8

9 1 0
                                    

Pagi tampak cerah dengan seburat fajar dari timur, aku selalu senang melihat bagaimana semesta tengah menunjukkan keindahannya. Pagi hari rutinitasku masih sama, membantu ibu memasak dan membersihkan rumah. Aku selalu senang jika diajak ibukku memasak atau menemaninya belanja ke pasar.

"buk disini gak pernah ada pasar malam ya?" tanyaku disela memotong wortel untuk sayur sop

"jarang, biasanya kalau ada pabrik buka itu baru ada pasar malam" jawab ibuku dengan cekatan memasuka  bumbu-bumbu pada panci.

Aroma kenikmatan sudah tercium melalui indra penciumanku. Sial, cacing diperutku sudah berdemo untuk segera dikasih nutrisi.

"aku jadi kepingin naik bianglala sama makan arum manis" pintaku. Naik binglala sama makan arum manis adalah suatu kebahagiaan bagiku. sejak aku masih kecil kalau ke pasar malam aku selalu membeli arum manis, bahkan sampai sekarang aku tetap menyukai 2 hal tersebut.

"ya ajak si putra ke pasar malam, biasanya kalian selalu pergi ke pasar malam berdua" saran ibuku

Aku terdiam, "bu aku udah ngak sama putra lagi, kita banyak perbedaan pendapat" kataku pelan.

"kok baru cerita, yaudah kalau itu memang pilihan kalian berdua, dan membuat kalian berdua saling bahagia, ibu bisa apa selain memberikan saran yang terbaik untuk kalian"

Ini bukan pilihanku bu, ini pilihan dia. Aku tidak bahagia dengan keputusan dia secara tiba-tiba - ucapku dalam hati

"iya ibu, mungkin memang kita hanya sebagai teman saja, dan aku memilih pergi dati putra " ucapku mencoba baik-baik saja.

"kalau itu pilihan kamu harus konsisten dengan pilihan kamu, kalau kamu memilih pergi dari putra ya kamu jangan berbalik lagi pada dia, aku yakin kamu bisa" tutur ibuku.

Aku terdiam kembali, mencerna setiap kata yanh diberikan ibuku.
Iya, aku harus melepaskan meski awalnya terasa berat namun kan terbiasa, nanti.

"kamu pasti mendapatkan yang terbaik, dia yang selalu betuntung memilikimu" akhir kata dari ibukku, yang kemudian dia pergi.

Setelah memasak, aku kembali pada kamarku, mendengarkan musik dan novel sudah menjadi candu bagiku.

Ah aku lupa untuk melihat ponselku.
Ada beberapa notif dari grup dan personal chat, hanya untuk mengabarkan nilai yang sabagian sudah keluar di kartu hasil studi.

Jerapah satutnus

Bro
Kapan balik ke kos?
Aku kangen
Eh maaf tadi dibajak malaikat

Aku ngak balik lagi
Ah bilang aja kalau kangen aku, kan emang aku gangenin dan gemesin gini 🤣

Kenapa?
Siapa yang kangen kamu, tadi khilaf nih jari tangan.

Mau nikah

Sama aku kan ya nikahnya?

Ye bukan, sama jodohku lah

Ya kan jodohmu aku, nanti kita pakai adat jawa aja ya kalau nikah

Bodo amat

Aku mengakhiri obrolanku dengan ray, menghadapi tingkah ray seperti itu sudah biasa bagiku. Namanya juga play boy jadi mahir gitu gombalin perempuan. Untuk perempuan lain mungkin akan baper, namun bagiku justru kalau ray yang serius akan membuatku baper.

***

Rasanya hari semakin cepat saja kalau berada dirumah, sekarang aku sudah berada di meja makan bareng adik, ibu dan bapakku. Jujur aku merindukan hal seperti ini.

"bagaimana nilai kamu?" tanya bapakku

"bagus pak" ucapku sedikit gugup.

"ya harus bagus, kalau sampai nilai kamu ngak bagus dan beasiswa kamu dicabut, kamu keluar aja dari kampus" tegas bapakku dengan tatapan tajam.seperti biasanya.

Semua orang diam, tak ada yang berani bicara sedikitpun hanya suara sendok yang beradu.

"iya pak, aku udah usaha biar nilaiku tetap bagus, biar bisa tetap kuliah"

"harusnya kamu tu ngak kuliah, buang waktu, buang uang. Kalau kamu kerja udah punya banyak uang dan ngak nyusahin aku"

Hatiku ngelu, sakit menghatam ruang dadaku. Sesak, bolehkan sedikit saja aku meminta udara agar tidak mencekam dadaku.

"aku kuliah juga ngak minta uang dari rumah" ucapku lalu pergi meninggalkan mereka, hatkku terlukai. Ah biarkan saja aku dianggap anak duharka.

"pak, jangan diungkit aja, dia baru pulang. Kasian kalau dimarahin terus" lerai ibukku yang masih terdengar ditelingaku.

"bair saja, memang dia anak ngak bisa diatur"

Kalimat tajam merasuk pada telingaku, hatiku sakit. Bahkan air mataku tak bisa kutahan lagi.
Menanggis mungkin satu cara agar aku bisa sedikit tenang.
Ya memang selama ini aku hanya bikin susah keluarga, dilahirkan sebagai anak pertama yang harus kuat dengan segala hal.
Dulu waktu aku selalu ingin diantar sekolah oleh bapakku seperti temanku yang lainnya. Bapakku selalu bilang "jadi cewe jangan manja, kalau bisa berangkat sendiri yang berangkat sendiri"

Waktu minta dibelikan boneka, bapakku selalu bilang "buat apa boneka, ngak berguna" setelah itu dia justru membelikan boneka keponakannya.

Katakanlah aku iri dengan anak dari tanteku, yang selalu dimanja oleh bapakku, oleh nenek dan kakek dari bapakku. Giliran aku yang minta pasti bilangnya "itu ngak berguna".

Dulu aku suatu ketika aku bilang "pak aku diganggu sama temanku laki-laki" sebagai bentuk perlindungan diri. Tapi jawabnya "harusnya kamu bisa atasi sendiri, bukan mengadu dasar manja".
Akhirnya aku berantem dengan teman lelaki, adu jotos sampai mukaku ada bekas birunya.

Dari dulu aku dilarang untuk manja, kadang aku sampai lupa kalau aku ini seorang perempuan yang tetap saja punya sifat manja.
Aku selalu punya topeng baik-baik saja dan topeng kebahagiaan. Waktu malam aku selalu menangis di pojokan kamar sebagai bentuk kalau aku ini juga wanita lemah. Dalam hidupku aku selalu ingin merasakan kasih sayang seorang ayah, meskipun aku mempunyai ayah, bahkan ayahku satu rumah denganku. Tapi aku tak pernah merasakan sedikitpun cintanya.

Aku selalu jadi bayangan, yang ngak kalau gelap aku selalu menghilang.

Bapakku menganggapku ada ketika aku mendapat prestasi, namun ketika aku terpuruk, aku butuh sekedar kata motivasi darinya, dia menghilang.

Topeng-topengku selalu banyak hingga semua orang hanya tahu kalau aku bahagia dan baik-baik saja.

***

Terima kasih sudah membaca

Jangan lupa follow ig author @anisanl07

Superindui CupientesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang