Satu jam berlalu, setelah Gaffin menyaksikan sang kakak pergi meninggalkan ruang tamu dengan fikiran dan keadaan yang kacau, ia memutuskan untuk menyusul sang kakak, berniat mengecek keadaan kakaknya.
Namun, kernyitan samar pada dahinya terlihat, kala ia memutar knop pintu sang kakak.
"Kok di kunci?" gumam Gaffin, ia masih mencoba memutar knop tersebut sembari mengetuk pintu kamar sang kakak, dan tidak lupa untuk terus menyerukan nama kakaknya.
Awalnya, ia membiarkan sang kakak untuk menenangkan diri, tapi setelah Gaffin berfikir keras, itu tidak baik untuk Jia.
Dug ... dug ... dug
"KAK!"
Gaffin berdecak kesal, sedari tadi dia memanggil kakaknya namun tidak ada jawaban. Bahkan pintunya kali ini di kunci. Rasa takut menggerogoti hati Gaffin tiba-tiba, ia takut terjadi sesuatu dengan kakaknya.
Dengan keputusan bulat, iapun mundur beberapa langkah, dan langsung menabrakkan tubuhnya pada pintu kamar Jia hingga pintu itu terbuka.
BRAK
Gaffin mengerjap beberapa kali saat tubuhnya sudah masuk di dalam kamar Jia, "..., kak?"
Seruannya hanya bersambut dengan hening, kemudian netranya menatap sekeliling ruangan tersebut yang jauh dari kata rapih. Dengan degup jantung yang menggebu, ia perlahan melangkahkan kakinya sembari menatap barang-barang yang sudah berserakan di lantai, perasaannya semakin berkecamuk saat ia melihat pecahan kaca dan tetesan darah.
Darah?
Gaffin mengulum bibirnya, menatap jejak darah yang sedikit mengering menuju ke arah kamar mandi. Ia memutuskan untuk berjalan perlahan mengikuti jejak darah tersebut dengan perasaan campur aduk.
Bau anyir darah menyeruak masuk ke dalam Indra penciumannya setelah Gaffin membuka pintu kamar mandi. Pemuda itu semakin kalut, dengan tergesa ia masuk ke kamar mandi, kemudian membuka tirai kamar mandi Jia.
BRUK
Gaffin jatuh terduduk di lantai, didepan bath-up dengan air yang berwarna merah.
Seluruh tubuhnya terasa lemas, nafasnya tercekat, bahkan, persendiannya terasa lumpuh seketika. Sulit baginya untuk mencerna semua kejadian ini.
Ia menatap nanar tubuh kakaknya yang terbaring lemah di dalam bath-up dengan tremor ia memutuskan untuk berdiri. Menatap lamat-lamat kearah bath-up dan berpikir bahwa semua ini tidak nyata. Mata Gaffin kembali memanas, bahkan sampai tidak terasa jejak air mata sudah tercetak pada pipinya.
Menyaksikan bath-up yang terisi air berwarna merah, Gaffin tidak terlalu bodoh untuk tidak menyadari apa yang terjadi pada kakaknya. Sang kakak sudah terbujur kaku di dalam bath-up.
"K-kak.”
Gaffin menatap tubuh kakaknya yang sudah memucat dengan tatapan tidak percaya.
"Kak Jia," baritonnya merendah, dengan suara yang terdengar bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I? - Mark Lee✓
Fanfiction❝Harus rayain kelahiran atau kematianmu?❞ ©fleurpuff_