09

38 9 0
                                    


09 ʚ˚·H A P P Y R E A D I N G·˚ɞ

ʚ˚·❀·˚ɞ

Dalam perjalanan menuju rumah si kembar Frendyka, mobil Chiko mengalami ban bocor karena tembakan itu. Chiko yang ponselnya tersambung dengan Joan segera meminta lelaki itu menjemputnya. Farez memanggil montir ternama yang di pinta Pangeran untuk mengurus mobil tersebut, sedangkan Liana rasanya enggan menjauh dari Pangeran.

"Siaga satu," kata Chiko saat keluar dari mobilnya. Melangkah mendekati Pangeran, Liana dan Farez.

Liana menarik tangan Pangeran agar mengalungkan tangannya, di bahu kecil miliknya. Liana masih memejamkan matanya, meski sesekali terbuka. Ia mencoba untuk merilekskan diri saat memori itu kembali dalam ingatannya. Terkadang pegangannya kuat pada lengan Pangeran, membuat pemuda itu melongok menatap wajah Liana dari samping dengan cara ia sedikit membungkuk.

"Kamu ga papa?" tanya Pangeran Khawatir.

Liana menganggukinya pelan, matanya masih terpejam.

"Ran." Suara Chiko kembali terdengar, panggilan itu masih tersambung. "Gua sama Hera baliknya muter, antisipasi penyerangan. Yang gua pikirin tu sekarang ini, sebetulnya yang mereka incar itu Chiko. Bukan Lo atau Liana, mereka tau posisi Chiko buat Rafi." Suara angin terdengar di sambungan, pertanda lelaki itu tengah mengendarai motor.

"Gua setuju," sahut Chiko. Pandangannya tidak lepas dari ponselnya, "Gua harus hati-hati. Dan lo semua juga harus hati-hati, mungkin semua ini akan di mulai dari sekarang. Jangan sampai dia," ucapan Chiko berhenti sejenak matanya menatap Liana yang masih bersandar di dada bidang Pangeran dengan mata terpejam. "Menjadi umpan lagi," lanjutnya melengkapi kalimatnya.

Pangeran menghela napasnya, merasa tidak yakin bahwa ia mampu menjaga Liana agar tidak menjadi umpan. "Kalau masih ada Kaisar, pasti lebih seru," celetuk Pangeran tanpa sadar. Bahu lelaki itu merosot, membuat Liana membuka kelopak matanya dan mengusap punggung tangan Pangeran yang mengitari lehernya.

"Gapapa, aku bisa jaga diri sendiri," katanya. Gadis itu sejak tadi peka, ia terkoneksi dengan obrolan para lelaki. "Aku bisa," kata Liana meski tidak yakin bahwa ia memang mampu. Namun tidak ada salahnya untuk mencoba.

"Liana sekarang mau ikutan ya," kata Farez dan tersenyum kecil. "Semoga bisa, Li."

"Jangan," kata Pangeran. "Aku akan berada didekat kamu," putus Pangeran yakin. Ia bertekad lagi pada dirinya sendiri bahwa ia akan lebih baik dari sosok Kaisar dulu.

Sebuah mobil berwarna putih bersih menepi di dekat mobil mereka, seorang lelaki turun. Pangeran yang melihatnya menyipitkan mata, memperhatikan lelaki yang tadi pagi ia lihat dari seberang jendela.

"Bang!" seru Chiko kemudian mendekati lelaki itu, lelaki itu melambaikan tangannya dan tersenyum tipis. Senyum yang sama.

"Ran, ajak Liana," kata Farez yang sudah melangkah lebih dahulu. Lelaki itu tidak sabar untuk merebahkan dirinya di kasur atau melahap makanan untuk asupan perutnya. "Laper cuy," celetuknya saat di dekat Chiko.

Pangeran mengubah posisi tangannya dari pundak Liana menjadi menggandeng gadis itu, "Ayo," kata Pangeran menarik gadis itu dengan lembut.

Liana menganggukinya. Kemudian melangkah bersama.

"Ran, ini Bang Joan. Panggil aja dia Abang," kata Chiko mengenalkan kedua lelaki itu.

Joan mengulurkan tangannya dan Pangeran menyambutnya. Senyuman Joan tak pudar dari wajahnya, sedangkan Pangeran hanya menatap datar, penuh penilaian pada sosok Joan yang tangannya ia genggam erat.

ELthreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang