Part 10 : Kejutan Dari Langit

2.3K 202 10
                                    

Sesungguhnya Allah memberi kemudahan bagi mereka yang bertakwa. Namun, Dia takkan pernah berhenti memberi cobaan demi cobaan pada hamba-Nya, agar mereka senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diterima.

****

Kalimatku tercekat di tenggorokan. Melihat sepasang kekasih halal itu berjalan semakin mendekat ke arahku. Membuat deru panas menguasai ragaku. Genangan air di pelupuk mata, sudah tak tertahankan lagi. Bayang-bayang jurang nestapa kembali melintas tanpa permisi. Berulang kali aku mengucap kalimat istighfar, mencoba menenangkan hatiku yang gemetar.

Abang menoleh ke arah mataku tertuju saat ini. Raut wajah terkejutnya mengalahkan rasa nikmat akan makanan yang sedang disantap. Seketika ia berdiri tegak di hadapanku. Menutupi pandanganku akan lelaki penoreh luka lewat takdir yang harus kuterima.

"Assalamu'alaikum," salam Syafiq Lin.

Deg.

Suara itu sontak membuat genangan air mata yang kutahan sekuat tenaga, tumpah membasahi pipi.

"Wa'alaikumussalam," jawab Abang dan Mbak Ainul bersamaan. Sedang aku hanya menjawabnya dalam hati.

Kulirik tangan Abang mengepal menahan emosi yang belum sepenuhnya berhasil diatasi. Aku menunduk, tak sanggup menatap dua orang yang baru saja menghampiri kami.

"Apa ini kebetulan? Atau Anda sengaja?" tanya Abang.

"Saya tidak tau harus bagaimana lagi agar dapat bertemu untuk meminta maaf secara langsung. Saya ak--"

"Insya Allah! Saya sedang berusaha mengikhlaskan segala yang terjadi!" Aku meremas gamis mustard yang kukenakan, menahan gemetar tangan kala mendengar suara berat itu. Tiba-tiba, pening melanda.

"Saya sangat berterima kasih, tapi ... izinkanlah sa--"

"Shasa mau pulang sekarang, Bang!"

Mbak Ainul mengamit tanganku, menggenggamnya, kemudian mengelusnya penuh kehangatan. Memberiku kekuatan agar tak kalah akan terpaan nestapa. Aku masih setia menunduk, menatap ujung sepatu putih yang kukenakan seraya menyebut asma Allah.

"Dek Shasa ...." Mbak Syabila mendekat, menyentuh bahuku, lembut.

Aroma maskulin yang pernah kuhirup malam itu, menyapa indra penciuman kala Mbak Syabila berdiri tepat di sebelahku. Entah mengapa, ada perasaan aneh yang kurasakan di dalam sana, perutku serasa diputar hingga membuatku mual. Sontak aku menjauh darinya seraya menutup hidung.

"Adek kenapa?" tanya Mbak Ainul terdengar khawatir.

"Adek mual, Mbak." Aku terus memuntahkan sesuatu, tapi anehnya tidak ada apa pun yang keluar.

Aku berjongkok dengan memegang perut dan dadaku, menahan rasa mual dan sesak di dalam sana. Setiap kali Mbak Syabila mendekat, aku mengisyaratkannya untuk menjauh. Aroma itu membuat mualku semakin bertambah.

Abang memegang kedua bahuku, panik. Ia menyentuh keningku dengan salah satu punggung tangannya, sorot matanya tampak khawatir. Wajah keras penuh amarah yang tadi ditujukan pada Syafiq Lin, kini berubah menjadi cemas.

"Adek sakit? Kita ke dokter, ya?"

Aku menggeleng, pelan.

Rasa mual berlebihan menjalarkan rasa pening teramat sakit di kepalaku. Berulang kali kuucapkan kalimat istighfar dalam hati. Meminta secuil kekuatan agar tak tampak lemah di hadapan Mbak Syabila. Aku tak ingin dia kembali memintaku untuk menikahi suaminya.

"Adek?" Suara Abang terdengar samar di telingaku. Hingga aku merasa, cahaya matahari mendadak padam membuat pandanganku menghitam.

****

HAFSHA - Ketika takdir menggoreskan luka [Terbit] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang