MF.1

6 0 0
                                    





||||||||

Suara adzan dari sebuah masjid dari berbagai kampung terdengar bersahut-sahutan. Udara subuh kali ini terasa lebih dingin dari biasanya. Membuat seorang gadis berumur enam belas tahun enggan turun dari kasurnya. Selimut yang tadinya turun sebatas pinggang, semakin ia tarik hingga membuat kepalanya tak nampak. Lenguhan terdengar dari bibirnya ketika sayup-sayup ia mendengar pintu kamarnya terketuk.

"Nis, udah subuh bangun!" Suara pria yang terdengar tegas tertangkap oleh telinga gadis bernama Nisa.

"Iya, pak." Sahutnya lirih, membuat pak Sapto tidak mendengarnya. Hingga suaranya kembali terdengar, "bapak sama ibu kemasjid, awas kalau bapak pulang kamu masih tidur!" Peringat pak Sapto, membuat Nisa berusaha keras membuka matanya. Mengumpulkan nyawa untuk kembali kedunia nyata.

"Enggih pak, Nisa udah bangun iki." Ucap Nisa, suaranya terdengar lebih keras dari sebelumnya. Tak mendengar sahutan lagi dari balik pintu, Nisa memutuskan turun dari kasur. Melipat selimut dan menata bantal, sebelum ia melangkahkan kakinya keluar untuk menuju kamar mandi. Dengan langkah gontai Nisa berjalan. Tangannya mengucek mata agar bisa terbuka sempurna.

"Heh Nis, ngagetin aja!" Suara orang terkejut dari arah belakangnya membuat Nisa berbalik ingin tahu. Walaupun sebenarnya ia tahu suara siapa itu. Dia Nizam, satu-satunya kakak Nisa.

"Apaan sih bang, lebay."

"Ya kamu, udah kayak kuntilanak aja rambut digerai gitu. Kuntilanak masih sopan bajunya panjang. Lah kamu itu tiap hari kok tidurnya cuma pakai daleman doang."

"Daleman gimana sih bang, orang aku pakai tanktop sama celana pendek. Wajar dong, yang gak wajar tuh kalau aku cuma pakai kacamata sama segitiga doang. Abang lebay deh."

"Kamu tuh, iya kalau di sini cuma ada abang aja. Kalau temen-temen abang ada yang nginep terus kamu gak tahu tiba-tiba keluar dengan pakaian kayak gini. Seneng kamu tubuhmu itu di lihatin mereka."

"Iiih abang ya gak gitu. Udah ah, orang aku mau wudhu terus sholat abang malah ganggu." Ucap Nisa sambil berlalu. "Awas aja ya, kalau sampai Nisa di omelin bapak gara-gara telat sholatnya." Gerutu Nisa sepanjang jalan.

||||||||||

Nisa meletakkan piring berisi ikan goreng di atas meja makan. Di susul di belakangnya ada bu Khadijah dengan tumis kangkung dan juga lauk lainnya seperti tahu dan tempe. Selesai sholat subuh tadi seperti biasa Nisa langsung berkutat di dapur. Masak merupakan hobinya. Setiap ada kesempatan untuk memasak makanan maka dengan senang hati Nisa akan melakukannya. Bukan hanya memasak, Nisa juga gadis rajin yang suka dengan kebersihan. Jika ada satu saja sudut rumahnya yang nampak kotor dan berantakan. Maka dengan segera Nisa akan membersihkannya.

"Udah semua kan bu? Sayur, ikan, nasi, tahu, tempe- emm... apa lagi ya?"

"Udah semua itu Nis." Jawab bu Khadijah.

"Ha!! Sambal!" Pekiknya, setelah teringat dengan teman makan favoritnya itu. Nisa pecinta pedas, rasanya ia tidak puas jika makan nasi tanpa sambal.

"Kamu kenapa to Nis, teriak-teriak gitu." Tegur Nizam yang baru saja memasuki dapur. Lalu disusul oleh pak Sapto dibelakangnya

Nisa tak menghiraukan teguran Nizam, ia terus melanjutkan langkahnya menuju dapur yang menyatu dengan ruang makan.

"Suara perempuan itu aurat Nis, udah berapa kali aku bilang."

"Iya iya bang. Orang teriak cuma di dalam rumah aja kok." Nisa membela diri.

"Kamu tuh Nis dikasih tahu ngeyel terus. Abang bilang-"

"Udah Zam, makan dulu. Kalian ini selalu aja ribut." Tegur pak Sapto, membuat Nizam terdiam. Begitu juga Nisa yang sudah menyiapkan jawaban atas ceramah Nizam. Mereka akhirnya melanjutkan kegiatan makan mereka.

Selesai makan pak Sapto bersiap berangkat ke kantor dan Nizam menuju kampus tempatnya menimba ilmu saat ini. Sedangkan Nisa saat ini tengah menikmati masa liburannya. Dirinya baru saja lulus dari sekolah tingkat pertama. Dan masih bingung ingin mendaftarkan dirinya di sekolah mana.

Nisa gadis yang pintar, selesai melakukan ujian nasional, dua bulan lalu gurunya bahkan sudah langsung menawarkan Nisa untuk mendaftar ke salah satu sekolah favorit.

"Ambil buku di meja abang, senggaknya itu bermanfaat buat kamu." Suara dari arah belakang Nisa, membuatnya terkejut. Ia kita abangnya sudah berangkat. Ternyata abangnya masih di rumah.

"Iya kalau gak lupa." Jawab Nisa asal.

"Mau sampai kapan kamu kayak gini sih Nis."
Tak mendengarkan balasan Nisa, Nizam berlalu pergi. Dan Nisa melanjutkan kembali pekerjaannya.

Nisa termenung beberapa saat. Ia sebenarnya malas membaca buku tersebut. Namun mendengar nada tegas dalam suara Nizam, itu artinya dia tak bisa membantahnya.

|||||||||||||

Sulawesi Tenggara. 280121
😌😌


My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang