Aroma yang begitu wangi membangunkan Jungkook dari tidurnya. Secara perlahan Jungkook membuka matanya menatap hal yang berbeda begitu ia terbangun dari kamar jieun
Kasurnya tertata rapi tanpa ada seseorang yang menempatinya. Jieun pasti sudah bangun sejak tadi. Dan Jungkook justru tertidur disini tanpa melakukan apapun
Tanpa berpikir apapun, Jungkook langsung pergi ke bawah untuk membuatkan beberapa makanan untuk dirinya dan juga jieun. Tapi begitu sampai dapur, ia justru melihat jieun yang baru saja selesai memasak dan sedang melepas apron yang melekat pada tubuhnya
"Kau sudah bangun? Aku sudah memasak untukmu. Kau bisa memakannya" jieun menyimpan hidangan terakhirnya. Tangannya dengan telaten mengambil piring dan menyiapkan beberapa lauk untuk Jungkook seperti biasa ia lakukan
Tapi seperti teringat sesuatu, jieun tiba tiba menghentikan aktivitas nya
"Ah, aku lupa. kau tidak akan memakan makananku bukan?" Jieun kembali meletakan piring yang di pegangnya dan seperti tak terjadi apapun Jieun menutup semua makanannya, seperti sebuah Dejavu yang selalu mengingatkannya akan masa lalu
"Ak-aku akan memakannya" Jungkook menghentikan pergerakan tangan jieun dan kembali mengambil piring yang sebelumnya di siapkan jieun dan mulai melahap masakan jieun dengan begitu lahap
Jieun hanya menatap Jungkook tanpa ekspresi. Tak begitu mengerti kenapa jungkook begitu berubah drastis padahal Selama ini mereka tak pernah berbicara dengan benar apalagi untuk mengkhawatirkan satu sama lain
Jieun menarik kursi yang cukup jauh dengan Jungkook dan mulai menikmati makanannya dalam diam. Dan beruntunglah kali ini, tak ada mual atau apapun yang terjadi pada tubuhnya jadi jieun bisa menikmati makanannya dengan benar tanpa harus memuntahkannya
" Be-berapa usia kandungan anak kita?" Jieun menatap Jungkook yang terlihat ragu mengutarakan pertanyaannya
Jieun sedikit terdiam, berpikir sendiri sebenarnya sudah berapa lama janin ini berada di dalam tubuhnya
"Kurasa satu atau dua bulan" jungkook terlihat tak begitu yakin dengan jawaban jieun. Satu atau bulan? Itu tak mungkin, melihat perut jieun yang sudah terlihat berisi
"Kau yakin? Kurasa lebih dari itu"
"Aku tak pernah menghitungnya. Dan Berhenti bertanya seolah kau peduli"
"Aku memang peduli. Dia anak kita jieun" jieun tak memperdulikan ucapan jungkook. Sekeras atau selantang apapun Jungkook mengatakan peduli tentang dirinya dan juga anaknya, jieun tak akan pernah percaya apapun. Jadi ia cukup diam
"Aku sudah menjadwalkan dengan dokter kandungan.
menaruh sumpitnya cukup keras. Seketika nafsu makan jieun hilang hanya dengan pembicaraan ini
" Sejak awal aku tak butuh pengakuan mu untuk anak ini. Anak ini akan menyulitkanmu. Dan Ku yakin, pacarmu tak akan menyukai keberadaan anak ini"
"Aku sudah putus dengannya" jieun terdiam. Tak menyangka jika hubungan Jungkook dengan pacarnya putus begitu saja. Setelah apa yang mereka lakukan selama ini
" Aku sudah putus dengannya. Jadi jangan salahkan keberadaan anak kita"
Jieun tak merasa harus mendengarkan semua omong kosong Jungkook. Itu bukan urusannya
"Dengar, Aku kembali ke rumah ini karena aku tidak mau orang tuaku mencampuri kehidupanku lagi. Jadi ku harap kau tidak terlalu memberikan perhatiaan seperti ini padaku atau pada anak yang ku kandung"
Cukup pembicaraan mereka. Jieun tak ingin membicarakan apapun lagi. Tanpa menghabiskan makanannya, jieun beranjak pergi ke kamarnya
*****
Pembicaraan itu menjadi pembicaraan terakhir mereka. Seperti kembali ke dalam kehidupan lama mereka, jieun tak pernah menampakan dirinya sama sekali selama beberapa hari.
Hanya saat malam hari, Jungkook mendengar begitu seringnya jieun merasa mual dari dalam kamarnya. Jungkook sangat ingin mendekati jieun, tapi mengingat apa yang di katakan jieun, Jungkook mengurungkan niatnya
"Jieun?" Setelah mengumpulkan niatnya, Jungkook memanggil jieun yang ia pikir berada di dalam kamarnya seperti biasa
Terlalu hening tanpa jawaban, Jungkook membuka kamar jieun. Dan tak seperti dugaannya, kamar jieun kosong tanpa jieun di dalamnya
Tak sempat mencari keberadaan jieun, deru mobil terdengar di luar sana. Jieun keluar dari mobil tersebut dan memberikan senyuman pada laki laki yang sama yang mereka di temui di supermarket
Jungkook tak tau siapa pria itu, tapi ia memiliki firasat buruk mengenai ini
"Dari mana saja?" Jungkook langsung bertanya cukup keras pada jieun yang baru saja pulang
Tak ingin menjawab, jieun melewati Jungkook. Tapi seperti tak membiarkan jieun pergi, Jungkook menarik lengan jieun
"Apa apaan kau? Lepaskan aku"
"Aku bertanya kau dari mana, apa kau tidak bisa menjawab pertanyaan ku?" Seperti melihat Jungkook di masa lalu, jieun tersenyum miring saat melihat Jungkook yang kembali pada sifat aslinya
"Aku? Aku pergi dengan calon suamiku" Jungkook terbakar dengan api emosi yang tak ada hentinya. Bukan karena cemburu, Jungkook hanya merasa kesal jieun dengan mudahnya membicarakan calon suaminya di tengah hubungan mereka saat ini
"Kau mengandung anakku Lee jieun. Kau tidak bisa menikahi siapapun begitu saja selama mengandung anakku"
Perkataan Jungkook adalah mutlak yang harus di turuti jieun. Dengan kasar, jungkook mendorong tubuh jieun hingga membentur tembok dan menyatukan bibir mereka dengan kasar dalam sebuah ciuman
Jieun tak menginginkan semua ini, ia berusaha untuk lepas dari Jungkook tapi tenaga pria di depannya begitu kuat. Tak terlepas sama sekali, tangan Jungkook menggenggam erat pinggang jieun memberikan beberapa tanda di leher jieun sebagai bukti jika jieun adalah miliknya dan hanya miliknya
"Ka-kau milikku Lee jieun" jieun menggeleng dalam tindakan paksa yang di lakukan Jungkook. Tenaganya sepenuhnya habis untuk melawan Jungkook dan barulah ketika tangis turun dari mata jieun, Jungkook baru menyadari apa dilakukannya. Ia segera melepaskan jieun dan dengan cepat jieun terjatuh menangis dalam diam
"Ji-jieun, maafkan aku. A-kku. Aku han-hanya---
"Kau memperlakukanku seperti jalang untuk kedua kalinya jeon Jungkook. Aku membencimu!"
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Past
FanfictionPerceraian mungkin jalan terbaik bagi keduanya. Tapi jika pada akhirnya Jungkook harus kehilangan segalanya ia tak akan dengan mudahnya mengatakan ya saat itu Ini adalah kisah ku, bagaimana aku belajar untuk tak mudah memberikan hatiku pada seorang...