8. Lancang

147 15 1
                                    

Minggu, 12 Juli 2020

.
.
.
Happy Reading

.
.
.

     AKU MENGIKUTI DEYRA dari belakang. Kami akan menuju tempat huni prajurit siren. Berdasarkan apa yang aku dapat saat bertemu Sellin tempo lalu, aku mengingat jika ia adalah prajurit penjaga istana.

     Deyra bilang jika Sellin tidak ada di huniannya, pasti sedang bertugas untuk menjaga istana atau perbatasan. Mungkin saat bertemu denganku Sellin sedang menjaga perbatasan.

    “Kita sudah sampai,” ujar Deyra lirih. Aku dan Deyra mengamati hunian itu dari balik pilar istana. Kami memang memutuskan untuk melakukan hal ini diam-diam. Jangan sampai ada siren lain yang tahu. “Coba kau cari ia ada atau tidak.”

     “Eh? Kau tak tahu wajahnya?” Deyra menggeleng dengan tangan membentuk piece. “Tidak mungkin aku menghafal seluruh prajurit.”

     Aku menyembulkan kepalaku dari balik pilar. Hunian itu berbentuk seperti Rumah Honai tapi bukannya menggunakan bambu dan daun kering melainkan batu-batuan berwarna hitam. Satu hunian dapat dihuni oleh lima siren sekaligus.

     Tapi aku tidak melihat keberadaan Sellin dari sini. Kemungkinannya ada dua. Satu, Sellin berada di dalam salah satu hunian. Dua, ia sedang bertugas jaga.

     Aku menarik kembali kepalaku ke balik pilar lalu menggeleng pelan. “Apa kita tanyakan saja kepada salah satu mereka di mana keberadaan Sellin?” usul Deyra.

     Aku menggeleng cepat. “Jika kita melakukannya, nanti saat Sellin kembali dari sini ia akan ditanyai oleh mereka yang penasaran ada gerangan apa ia dipanggil oleh kita.” Sebenarnya aku ingin berbicara ada gerangan apa ia di panggil oleh ratu siren tapi untung tidak jadi. Aku tak ingin menyombongkan diri.

     “Benar juga.” Deyra mengangguk pelan dengan pandangan menerawang. Kentara sekali jika ia sedang berpikir. “Apa kalian tidak memiliki jadwal pergantian jaga?” tanyaku pada Deyra.

     “Erm, aku tidak tahu. Biasanya yang mengurus hal seperti itu adalah Kak Arthur. Aku sih tinggal makan, jalan-jalan, bobok cantik,” ujarnya dengan bangga seakan akan itu patut untuk dibanggakan.

     Tapi seketika wajahnya berubah murung. “Tapi setelah Kak Arthur pergi, aku jadi yang mengurus kerajaan. Dan itu sangat menyulitkan.” Bibirnya ia manyunkan seakan akan itu adalah hal yang paling menyebalkan.

     Aku memutar bola mata jengah. Dari pada menunggu Deyra selesai ngambek, mending aku langsung tanyakan saja pada mereka. Aku keluar dari balik persembunyian lalu menghampiri salah satu prajurit siren yang sedang berada di pelataran hunian.

     Melihatku yang mendekat, mereka semua langsung berdiri tegap dan menunduk hormat. Aku menganggukkan kepalaku sekilas lalu mereka kembali menegakkan tubuhnya. “Apa kalian memiliki jadwal giliran jaga?”

     Salah satu prajurit siren laki-laki maju ke hadapanku. “Jadwal giliran berada di saya tuan putri,” ujarnya tegas. “Bisa aku meminjamnya sebentar?” Prajurit siren itu mengangguk lalu menunduk memberi hormat. Setelah itu ia masuk ke salah satu hunian.

     Aku memandangi prajurit siren yang lain yang masih setia berdiri tegap di sekelilingku. “Kalian lanjutkan saja kegiatan kalian,” ujarku sambil tersenyum ramah, memesona dan anggun. Dasar aku!

     Terlihat mereka tampak saling  melirik satu sama lain lalu memandangiku ragu-ragu. “Tidak apa-apa. Lanjutkan saja.” Aku harus jadi calon ratu yang baik hati dan tidak sombong. Nanti juga jika mereka merasa nyaman denganku, mereka mungkin akan membantuku untuk mengungkap siapa sebenarnya yang membunuh raja dan ratu terdahulu.

The Man in AquariumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang