Chapter 4
Wira mungkin salah lihat. Atau tidak. Atau mungkin benar-benar salah lihat.
Pasalnya, Satya tidak pernah memberitau Wira soal ini. Satya selalu memberitau Wira hal yang ia anggap penting. Tapi sepertinya, Satya tidak tau bahwa kedatangannya ke sekolah dengan Stella bukan hal yang penting-penting amat.
Satya datang ke sekolah, di hari pertama, dengan Stella.
Iya, Stella yang itu. Tidak ada perempuan lain yang Wira kenal selain Stella, sepupunya Satya.
“Halo, Wir!” sapa Satya biasa aja. Dia mendatangi Wira sementara Stella di belakangnya bersungut-sungut.
Wira yang sedang berdiri di depan lokernya, dengan kepala menoleh pada “Dua S” itu, tangannya menggantung di sisi loker, mulut Wira menganga, hanya bisa menjawab. “ ... Hai.”
Bisa dilihat dari tampang Satya yang bingung dengan sikap aneh Wira. Tapi sepertinya cowok itu mengesampingkan hal aneh dari diri Wira dan mulai membuka lokernya yang ada di samping sahabatnya.
“Loker gue dimana?” tanya Stella, baru kali ini ia berbicara sejak kejadian di mobil itu, pikir Wira. Setidaknya, Stella baru berbicara di depannya.
Wira entah kenapa cemas saat Stella menangis. Meski perempuan itu berusaha keras untuk menahan tangisan, Wira tau Stella hancur. Dan Wira membenci dirinya sendiri karean tidak bisa melakukan apapun selain terdiam. Wira baru mengenal Stella tidak lebih dari dua jam dan benar-benar aneh jika bersikap seperti mengenal Stella lebih dalam.
“Lo ke ruang Tata Usaha dulu, tanya loker lo berapa,” intruksi Satya tanpa benar-benar memperhatikan.
Wira yakin wajah Stella benar-benar bete. Dan akhirnya, Wira menyadari betapa seragam SMAnya yang khas dan beda dari sekolah lain itu sangat cocok dikenakan oleh Stella. Wira menoleh ke samping saat merasakan pipinya memerah. Untung dari tadi Stella tidak memperhatikan.
“Gue cari sendiri aja, deh. Percuma punya sepupu gak guna kayak lo,” Stella berkata sambil melenggang pergi. Dan bodohnya, Satya malah bersiul-siul senang.
Refleks, Wira menahan pergelangan tangan Stella. Ia berkata, “Gue aja yang anterin.”
Beberapa detik. Stella menatap Wira. Di tengah suasana ramai koridor. Tanpa ada yang menyadari. Mendadak, fokus Wira hanya pada Stella. Dan semua yang bukan dari diri Stella berubah menjadi hitam-putih.
“O ... ke,” kata Stella memecah apapun yang terjadi tadi di antara Wira dengannya. “Terimakasih.”
Satya yang mendengar ucapan Stella lantas tertawa. Wira menoleh pada sahabatnya itu. Bingung sendiri. Sejak kapan Satya selalu gila? Pertama soal pengusiran yang dilakukan Stella pada Wira tempo hari. Sekarang Satya tertawa karena ia menawarkan bantuan untuk Stella?
“Gak usah dipeduliin,” desis Stella seraya menarik tangan Wira. “Ayo, Wir. Keburu masuk jam pertama.”
Stella mungkin tidak tau. Dan mungkin Satya pun juga. Saat tangan Wira digenggam oleh perempuan itu, perempuan yang baru Wira kenal tidak lebih dari dua jam lebih tiga puluh menit, Wira merasa berada di rumah.
.
Stella sekelas dengan Wira.
Hal apalagi yang lebih mengkhawatirkan daripada itu?
Bukan, bukannya apa-apa. Hanya saja, Stella akan selalu salah tingkah jika dirinya berada di radius dua meter dari Wira. Dan, tanpa pengertian pula, guru di sekolah ini malah menyuruhnya duduk di sebrang bangku cowok itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fix
Teen FictionStella Oselyn sudah tau orangtua mereka cepat atau lambat akan bercerai. Begitu juga Daniel, kakaknya, yang entah kenapa sangat mengesalkan Stella karena menerima dengan pasrah akan berita itu. Sakit hati dan tersendiri, Stella tidak mau memilih an...