Chapter 5
"Lo mau ikut masuk, gak?" tanya Satya pada Stella dengan muka acuh.
Hari ini, seperti biasa, Stella mengantar Satya maupun Wira ke studio musik tempat dua sohib itu berlatih. Satya masih dihukum oleh ayahnya, karena itu Stella agak terpaksa mengantar sepupunya itu kemana-mana. Stella bilang agak terpaksa karena ...
"Mending, lo ikut bareng kita aja," kata Wira menyarankan.
Karena ada Wira.
Stella biasanya menunggu mereka di dalam mobil. Atau pergi dari tempat itu jika bosan menunggu. Lagipula, selain sekolah, Stella tidak punya kegiatan. Drama yang harus ia lakoni, ia batalkan. Meski uang ganti kerugiannya cukup besar, namun Stella memilih membatalkan semuanya. Dan itu pilihan yang benar, karena sekarang Stella merasa bebas.
"Gue nanti bosen, dong?" tanya Stella. "Lagipula, nanti lo berdua sibuk sendiri. Mending gue di sini, dengerin musik sambil tidur."
Satya menggerutu. "Lo bener-bener mirip supir mobil, tau gak."
"Sembarangan," ucap Stella sambil melotot.
Wira tertawa melihat dua saudara itu saling omel. Seperti bagian puzzle yang sudah lama hilang, kini kembali. Entah kenapa Wira merasa keberadaan Stella saat ini membuat suasana lengkap.
"Padahal, di dalam banyak es krim," kata Wira berpura-pura menyayangkan keputusan Stella untuk tidak ikut.
Mendengar kata es krim, radar hobi makan Stella lantas menyala. Ia menatap Wira dengan mata berbinar. Satya di sebelahnya langsung memijit dahi, seolah tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Ayo, turun dari mobil. Nanti pulangnya makin sore, loh," Stella menyuruh. Ia melompat turun dari mobil dan masuk ke dalam studio dengan kecepatan cahaya.
Wira dan Satya yang masih berada di dalam mobil, kini saling pandang. Lalu mata mereka menuju Stella yang sudah asik mengambil es krim berbagai varian rasa di lemari pendingin. Tubuh mungil Stella yang lincah terlihat jelas dari kaca transparan studio musik.
"Sat," panggil Wira.
Satya yang tersenyum melihat tingkah Stella, kini menoleh pada Wira. "Apa?"
"Menurut lo, misalkan ... misalkan, ya, misalkan gue suka Stella, gimana?" Wira bertanya tanpa melihat mata Satya sedikitpun.
Terjadi hening yang panjang. Seolah pertanyaan Wira membuat Satya harus berpikir lama. Wira nyaris saja bilang, "jangan dipikirkan" saat Satya tiba-tiba berkata.
"Dari awal, lo sama dia saling suka. Cuma, gak ada yang berani maju. Gak ada yang berani ngaku karena ragu," Satya mengedikkan kedua bahunya. "Menurut gue, lo berdua cocok."
Wira kaget. "Serius?"
"Gue kasih tau, ya," ucap Satya seolah sedang membeberkan rahasia besar. "Dia berubah seratus delapan puluh derajat sejak lo hadir. Inget, waktu Kak Daniel meninggal? Dia memang sedih banget. Tapi waktu tau dia bakal satu sekolah sama lo, tiba-tiba dia semangat dan bilang kalo dia bakal mencoba move on dari masa lalunya."
Wira tidak sanggup berkata-kata.
"Dan, Wir, gue cukup yakin kalau perasaan Stella pada lo itu bukan sekedar perasaan sayang ke teman," tutup Satya sembari membuka pintu mobil. "Turun, yuk. Stella udah marah-marah, tuh."
.
Dengan santai, Stella memakan es krimnya sambil duduk menatap Wira dan Satya. Mereka berdua sedang berlatih. Satya menyanyi sedangkan Wira mengiringi dengan gitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix
Teen FictionStella Oselyn sudah tau orangtua mereka cepat atau lambat akan bercerai. Begitu juga Daniel, kakaknya, yang entah kenapa sangat mengesalkan Stella karena menerima dengan pasrah akan berita itu. Sakit hati dan tersendiri, Stella tidak mau memilih an...