Pernah mendengar kisah cinta diam-diam Ali dan Fatimah? Bagaimana menurutmu? Luar biasa bukan? Aku memutuskan untuk menyimpan rapat-rapat rasa yang sebenarnya aku pun tak tahu. Apakah ini cinta atau hanya obsesi semata? Yang pasti, aku akan menyimpannya dalam diam. Karena yang ada di hati Lin hanya Mbak Syabila.
Sejak malam itu, aku berusaha untuk tak menjalin percakapan dengan Lin. Hanya ketika memang mengharuskanku untuk berbicara dengannya. Seperti hari ini, sudah jadwalku melakukan cek kandungan dan Mami meminta Lin untuk menemaniku.
"Tapi Syaf gak bisa, Mi. Ada rapat pemegang saham hari ini."
"Mami juga gak bisa. Jam sembilan nanti harus udah di bandara. Ada pertemuan antar kepala yayasan sekolah berbasis IT di Medan sore nanti."
"Syaf juga gak bi--"
"Shasa bisa sendiri." Aku menoleh menatap Mami yang duduk di sebelahku. "Shasa bisa pergi sendiri, Mi. Atau nanti bisa minta temankan Mbak Ainul."
"Tapi Nak ...."
"Nanti Syaf minta tolong Syabil untuk menemani kamu. Tidak pa-pa, 'kan?" Kini aku menoleh pada Lin yang duduk di meja paling ujung. Tempat kepala keluarga biasa duduk, karena Papi sedang melakukan perjalanan bisnis keluar kota.
Aku mengangguk, menuruti segala perintah dan keinginannya. Begitulah yang diajarkan Abang padaku. Untuk menjadi istri yang menyenangkan hati suami. Mungkin aku tak bisa memberinya kesenangan yang lain, tapi aku berharap, dengan menuruti kemauannya akan menyenangkan hatinya.
"Kamu beneran gak pa-pa, Nak?" Tangan Mami menggenggam tanganku. Ada sorot penyesalan di matanya.
Aku menggeleng dan mencoba tersenyum. "Shasa gak pa-pa, Mi."
Kenapa harus ada apa-apa? Mbak Syabila sangat baik menurutku, selama seminggu aku tinggal di rumah ini, ia selalu menghubungi dan menceritakan banyak hal. Stereotip istri pertama judes dan membenci istri kedua, menguap begitu saja. Sebab Mbak Syabila tidak begitu. Aku merasa seolah memiliki kakak perempuan dibuatnya.
Allah, bolehkah aku meminta agar perasaan yang kurasa ini Kau ambil kembali? Sungguh rasa ini hanya akan menjadi penyesalan. Yang mana akan berujung belenggu kesedihan. Biarlah kusimpan diam-diam, selagi itu mampu membuat hati ini nyaman tanpa rasa bersalah.
"Sha?"
"Eh, iya, Mi."
"Kenapa?"
Aku tersenyum dan menggeleng pelan. "Gak kenapa-napa kok, Mi. Nanti biar Shasa aja yang hubungi Mbak Syabilanya."
****
"Gimana rasanya hamil, Dek?" tanya Mbak Syabila kala kami menunggu antrian di depan poli kandungan.
"Bingung jelasinnya, Mbak. Banyak yang berubah setelah hamil. Dulu adek suka banget sama tiramisu cake, tapi sekarang malah gak bisa nyium aroma kopi."
"Oh, ya? Mbak juga suka banget sama kopi. Tapi Mas Syafiq gak suka, jadi semenjak nikah mbak gak pernah lagi minum kopi."
Aku tersenyum mendengar penuturan Mbak Syabila. Sebegitu cintanya ia pada Lin, sampai meninggalkan minuman favoritnya hanya demi Lin.
"Ah, bener. Satu lagi, Mas Syafiq gak suka makan pete dan sejenisnya. Bisa muntah dia kalo nyium aroma itu di rumah. Ehmm, apa lagi ya? Nah, iya. Mas Syafiq suka banget makan rawon. Ntar adek belajar masaknya, ya? Biar mbak bantu ajarin."
Aku mengangguk setuju. Dari binar matanya, Mbak Syabila terlihat sangat antusias sekali. Menceritakan banyak hal tentang Lin padaku. Apa kebiasaannya, kesukaan, dan apa-apa saja yang tak disukai Lin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAFSHA - Ketika takdir menggoreskan luka [Terbit] ✔️
RomansaKata pembaca, cerita ini seperti drama Fated Love (Korea) yang bersatu dengan Ayat-ayat Cinta (Indonesia). Kisah yang sama-sama mengharu biru di setiap part-partnya. Apa iya? Buktikan sendiri! _______ Genre : Romance-religi Blurb : Hafsha terpak...