Tadi Malam

10 2 0
                                    

Risa tidak tau dimana letak kesalahannya, ia merasa semua orang menyudutkannya tanpa alasan. Ia mencoba untuk membuat alasan untuk menyalahkan mereka kembali didepan sahabatnya. Namun saat sendiri hatinya berkata lain, ia menyalahakan dirinya. Risa merasa mungkin dia yang terlalu terbawa suasana, atau mungkin selera humor mereka yang berbeda membuat Risa yang disudutkan merasa terbebani.

Namun Risa juga merasa lelah, hatinya sudah terlanjur sakit, tangisnya pecah saat mempertanyakan dimana letak kesalahannya kepada sahabat sahabatnya. Risa mencoba untuk menyalahkan mereka, setidaknya supaya hatinya sedikit tenang.

Risa tertawa miris, mungkin memang salahnya yang menyikapi ini dengan berlebihan. Cukuplah dirinya yang merasakan tekanan ini, biarlah dia yang disalahkan. Toh, Risa sudah terbiasa untuk mengalah. Nantinya juga akan berlalu dengan sendirinya.
Risa terbaring dan terdiam diatas kasurnya, dikegelapan ia menahan gejolak panas yang ingin meledak ledak dalam hatinya. Risa menahan itu sampai tenggorokannya tercekat, suara rintihan seperti anak anjing keluar tanpa dia sadari.

Kiiiiiik kiiiiiiiik

Kepalanya terasa sakit, terlalu banyak pikiran pikiran negatif yang ia simpan sendiri. Ia terduduk sambil mencekram kepalanya dengan erat, mungkin rambutnya ikut rontok karena cengkramannya yang kuat. Ia tersenyum, ingat kapan terakhir kali merasakan sensasi luka yang tak nampak seperti ini.

Risa merasa perlu melampiaskan rasa sakitnya, ia ingin berteriak namun bagaimana jika nanti kakaknya terbangun. Kepalanya yang semakin berat membuat dirinya merasa tak nyaman.

Duk duk duk

Risa memilih menghantamkan kepalanya ke tembok secara bertahap. Semakin keras, sakitnya semakin berkurang. Jari jarinya tangannya bergerak tak beraturan mengikuti irama hatinya yang sedang kacau, bibirnya tersenyum tipis, sepertinya ia sudah gila.

Tubuhnya berlapis selimut, namun Risa masih kedinginan. Ia membayangkan betapa hangatnya jika ada seseorang yang mau memeluknya saat ini. Lalu menenangkan dirinya dengan berkata “bukan salahmu, ini bukan salahmu”.

Duk

Ia berhenti menghantamkan kepalanya, memilih untuk keluar dari gelapnya kamar lalu mencari kotak obat yang disimpan ibunya. Tangannya meraih paracetamol yang masih tersisa 5 tablet, langkahnya terhenti di meja makan.

Risa tidak tahu apakah ini boleh atau tidak, namun ia nekat mengeluarkan 3 tablet paracetamol agar ia bisa tertidur. Tangannya masih bergerak gelisah, kepalanya mendongak, matanya menangkap seekor cicak yang sedang mengamatinya. Seolah cicak itu menantang dirinya untuk menelan 3 tablet paracetamol itu.

Satu tablet ia masukan ke mulutnya lalu ia meneguk air mineral, matanya menatap cicak itu dengan tatapan menantang. Lalu ia masukan satu tablet lagi ke mulutnya, cicak itu masih menantangnya. Lalu Risa menelan tablet terakhir dan tersenyum menang menatap cicak tersebut.

Lucunya Risa merasa ini adalah sebuah hiburan tersendiri baginya, sebelum ia memasuki kamar gelapnya lagi.

Risa terbaring lagi, pikirannya masih melayang kemana mana. Namun setidaknya ia sedikit lebih tenang, sakit kepalanyapun sudah berkurang.

Ia berharap pagi nanti ia bisa tidur panjang, setidaknya satu hari saja. Ia ingin melepaskan semua beban hatinya lalu bersenang senang dalam mimpinya.

Bahunya bergetar, air matanya kembali mengalir, hatinya masih berkecamuk panas dan perih, suara rintihan kembali terdengar, ia masih merasakan dinginnya dalam selimut.

Andai, andai, andaikan bisa semudah itu. Nyatanya sakit yang Risa rasakan saat ini berada diluar kuasanya. Ia larut dalam kesedihan tanpa tahu dimana letak kesalahannya.

Hingga pagi datang. Ia masih membayangkan sebuah pelukan hangat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SCARECROWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang