Chapter 8
Seperti biasa, Gean dan keluarganya makan malam di rumah. Ayahnya berada di ujung meja makan, ponsel di tangan--membaca berita. Ibu Gean, Ina, berada di sampingnya. Sibuk mengobrol dengan Audrey dan Arinda. Pikiran Gean sendiri melayang, meninggalkan raganya.
Sejak Stella pindah ke rumah sepupunya, Satya, rumah Gean terasa berbeda. Tidak ada lagi perempuan menyebalkan dan sinis yang datang tiba-tiba ke rumahnya. Tidak ada lagi perempuan yang membajak semua permainan video game milik Gean. Tidak ada lagi perempuan yang seenaknya mengambil isi kulkas rumah Gean.
Stella sudah jarang ke sini. Bahkan saat kakaknya menitipkan sesuatu pada Gean, Stella tak datang. Saat kakaknya meninggal, tidak ada perubahan.
Gean ingin datang ke rumah sepupu Satya. Tapi, ia ragu. Stella selalu seperti itu. Dia tidak mencari seseorang yang ia butuhkan sebelum dia benar-benar baik. Pertama kalinya Stella datang dalam keadaan buruk adalah saat orangtua mereka bercerai. Sebelum itu, Stella benar-benar menutup diri. Kadang, Stella curhat, tapi hal itu hanya menjadi selingan tidak berarti di obrolan mereka.
"Kak Gean," Audrey memanggil, mengembalikan pikiran Gean kembali ke raganya.
Gean lantas menatap adiknya yang baru saja naik ke kelas 8. Telapak tangannya mengusap kepala Audrey, ia tersenyum.
"Apa?" tanya Gean.
"Kok, Kak Ge daritadi diem terus? Biasanya, 'kan, Kak Ge ngomong terus sepanjang rel kereta api," tanya Arinda, meski sebaya dengan kembarannya, Audrey, Arinda lebih manja.
"Kakak, 'kan, bisa diem juga," kata Gean halus. "Gih, makanannya cepet diabisin."
"Iya, Ge. Kamu 'kok diem?" sambung ibunya. "Kamu ada masalah?"
Ayahnya ikut berbicara. "Bisa Papa bantu?"
Gean meringis dalam hati. Beginilah jika keluarganya terlalu perhatian padanya. Di satu sisi, Gean merasa beruntung dan di sisi lain, ia sedikit risi. Seolah kata privasi jarang ada di rumahnya.
"Ma, Pa, Dek," ucap Gean, "Gean gak apa-apa. Cuma, lagi mikir banyak tugas sekolah yang numpuk."
Meski alasan itu kurang masuk akal, semua anggota keluarga Gean mengangguk paham. Ayah Gean memberinya tips prioritas mengerjakan tugas, ibunya membantu doa sementara dua adik kembarnya menyemangati Gean.
Sambil tersenyum berterimakasih, Gean kembali teringat Stella. Stella yang ingin memiliki kondisi keluarga seperti Gean ....
Ting, Tong.
"Ada tamu, Ge. Coba tolong kamu buka pintu utama," ucap Ayahnya begitu terdengar pintu bel berbunyi.
Gean mengangguk. Ia mengusap mulutnya yang terkena saus mayones dan berdiri. Seiring berjalan, Gean menebak-nebak tamu yang datang di jam malam seperti ini. Begitu Gean sampai di pintu utama dan membuka pintu, luapan rasa senang membanjiri Gean.
Di depannya, berdiri Stella. Dengan gaun hitam bordir dan rambut terurai. Senyum Stella terukir tipis. Kedua lengan Stella membuka, membuat Gean bergerak dan memeluknya. Dalam pelukan Stella, Gean seolah memerangkapnya. Stella berbadan mungil, dulu maupun sekarang.
"I'm so sorry I didn't contact you like ... a month," gumam Stella di pelukan Gean.
Gean mengusap turun naik punggung Stella. Senyum cowok itu terukir. "Apology accepted."
"Apa kabar?" Stella melepas pelukan mereka dan bertanya.
Gean meminta Stella masuk ke dalam rumah, bilang pada sahabatnya bahwa ibunya memasak makanan kesukaan Stella. Mendengar itu, Stella melompat riang ke dalam ruang makan. Gean tersenyum lebih lebar. Sifat Stella dari dulu hingga sekarang selalu lucu.
![](https://img.wattpad.com/cover/28475114-288-k593995.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix
Novela JuvenilStella Oselyn sudah tau orangtua mereka cepat atau lambat akan bercerai. Begitu juga Daniel, kakaknya, yang entah kenapa sangat mengesalkan Stella karena menerima dengan pasrah akan berita itu. Sakit hati dan tersendiri, Stella tidak mau memilih an...