6

11 1 0
                                    

Sudah genap satu semester aku berada ditanah rantau, ini saatnya aku pulang menuntaskan rindu pada belaian tangan ibuku, dan pelukan hangat dari segala penghuni rumah.

Ada rasa senang sepertinya hormon endorfin telah memenuhi seluruh tubuhku. Senyum tak pernah pudar dalam bibirku. Karna pulang kerumah adalah saat-saat yang selalu aku nantikan. Bahagia bagaikan mendapat lotre.

Seluruh perlengkapan yang akan ku bawa pulang sudah masuk dalam tas ransel ukuran sedang. Aku segeta mandi dan bersiap untuk pulang,  mumpung matahari masih setinggi tombak.

"jadi pulang hari ini mblo" ucap santi yang tengah duduk diatas ranjangku.

"iya mblo, udah kangen rumah aku" aku memasukan charger ponsel dalam sling bag.

"yaudah aku anterin ya sampai pelabuhan" tawar santi

"oke ayo berangkat"
Kamipun akhirnya berangkat ke pelabuhan, lebih tepatnya santi mengantarkanku ke pelabuhan.

"makasih mblo" ucapku padanya dan memeluknya sebentar karna kita pada akhirnya akan berlibur selama sebulan.

"hati-hati dijalan, dijaga barangnya. Salam sama keluarga dirumah" ucap santi dengan melambaikan tangannya padaku.

Dia salah satu teman yang membuatku mampu menceritakan segala gundah, bahagia atau dia yang menjelma menjadi tempatku meluapkan emosi.

Aku menyusuri tapak jalan menuju kapal yang akan membawaku ke tempatku pulang,  Setelah dibawa kapal aku harus menaiki bus sebagai kendaraan terakhirku menuju kota tempat tinggalku. Aku selalu menyukai perjalanan. Bertemu dengan banyak orang, atau bertemu dengan pengamen yang selalu menyumbangkan suara-suara merdunya, atau bahkan ada penjual yang selalu mengkoarkan kalimat "aquanya mbak, teh pucuknya mbak" atau "nasi angetnya mbak, tahu mbak, bakpianya mbak, gethuk pisangnya mbak asli dari kediri"

Aku senyum melihat pemandangan ini, banyak orang berdesakan masuk, saling berebut tempat duduk dan saling bersikap egois. Dalam perjalanan banyak orang akan kembali ketempat yang dirindukan dan sebaliknya, menahan tangis perpisahan dengan orang-orang yaang dicintainya.

Perjalananku memakan waktu sekitar 7 jam untuk sampai di terminal bus daerahku. Menunggu jemputan sambil memotret orang yang tengah bercengkrama, memeluk karna peepisahan, menanggis karna ditinggalkan namun ada bahagia karna dipertemukan.

Satu hal yang perlu diingat saat ini, bahwa setiap pertemuan adalah satu langkah menuju perpisahan. Perpisahan akan menyisakan luka bahkan trauma dalam hati masing-masing. Atau semakin sering kita bertemu justru semakin pilu ketika berpisah.

Lain halnya dengan perpisahan dan pertemuan, ditinggalkan atau meninggalkan itu juga membuat sesak pada bait-bait penyalur nafas.
Ditinggalkan dan meninggalkan, dua kata yang berbeda makna, namun sering menyakiti atau justru membahagiakan.

Aku pernah ditinggalkan, atau bisa disebut sering ditinggalkan orang-orang yang paling berarti dalam hidupku.
Aku pernah ditinggalkan teman yang paling aku percayai, hingga akhirnya aku sulit percaya arti sahabat.
Dulu aku mempunyai banyak teman, mudah bergaul, sering mengutarakan perasaan hingga akhirnya aku merasakan sakit dan sedikit trauma, menyebabkan aku sulit bergaul, terlalu menutup diri, bahkan aku sempat menderita depresi ringan.

Kenapa? Karna disakiti orang yang paling dipercayai ternyata memberikan efek luar biasa pada raga, jiwa bahkan hatikupun ikut menerima efeknya.  Bahkan sampai saat ini aku selalu memiliki topeng yang berbeda pada setiap orang yang kutemui. Menumpuk topeng kepalsuan semakin menjadi hobiku saat ini, hingga aku lupa siapa diriku sebenarnya.

Terlarit larut dalam ceerita laluku, aku kini telah sampai di depan rumahku. Udara dingin menyegat tubuh, ah aku lupa menceritakan bahwa kota tempatku tinggal terkenal sebagai pegunungan. Hawa panas bahkan jarang ada di kotaku, dingin sudah menjadi hawa permanen disini. Aku menghirup dalam udara yang selama ini aku rindukan, matakupun dimanjakan dengan pepohonan hijau, dan samping jalananpun  masih dihiasi banyak pohon menambah kesejukan sore ini.

"assalamualaikum, aku pulang" salamku di depan pintu.

"Walaikumsalam, loh pulang tidak bilang-bilang dulu" kaget ibuku,

Tanpa kata aku berhambur kedalam pelukannya, menumpahkan segala rindu yang telah aku tabung selama di perantauan.

"bapak kemana bu?" tanyaku memperhatikan kondisi rumah saat ini, sepi hanya ada ibu dan adikku yang tengah tertidur pulas.

"masih dilandang, sebentar lagi pulang, yaudah kamu segera mandi dan makan" suruh ibuku.

Aku bergegas melaksanakan perintah ibuku, selesai itu aku menemui adikku yang masih tertidur. Ku pandangi dalam diam,

Kamu sudah sebesar ini gumanku dalam hati, adikku perempuan telah tumbuh menjadi anak-anak. Dari segi wajah Dia mirip denganku, yang membedakan hanya dia berpawakan gemuk, sedangkan aku tetlahir dengan tubuh minimalis, atau bisa dibilang kurus.

"mbak makan dulu" teriakan ibukku dari arah dapur membuyarkan lamunanku.

"iya ibu" aku bergegas mengambil piring dan melahap masakan ibukku, yang selama ini aku rindukan. Masakannya tetap enak, aku kadang heran kenapa ibukku selalu bisa memasak masakan seenak ini,  bahkan masakanku saja tak mampu mengalahkan masakannya. Padahal aku selalu menggunakan resep darinya.

"mbak tadi pulang dijemput siapa di terminal?" tanya ibuku

"sama gojek buk"

"loh kok ngak sama putra? Biasanya dia yang jemput" tanyanya lagi, sukses membuat aku tersedak air liurku sendiri. Tenggorokanku tiba-tiba kering mendengar satu nama itu.

"oh enggak buk, dia lagi tugas" maaf kali ini aku telah berbohong.

"oalah, pantas dia jadi jarang ke sini. Mumpung kamu dirumah, besok suruh main kesini ya, soalnya ibu mau buat bakso" pinta ibuku.

Ada sedikit kaku dan kelu dalam lidahku, setelah sekian lama aku mencoba tak menyebut nama itu, kini justru ibuku memintaku menemuinya. Kenapa semesta selalu mempunyai kejutan untukku?

***

Happy reading 🖤



Superindui CupientesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang