ROMANO

2 0 0
                                    


ROMANO

oleh : Iman Hidayah

Aku satu orang dari sekian juta orang yang mempunyai mimpi menjadi seorang dokter, dan aku hanya satu orang dari sekian banyak orang yang mempunyai cita-cita menjadi seorang TNI. Setelah 12 tahun lamanya aku mengenyam bangku pendidikan, terakhir aku berada dalam lingkup SMA, sekolahku berada di kota kecil paling ujung Jawa Barat yaitu Kuningan. Aku pikir setelah lulus sekolah itu menyenangkan, bisa terbebas dari berpikir, terbebas dari tugas, terbebas dari segala hal yang mengatur hidupku yang sebetulnya itu hanyalah keegoisan dalam hidup.

Menjadi orang yang hebat sangat mudah bagiku, tapi berusaha menjadi hebat itu tidak bisa dihitung dengan estimasi yang singkat, karna aku punya keyakinan bahwasanya hebat itu hanya sebuah kata yang terbentuk dari beberapa fonem, namu proses hebatnya itu, hanya bisa terbentuk dari makna berusaha, tidak mudah menyerah, sabar dan kuat. Sebuah keindahan akan muncul jika terdapat sebuah rahasia yang telah terbongkar, hingga orang lain akan berkata oh seperti itu, hanya itu saja?, lalu kita akan mendapatkan kebenaran yang terungkap dari cemoohan orang lain, hingga kita berkata aku akan menyusuri lautan hingga kalian tidak pernah menemukanku lagi di permukaan, aku akan masuk ke dalam dasar lautan hingga kalian tidak dapat menjemputku pulang, dan aku akan muncul di permukaan tapi aku akan terbang keangkasa, hingga kalian tau seperti apa perjuangan itu hadir.

Hingga tiba waktunya, aku merayakan bersama teman-teman satu angkatan, dengan telah dinobatkan aku lulus seperti siswa lainnya. Lalu kami saling berpelukan, mendoakan, mengucapkan kata 'semoga sukses yah', lalu meneteslah air mata yang entah bisa keluar begitu saja, padahal apa yang disedihkan? Tidak ada. Yang pada dasarnya kita hanya akan melepaskan seragam sekolah, namun mungkin itu yang dinamakan proses hidup dan menghidupi.

" Bagaimana dengan mimpimu? " Reni menanyakan hal tersebut sambil mengusap pipi kirinya.

" Bagaimana mungkin wanita secantik dirimu menangis " jawabku.

" Bagaimana mungkin juga kamu mengacuhkan pertanyaanku " Reni menjawabnya dengan sedikit nada tinggi.

Sedangakan aku tidak pernah terpikirkan apa yang akan aku jawab dengan pertanyaan yang membuatku terasa sangat membingungkan itu, memang aku pernah mengatakan sebuah keinginan untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA, namun entah apa dan bagaimana dengan keadaanku yang memang kekurangan ini, dan akupun orang yang tidak biasa meminta sesuatu yang mungkin akan memberatkan orangtuaku.

" Adit ? " Reni menepuk – nepuk pundaku.

" Oh iya, kemungkinan besar aku akan bekerja " jawabku kaget.

" Lalu dulu? bukannya kamu mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolah? aku mempunyai keinginan untuk mendapatkan kekasih yang mempunyai pendidikan tinggi loh, apa kamu sudah lupa dengan janjimu yang katanya ingin membuatku menjadi wanita satu – satunya yang akan berbahagia jika berdampingan denganmu ?.

" Oh iya mungkin aku lupa dengan hal tersebut, aku akan pulang cepat hari ini, mungkin pos pendakian sudah sesak dengan orang – orang yang sedang melakukan registrasi. Dah sampai jumpa, aku akan meninggikan ilmuku walau tidak melanjutkan pendidikanku." Aku menjawab sambil menahan kegelisahanku.

Bunga itu semakin layu, menandakan akan datangnya hal yang tak biasa, bunga itu akan terus mekar dengan harumnya yang dapat memecahkan cakrawala semesta, bunga itu hanya impian dengannya. Selepas hari itu aku dan Reni tidak pernah bertemu lagi, dan aku kini telah bekerja di salah satu toko bunga yang cukup terkenal. Aku menjadi seorang yang sangat mencintai bunga, dengan pembekalan dan pembelajaran dari sang pemilik toko bunga, aku berusaha untuk menuai keindahan yang mungkin akan memekarkan sebuah melati yang indah sekali.

Gajihku hanya limaratus ribu setiap bulannya, itupun aku sudah bersyukur sekali, terkadang gajihku tidak dibayar dengan uang yang akhirnya dibayar dengan bibit bunga yang ada, setidaknya jika uang tak dapat memenuhi dompetku, dengan bibit bunga bisa memperindah dompetku. Kemudian aku berfikir bagaimana dompetku tidak hanya indah namun berisi, dengan bibit yang sering sekali menggantikan gajihku itu aku memutuskan membuat kebun bunga sendiri di halaman belakang rumah. Harapan itu akan muncul jika telah bertemu sangpengharap, dengan sedikit pemantik yang memercikan api saja sudah lebih dari cukup,tinggal berusaha dan berfikir baik saja bukan. Tidak butuh bertahun – tahun, hanya dengan hitungan bulanpun berakhir dengan cacian kembali.

Reni mengirimku pesan dia ingin bertemu hari ini di taman kota.

" Jika hanya bunga yang kau punya aku mempunyai pohon yang rindang untuku berteduh dan beristirahat " salam pertemuan yang Reni ucapkan.

" Iya aku paham, kebun bungaku tak seluas yang kau inginkan, bahkan kini kebun bungaku telah layu semua, dan akupun keluar dari pekerjaanku Ren " jawabku dengan muka pucat.

" Sudah aku putuskan Dit, aku tidak sabar menunggu kapan kau akan mempunyai apa yg aku mau, aku akan pergi saja " jawab Reni sambil berjalan pulang.

Aku hanya sedikit bersedih, bukan karna dia meninggalkanku, namun karna aku yang terlalu lama menempuh proses membahagiakan dia, yang akhirnya dia pergi dengan cepat dan begitu saja.

Berjalan menyusuri kota ini sendiri ternyata membuatku asing, amplop coklatpun menyapa dan mungkin dia ingin cepat disampaikan pada pekerjaan yang baru.

" Sungguh lelah hatiku, dia pergi, dan akupun belum mendapatkan pekerjaan kembali, dan mungkin aku masih berharap Reni kembali, tapi apa daya, pekerjaan pun tak punya, sedangkan dia menginginnkan hal yang lebih dariku." Gerutuku sambil berjalan.

Setibanya aku di sebuah warung kecil, aku menemukan selembaran lowongan pekerjaan, chicken?, mungkin aku bisa mencobanya.

Tidak butuh watu lama aku langsung bekerja di sebuah kedai chicken, satu bulan kulewati lima bulan berakhir dengan fitnahan yang di lontarkan seorang sahabat kepadaku, sejak hari itu akupun dipecat bukti yang nyata.

Mungkin bingung yang menghampiri, untung saja aku masih mempunyai sedikit uang untuk membeli secangkir kopi dan semangkuk kentang goreng.

" Téh, saya minta segelas romano dan kentang goreng" kataku kepada sipelayan.

" Oh iya A, tunggu sebentar yah" jawabnya.

Hey akupun tak tau apa itu romano, mungkin hanya terdengan menarik saja dari namanya lalu aku membelinya.

"Satu romano dan kentang goreng" pelayan itu datang sambil tersenyum manis.

Mengapa hanya kopi yang menurutku aneh, satutegukan membuat lidahku dikoyak-koyak rasa iri, membuat otaku tak kerdil lagi,membuat suasana tenang dan mudah berfikir untuk menang. Yang pada akhirnyahanya karna kopi yang aku nikmati di malam sunyi dan sial itu membuatku terbangundari kelam. Kini aku mempunyai beberapa kedai kopi, dan aku menjadi pemasokkopi yang ternama di kotaku.

Korpus EidetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang