Garis bibir Jongdae terangkat ke atas setelah mendapati gadis mungilnya duduk di tepian jendela menatap malas jalanan di luar sana. Gadis itu sama sekali tak menyadari kehadirannya bahkan derap langkah kakinya pun, tak membuat Abel mengalihkan pandangan.
"Ternyata adik kecilku masih merajuk rupanya," ujar Jongdae tiba-tiba bersuara sambil mengusap lembut kepala Abel.
Abel menatap sejenak ke arah Jongdae yang tengah mengambil alih tempat kosong di sebelahnya lalu kembali memalingkan wajah.
"Minseok hyung bilang, kau belum makan. Ayo makan dulu!"
"Aku tidak lapar," jawab Abel datar. Matanya menatap piring berisi makanan yang dibawa Jongdae, "Oppa saja yang habiskan makanannya. Aku sudah kenyang."
Jongdae menghela nafas, "Kau tak bisa membohongiku, Abel-ah. Semua karena gelang itu, bukan?" tanya Jongdae menatap intens adik kesayangannya ini.
Diamnya Abel sudah cukup menjawab pertanyaan yang Jongdae lemparkan tadi. Jujur saja, ada perasaan senang sewaktu ia mengetahui gelang tersebut hilang. Bukan senang di atas penderitaan adik sepupunya ini, melainkan ada sebuah alasan dibalik itu yang hanya ia seorang yang tahu.
Ingatannya diajak kembali ke beberapa tahun silam, saat dirinya dan Abel masih kecil. Masih sangat jelas dalam ingatannya bagaimana peristiwa itu terjadi. Seakan hal tersebut baru saja terjadi kemarin.
Semuanya berawal dari sana. Semenjak Abel dan si pemberi gelang tersebut selalu terlihat bersama, ada saja hal yang buruk menimpa Abel, adik sepupunya itu. Minseok sebagai kakak kandung Abel bahkan tidak pernah tahu apa yang selalu menimpa adik kesayangannya itu. Gadis itu sangat pandai menutupi segalanya. Membuatnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Beberapa kali, Jongdae selalu memergoki Abel tengah membela lelaki pemberi gelang atau gadis itu yang diganggu balik. Namun Abel tetaplah Abel. Si gadis pemberani yang selalu pasang badan setiap kali melihat ada penindasan. Ia tak suka melihat seseorang di bully.
Jongdae tidak membenci, hanya saja setelah kejadiaan saat itu, dirinya tambah tidak menyukai si pemberi gelang tersebut. Karenanya, Jongdae harus melihat Abel dirawat sampai berbulan-bulan hingga harus dipindahkan Rumah Sakit oleh pamannya yang merupakan ayah Abel. Bukan itu saja, daya ingat Abel pun ikut menurun setelah bangun dari tidur panjangnya.
Sambil mengaduk makanan yang dibawanya, Jongdae kembali membujuk Abel. "Nanti oppa bantu carikan, ya. Tapi janji kau harus makan dulu," ujarnya penuh kelembutan.
"Percuma dicari, gelangnya takkan pernah ketemu! Aku sudah menjelajah seisi rumah bahkan di bistro ini pun juga. Sudah ku cari tapi hasilnya tetap nihil."
"Itu karena kau yang mencarinya sendiri. Mungkin ada tempat-tempat yang terlewat olehmu makanya gelangnya tidak dapat kau temukan. Tapi..." Jongdae menjeda kalimatnya. Ia menatap lembut Abel seakan memberi gadis itu pengertian. "Jika kita mencarinya bersama, kemungkinan menemukan gelang itu pasti ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love
Teen FictionSore itu, di sebuah taman, duduk sepasang anak kecil, di mana salah satu di antaranya tengah sibuk mengikat sesuatu di jari anak yang lain. "Kata eomma, jika mengikatkan benang merah di antara jari yang lain, maka selamanya akan terhubung. Oleh kare...