumnya siang begitu indah, matahari menyinari tanpa awan. Yang tiba-tiba, rintik mulai berjatuhan dan deras tanpa sangkaan.
Di depan sebuah gedung besar menjulang tinggi, seorang wanita dengan rambut sebahu keluar dari mobilnya, Elvara. Membawa sebuah kotak nasi berwarna biru muda, memasuki lift menuju lantai 25. Tak lama, wanita itu berjalan mengikuti sebuah lorong yang panjang. Hingga ia sampai pada ujung lorong. Di depan pintu dengan nomor 005, ia memencet 4 digit angka pada tombol di gagang pintu.
Dalam ruangan tersebut, Elvara melihat putranya yang sedang berolahraga diatas treadmill seraya menatap pada ramainya jalanan kota yang basah. Telinganya ditutup dengan headphone berwarna hitam. Tubuhnya berminyak, dipenuhi keringat. Elvara pun tersenyum, sadar bahwa putranya sudah begitu dewasa.
Elvara menuju dapur, membuka kotak bekal yang ia bawa. Kari Ayam, kesukaan putranya.
"Mama?" panggil Ardyaz yang sontak kaget dengan kehadiran ibunya. "Mama kok gak ngasih kabar dulu ke Ardyaz?"
"Emang mama harus ngasih kabar dulu baru boleh ke sini?" tanya Elvara tak setuju.
"Mama bawa apa?" Ardyaz mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Karena ia tahu, setiap Elvara datang akan selalu ada hal buruk yang akan terjadi diantara mereka.
"Kari Ayam, udah lama mama ga bikinin ini buat kamu." jawab Elvara seraya mengambil tempat di meja makan. "Kamu belum makan siang kan?"
"Belum." jawab Ardyaz singkat. "Mama duduk dulu ya, Ardyaz mau mandi. Lengket banget." ujarnya seraya memegang otot bahu yang mengkilap oleh keringat.
Elvara hanya menganggum senyum, membiarkan putranya menyegarkan diri terlebih dahulu. Selagi Ardyaz sibuk di kamar mandi, Elvara menatap pada sebuah bingkai foto yang terletak di bawah televisi. Disana tampak sebuah gambar yang amat menghanguskan perasaannya. Sebuah foto pre-wedding Arsella dengan putranya, Ardyaz. Terlihat kebahagiaan terekam jelas disana. Senyuman didalam gambar itu, adalah senyuman yang telah lama tak ia lihat.
Elvara berjalan ke dalam kamar putranya, tampak begitu berserakan tak terurus. Ia sama sekali tak memperlihatkan kemarahan, ia hanya tersenyum dan menggeleng kecil. Sejak dulu, Ardyaz tak pandai menata barang-barang disekitarnya. Ia hanya terus mengobrak-abrik hingga barang-barang tersebut berserakan di dalam kamar.
Saat ia tengah mencoba untuk membersikan kasur Ardyaz, ia mendengar sebuah notifikasi ponsel yang menayangkan penggilan telfon dari Arsella. Melihat hal itu, Elvara terlihat semakin kesal. Ia mengambil ponsel dan mematikan panggilan tersebut. Yang setelah itu malah menampakan sebuah foto kebersamaan putranya dengan Arsella. Gambar dimana Arsella dan Ardyaz tersenyum indah dimalam Anniversary ke 5 mereka.
"Aku pikir kau telah meninggalkan wanita itu, ternyata sama saja Ardyaz." ujar Elvara lirih. Ia pun kembali menaruh ponsel putranya diatas lemari kecil disamping kasur dan kembali merapikan kamar putranya yang sangat berantakan tersebut.
Tak berselang lama, saat Elvara sibuk di dapur menyajikan masakannya untuk Ardyaz. Putranya keluar dari kamar dengan celana panjang dan baju kaos putih polos. Ia terlihat lebih segar dan tampan, meski tanpa riasan apapun. Bahkan dengan rambut yang acak-acakan pun ia tetap terlihat tampan seperti biasanya.
"Ayo, makan. Cobain kari ayam buatan mama." ajak Elvara seraya mengambilkan seporsi nasi untuk putranya.
Tanpa jawaban apapun, Ardyaz menerima piring yang telah berisikan nasi dan ayam dari sang ibu. Menyantapnya dengan nikmat, dengan keheningan yang terus mengelilingi mereka. Ardyaz tak mau mengucapkan sepatah kata pun, tak ingin terjadi sebuah obrolan yang tak diinginkan. Meskipun begitu, setelah santapannya habis. Elvara memulai topik pembicaraan yang tak ingin Ardyaz dengarkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
TERIKAT
RomanceArsella sangat mencintai Ardyaz, begitu pula sebaliknya. Namun saat restu tak didapatkan dari Lilyana (Ibu Ardyaz), maka hubungan mereka tak tahu lagi harus bertahan atau melepaskan. Saat cinta menguasai Ardyaz, ia memilih untuk pergi meninggalkan r...